SONIC THE HEDGEHOG (2020)

3 komentar
Masih segar di ingatan saat April tahun lalu, pesimisme terhadap proyek live action ini mencapai puncak, setelah trailer perdana Sonic the Hedgehog menerima respon luar biasa negatif akibat desain “realistis” si landak biru. Entah bagaimana jadinya bila pihak studio menutup mata atas protes tersebut, tapi proses desain ulang dengan penambahan biaya $5 juta serta penundaan tanggal tayang selama tiga bulan sepertinya membuahkan hasil positif.

Dari sisi komersil, raupan $86,7 juta menempatkan filmnya di posisi puncak daftar film adaptasi permainan video berpendapatan terbesar pada opening weekend di Amerika Serikat dan Kanada. Sedangkan soal kualitas, Sonic the Hedgehog memang tidak memberi warna baru, tapi sebagai tontonan semua umur, hasilnya cukup menghibur, bahkan di luar dugaan, tidak melupakan hati dalam penuturannya.

Sonic (Ben Schwartz) terpaksa meninggalkan planetnya setelah kecepatan supersonik miliknya diketahui suku echidnas (jangan berharap ada Knuckles di sini). Memakai cincin ajaib pemberian penjaganya, Longclaw si burung hantu (Donna Jay Fulks), Sonic kabur ke Bumi. Satu dekade berselang, ia menetap di gua persembunyiannya, yang terletak dekat kota kecil yang damai, Green Hills. Tinggal sendirian, Sonic semakin akrab dengan kesepian dan mulai mengharapkan adanya sesosok teman.

Tapi nyawanya justru terancam, setelah suatu malam Sonic tidak sengaja melepaskan kekuatannya, yang menyebabkan padamnya seluruh listrik di area Pacific Northwest. Pemerintah mengirim Dr. Robotnik (Jim Carrey) si ilmuwan jenius gila pemilik IQ 300, untuk melakukan investigasi. Sonic kembali harus terus berlari dan berlari, namun kali ini dia tidak sendiri. Tom Wachowski (James Marsden), Sheriff setempat yang bosan dengan minimnya aksi kriminal serius di Green Hills, (terpaksa) turut serta.

Tidak sulit menebak ke mana duo penulis naskah, Jeff Fowler dan Patrick Casey bakal mengarahkan kisahnya. Sonic akan menemukan teman dalam diri Tom, sementara berkat Sonic, Tom akan menyadari betapa berharganya rumah beserta orang-orang tercinta yang ada di sana. Tapi paling penting bukanlah destinasi, melainkan perjalanannya. Pertemanan keduanya terjalin dinamis berkat performa masing-masing pemeran, meski banter berbasis selorohan komedik mereka tidak ditulis secara solid, sehingga kelucuan kerap gagal tercipta.

James Marsden tidak canggung berinteraksi dengan karakter CGI, sedangkan Ben Schwartz memberi kepribadian serta nyawa bagi Sonic melalui suaranya, yang diperkuat oleh desain karakter yang setia pada materi asalnya. Tidak semua makhluk atau benda perlu tampil realistis, apalagi di dunia berisi alian berwujud landak biru berkekuatan supersonik yang bisa bicara. Belum lagi membahas elemen fantasi lain. Pada dunia semacam itu, figur cartoonish Sonic sebagaimana dalam gim jauh lebih sesuai.

Walau bukan fokus utama, saya mengapresiasi penggambaran hubungan Tom dan sang istri, Maddie (Tika Sumpter). Akibat menolong Sonic, Tom dituduh sebagai teroris (masalah yang nantinya selesai terlalu mudah). Di banyak film, mungkin Tom bakal terus menyembunyikan keberadaan Sonic, memantik kesalahpahaman Maddie, sehingga berujung memperpanjang konflik di antara mereka. Tidak di Sonic the Hedgehog. Hubungan saling dukung keduanya yang sudah dibangun sejak awal, terus dipertahankan, bahkan kemudian bekerja sama. Cukup hangat, biarpun tidak sehangat momen sewaktu Jojo (Melody Niemann), keponakan Maddie, memberikan sepatu merah kepada Sonic.

Presentasi aksi sutradara Josh Miller tak sepenuhnya berhasil memaksimalkan potensi eksplosif dari kekuatan Sonic. Penggarapannya masih kekurangan tenaga. Setidaknya ada satu sekuen aksi menarik ketika Dr. Robotnik memamerkan robot unik dengan konsep ala russian doll (robot dalam robot). Beruntung, asupan tenaga itu bisa disuplai oleh penampilan Jim Carrey yang akhirnya kembali memerankan sosok manik. Belum setingkat masa kejayaannya sebagai Si Muka Karet, tapi keeksentrikan Carrey lewat absurditas gerak dan ekspresi serta reaksi-reaksi yang sukar diprediksi, lumayan mengobati kerinduan.

3 komentar :

Comment Page:
Harllie mengatakan...

Sebagai seorang gamer saat memainkannya di konsol Sega dari stage awal sampai akhir kekecawaannya ada di Dr.Ivo kenapa Jim Carrey tidak dibuat buncit seperti bola...

Rasyidharry mengatakan...

Soal tampilan Carrey, yang lebih akurat kayaknya disimpen buat sekuel. Kelihatan dari kumis & kepala botaknya di ending

rahmadamazing mengatakan...

Mimik mukanya jim carrey disini kayak joker india di tik tok , LAY LAY LAY LAY LAY LAY~ ^-*