THE CALL OF THE WILD (2020)
Rasyidharry
Februari 24, 2020
Adventure
,
Cara Gee
,
Chris Sanders
,
Harrison Ford
,
Lumayan
,
Michael Green
,
Omar Sy
,
REVIEW
4 komentar
Menjadi rilisan pertama 20th
Century Studios pasca akuisisi 20th Century Fox oleh Disney, The Call of the Wild mengadaptasi novel
berjudul sama karya Jack London yang dipublikasikan 117 tahun lalu, dan
sebelumnya sudah enam kali diangkat ke medium film (empat layar lebar, dua
televisi). Artinya, jangan mengharapkan kebaruan. Tapi sebagai kisah timeless, kebaruan bukan kewajiban. Apalagi,
sesekali kesederhanaan macam ini diperlukan. Tanpa kompleksitas, tanpa
kepentingan, tanpa isu politis, tanpa pahlawan super. Hanya beberapa makhluk
hidup yang coba memaknai hidup.
Berlatar 1890-an kala terjadi demam
emas di Klondike, tokoh sentralnya adalah anjing peliharaan bernama Buck, yang
akibat sikap luar biasa aktifnya, kerap memancing kekacauan yang memusingkan si
majikan. Figur Buck dibuat sepenuhnya memakai CGI. Sebuah keputusan dengan
hasil inkonsisten. Terkadang bulu-bulunya sepeti bisa benar-benar kita belai,
namun di lain kesempatan, ia tak ubahnya Scooby-Doo. Tapi ada alasan kuat di
balik pilihan tersebut.
Buck—beserta hewan-hewan lain—bisa melakukan
kemustahilan, seperti terlibat aksi menegangkan di bawah sungai yang membeku,
atau melakoni momen komedik, yang sesekali diselipkan oleh Michael Green (Logan, Murder on the Orient Express)
dalam naskah buatannya, agar film ini tetap menghibur bagi penonton anak.
Keberadaan Chris Sanders yang berpengalaman menyutradarai animasi-animasi
seperti Lilo & Stitch (2002), How to Train Your Dragon (2010), hingga The Croods (2013), memuluskan pembauran
karakter CGI dengan dunia nyata.
CGI juga membantu penyampaian rasa
melalui mata, mengingat di The Call of
the Wild, hewan-hewan tidak bisa berbicara. Penonton diajak memahami isi
hati hewan, tanpa harus memanusiakan mereka (secara berlebihan). Sedangkan Buck
sendiri diharuskan memahami dunia dalam cakupan lebih luas, kala suatu malam ia
dicuri, untuk dijual kepada para pengangkut barang di Yukon. Maka dimulailah
petualangan Buck, yang mempertemukannya dengan beragam manusia, hewan liar, dan
petualangan berbahaya.
Buck sempat menjadi anjing penarik
kereta bagi dua pengirim surat, Perrault (Omar Sy) dan Françoise (Cara Gee). Omar
Sy kembali pamer kapasitas menghidupkan seorang pria hangat, sementara Cara
Gee, dengan kacamata biru serta sedikit keeksentrikan, membuat saya berharap
suatu saat ia mendapat peran utama di film high
profile. Tapi sosok yang sejak awal selalu bersinggungan jalan dengan Buck
adalah John Thornton (Harrison Ford), si pria tua pemendam duka. Ford pun tidak
kesulitan menangani peran pria tua lelah yang tak kehilangan kebaikan hatinya.
Penyutradaraan Chris Sanders,
dibantu CGI mumpuni yang melonjakkan biaya produksi filmnya ke angka $125-150
juta, mampu memproduksi spectacle seru
(walau tak pernah benar-benar menegangkan) berlatarkan visual pemikat mata. Dan
di sela-sela spectacle tersebut,
naskahnya jeli menyelipkan intisari kisahnya secara rapi. Seperti judulnya, The Call of the Wild merupakan kisah tentang
panggilan bagi makhluk hidup (dalam konteks film ini, seekor anjing) untuk menemukan
kebebasannya di alam bebas, sebagai wujud rumah tanpa batas.
Di alam liar, Buck dituntut belajar
beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang menandakan ketiadaan zona nyaman.
Sebagai pemandu, sesekali Buck melihat penampakan seekor anjing hitam bermata
kuning, yang acap kali membantunya menemukan jalan keluar dari masalah. Ada
ambiguitas mengenai identitas si anjing misterius, walau jika mengacu pada
novelnya, ia adalah nenek moyang Buck, yang dahulu hidup berdampingan dengan
manusia purba. Bagi bocah, elemen ini berpotensi menciptakan kebingungan. Sama
halnya dengan penyampaian pesan yang agak terlalu subtil, ditambah gaya
bertutur yang sesekali menyentuh ranah kontemplasi, untuk bisa dicerna dengan
gampang oleh mereka. Tapi di luar itu, The
Call of the Wild adalah interpretasi solid terhadap kisah klasik yang tak
lekang oleh waktu.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:Nice review
btw saya salut sama bang rasyid.. omongannya di video cine crib dulu ternyata jdi kenyataan.. Beneran bakal ada "Ashiaaap The Movie" ternyata.... ditunggu ya bang ntar reviewnya
Haha they can milk anything in movie industry 😁
Perjalanan Buck agak relate sebenernya dengan kehidupan kita yang mau ga mau beradaptasi dengan kejamnya dunia hahaha.
Ironisnya kadang anjing lebih manusiawi dari manusia (kaya pas Buck berhenti,demi menunggu Jon yang terlambat mengantar surat).
Sangat2 rekomen film ini,terutama bagi dog lovers.
Kira2 kalau sukses,ada kemungkinan dibikin sekuelnya ngga Bang?ane ga baca novelnya soalnua
Bang rasyid gak nonton parasite b&w?
Posting Komentar