TOMBOY (2011)
Sebuah film bertema LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender) memang sangat menarik dan seringkali menghadirkan sebuah perenungan yang dalam. Tapi akan menjadi lebih unik lagi saat tema tersebut dihadirkan dalam sebuah film yang tokohnya anak-anak dengan usia 10 tahunan. Begitulah Tomboy, sebuah film Prancis yang disutradarai oleh CĂ©line Sciamma yang berhasil meraih Teddy Awards pada Berlin Film Festival 2011 sebagai film bertema LGBT terbaik. Selayaknya sinema Eropa yang pernah saya tonton termasuk Prancis, saya berharap akan mendapatkan suguhan yang sederhana nan realistis dalam film ini seperti yang pernah saya jumpai dalam film macam The Kid With A Bike yang begitu jujur, realistis dan sederhana dalam penuturannya. Pada akhirnya nuansa seperti itulah yang memang ditampilkan dalam Tomboy yang berkisah tentang bocah perempuan berumur 10 tahun bernama Laure (Zoe Heran) yang berpenampilan seperti laki-laki bahkan memperkenalkan dirinya sebagai laki-laki didepan teman-temannya.
Laure selama ini sudah seringkali berpindah rumah bersama keluarganya yang terdiri dari kedua orang tuanya dan seorang adik perempuannya yang masih berumur lima tahun bernama Jeanne (Malonn Levana). Keluarga Laure adalah keluarga yang harmonis bahkan tidak berlebihan jika dikatakan nyaris sempurna. Kedua orang tua Laure amat menyayangi kedua puterinya, namun tetap tidak digambarkan dengan kebaikan yang kelewatan, terbukti dari adanya adegan yang memperlihatkan sang ibu yang tengah hamil memarahi Laure dan adiknya beberapa kali. Tapi dari situ kita bisa melihat bahwa keluarga itu adalah gambaran keluarga harmonis yang benar-benar nyata dan realistis. Tapi dibalik keharmonisan tersebut, Laure menyimpan sebuah keresahan dalam dirinya. Laure yang selama ini memang dandanannya lebih terlihat sebagai bocah laki-laki dengan rambut pendek dan kaos oblong serta celana pendeknya itu didalam hatinya sedang mengalami sebuah krisis identitas. Hal itulah yang akhirnya mendorong dia untuk berpura-pura menjadi laki-laki didepan teman-temannya dan mengaku bernama Mikael. Laure sebagai Mikael dengan mudah berbaur, bermain dan bahkan bertingkah layaknya laki-laki. Tapi keadaan bertambah kompleks saat salah satu teman perempuannya yang bernama Lisa (Jeanne Disson) mulai jatuh cinta pada Laure/Mikael, begitu juga sebaliknya.
Beberapa pengalaman saya menonton film bertema LGBT, filmnya punya suasana yang cukup gelap apalagi jika karakternya tengah mengalami keresahan luar biasa dan dilema mengenai jalan hidup yang ia pilih. Namun Tomboy berututr dengan lebih sederhana, ringan dan hangat. Maklum saja karena tokohnya juga masih anak-anak, jadi daripada depresif, kisah pencarian jati diri ini lebih terasa hangat dan terkadang lucu juga. Hangat melihat bagaimana film ini mengitari keseharian Laure serta interaksinya dengan orang-orang disekitarnya yang ditampilkan dengan begitu apik. Tentu saja juga lucu melihat bagaimana gadis cilik ini berusaha sekuat tenaga untuk menjadi seorang laki-laki mulai dengan membuka bajunya saat bermain sepak bola sampai yang paling menggelitik adalah disaat Laure diajak teman-temannya untuk berenang dan dia merasa ada yang "kurang" dalam dirinya untuk menjadi laki-laki dan akhirnya ia membuat alat kelamin palsu yang dia tempatkan di celana renang hasil buatannya sendiri.
Hal lain yang menarik dari film ini adalah bagaimana penggambaran keluarga Laure yang normal dan harmonis. Seringkali muncul stereotype bahwa orang-orang macam Laure berasal dari keluarga yang tidak bahagia dan membuat mereka kurang perhatian dan memilih jalan hidup yang sering dianggap menyimpang tersebut. Namun disini ditunjukkan bahwa keluarga Laure adalah keluarga yang harmonis dan apa yang dilakukan Laure adalah murni karena bocah ini sedang mencari identitas dirinya. Sebuah pemaparan yang bagi saya amat baik dan bisa untuk menghapuskan cap selalu berasal dari keluarga yang awut-awutan bagi para LGBT. Konklusi yang ditawarkan juga menyenangkan dan tidak terlalu ambigu seperti yang sering kita lihat di drama-drama arthouse kebanyakan. Pujian tinggi juga patut diberikan bagi para pemainnya khsusunya untuk dua aktris cilik, Zoe Heran dan Malonn Levana yang mampu berakting dengan begitu baik, khususnya saat itu menyangkut interaksi non-verbal yang mereka lakukan.
Meski tampil dengan sederhana dan realistis, Tomboy mempunyai satu hal yang cukup mengganggu bagi saya yaitu mengenai karakterisasi untuk Laure dan adiknya, Jeanne yang di beberapa momen terasa terlalu dewasa khususnya bagi Jeanne. Untuk ukuran bocah lima tahun, Jeanne terlalu dewasa dalam menyikapi permasalahan kakaknya. Sebagai contoh pada momen yang menunjukkan bahwa Jeanne mulai tahu mengenai fakta bahwa sang kakak berpura-pura sebagai laki-laki, saya rasa untuk bocah lima tahun tidak akan sedewasa dan secerdas itu dalam menyikapinya. Mungkin maksudnya adalah untuk memberikan kesan hangat pada hubungan kakak-adik tersebut yang saya akui berhasil, namun seringkali membuat keduanya terasa terlalu dewasa. Tapi secara keseluruhan Tomboy adalah sebuah film yang bagus dan sebenarnya bisa lebih bagus lagi jika masalah karakterisasi tersebut tidak mengganggu saya.
RATING:
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar