4 MANTAN (2020)
Rasyidharry
Februari 22, 2020
Demas Garin
,
Denira Wiraguna
,
Hanny R. Saputra
,
Indonesian Film
,
Jeff Smith
,
Kurang
,
Melanie Berentz
,
Melayu Nicole
,
Ranty Maria
,
REVIEW
,
Talitha Tan
,
Thriller
3 komentar
Sutradara
Hanny R. Saputra (Heart, Sajen, Bisikan
Iblis) bersama duo penulis naskah langganan rumah produksi RA Pictures,
Demas Garin dan Talitha Tan, berniat menyalurkan kecintaan (?)
mereka terhadap mahakarya Alfred Hitchcock, Psycho.
Beberapa adegan (contoh: kematian Milton Arbogast di tangga) direka ulang,
elemen gangguan mental dipakai, bahkan twist
di pertengahan durasi yang mengubah drastis arah film turut diterapkan.
Tapi “peniruan” tersebut hanya di kulit luar semata, sedangkan hal fundamental
justru dilupakan.
Hitchcock tidak berusaha terlihat keren. Sang maestro melakukan hal-hal
kecil substansial yang berdampak besar. Sebaliknya, 4 Mantan cuma berkutat di kebombastisan. Diawali secara kacau oleh
sekuen pembuka carut-marut yang tampak seperti trailer berantakan ketimbang adegan sungguhan, kemudian disusul momen-momen
penyutradaraan canggung yang terkesan amatiran, film ini mulai menemukan
pijakan tatkala misteri mulai menyelimuti. Dikisahkan, pasca pemakaman pemuda
bernama Alex (Jeff Smith), terjadi pertemuan empat wanita yang rupanya
sama-sama mantan almarhum, yang dipacarinya di waktu bersamaan.
Sara (Ranty Maria) si musisi yang mesti merawat sang ibu, Airin (Melanie
Berentz) si gadis tangguh, Rachel (Melayu Nicole) si model berkemampuan Bahasa
Inggris buruk (entah disengaja atau tidak), dan Amara (Denira Wiraguna) si
pelayan cafe. Kematian tidak wajar sang mantan menyatukan mereka, terlebih saat
masing-masing menerima surat misterius dari Alex, yang menyatakan bahwa ia
dibunuh oleh salah satu di antara keempatnya.
Bergerak cepat, tanpa banyak basa-basi, pula rutin mengundang pertanyaan-pertanyaan
yang kerap bermuara pada kejutan, 4
Mantan sempat berhasil mementahkan keraguan di separuh pertama durasi. Walau
penyelipan paksa elemen supernatural berupa deretan jump scare medioker demi memfasilitasi kegemaran penonton umum
untuk dikageti oleh penampakan hantu terasa mengganggu, intensitasnya mampu
terjaga berkat pengolahan misteri yang cukup baik. Ekspektasi kerap dibantah,
kisah bergerak ke arah yang tak terduga bakal dijamah.
Pun segelintir isu sosial sempat disinggung, meski ada yang tak dieksplorasi
lebih jauh (bulimia) dan ada pula yang penyampaiannya terlampau on the nose (soal pelecehan, khususnya
di konklusi). Semakin jauh misteri bergerak, semakin saya dibuat bersemangat
sembari bertanya-tanya, “Bagaimana kiranya Hanny dan tim akan menjawab semua
ini?”. Sayang, begitu memasuki paruh kedua tatkala jawaban dipaparkan, yang
tersisa justru kekecewaan.
4 Mantan menghabiskan sekitar setengah jam terakhir hanya untuk mengupas semua
kebenaran. Misteri tidak tersisa, alur menjadi stagnan. Mengapa perlu selama
itu untuk mempresentasikan jawaban? Karena kembali pada apa yang telah
disinggung di atas, film ini berambisi tampil bombastis, saat memasukkan
kejutan berbasis versi modifikasi dari elemen psikologi yang jamak digunakan di
banyak horor/thriller.
Sayangnya bukan modifikasi positif. Unsur psikologisnya mustahil dan penuh
keasalan. Di ranah film genre,
ketepatan keilmuan memang bukan kewajiban, hanya saja, 4 Mantan tidak dibarengi kreativitas memadai agar menjadi “fantasi”
mumpuni, juga tanpa kesolidan bercerita. Naskahnya tersesat sendiri dalam kerumitan
ambisius yang coba dibangun, sehingga pemaparannya berlarut-larut. Berniat
memuaskan dahaga penonton arus utama kekinian atas twist yang identik dengan status “film keren”, 4 Mantan malah berpotensi membingungkan mereka. Setidaknya cukup
mengasyikkan melihat Jeff Smith akhirnya tidak cuma memasang satu ekspresi
datar sepanjang film.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
3 komentar :
Comment Page:Wow... Ga salah perolehan bintangnya??
Salah
4 Mantul selevel The Secret Suster Ngesot entah apalah itu.. Harusnya layak diganjar review kocak mengingat ke 4nya ga bisa akting samsek
Posting Komentar