NOROI: THE CURSE (2005)

7 komentar
 
Film karya Koji Shiraishi ini dirilis pada masa dimana film horor yang memakai teknik found footage atau disebut juga mockumentary masih belum terlalu menjamur seperti sekarang. Pada saat itu belum ada Paranormal Activity dan The Blair Witch Project masih dianggap sebagai film mockumentary terbaik yang pernah ada. Seolah ingin menjawab keberhasilan Amerika memproduksi horor found footage, Koji Shiraishi kemudian membuat Noroi: The Curse yang hingga saat ini dianggap sebagai mocku-horror terbaik yang dimiliki oleh perfilman Asia. Semenjak kesuksesan film ini juga Koji Shiraishi seolah mendedikasikan karirnya untuk menyajikan film-film dengan gaya serupa (setelah The Curse Shiraishi membuat empat film mocku-horror lagi). Seperti mayoritas film bertemakan found footage, Noroi juga dikemas sedemikian rupa supaya terlihat seperti sebuah kejadian nyata guna menambah tingkat keseraman filmnya. Jika anda termasuk orang yang gemar menonton acara televisi Jepang di YouTube yang memperlihatkan rekaman penampakan hantu, maka anda akan menjumpai kemiripan opening film ini dengan acara tersebut. Gambar yang direkam dengan kualitas tidak seberapa dan diiringi voice-over dramatis dari seorang pria yng menarasikan isi dari rekaman tersebut.

Ceritanya sendiri berpusat pada penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli supranatural bernama Masafumi Kobayashi. Kobayashi selama ini telah menerbitkan berbagai macam buku mengenai hal-hal yang sifatnya supranatural, dan kali ini ia berniat untuk mendokumentasikan investigasi yang ia lakukan terhadap kasus-kasus paranormal yang ada. Beberapa kasus pun mulai ia selidiki, termasuk kasus yang menimpa seorang aktris bernama Maria Takagi dimana ia sempat keseurupan saat menjalani shooting sebuah variety show. Awalnya berbagai kasus tersebut nampak tidak saling berhubungan, tapi seiring dengan penyelidikan Kobayashi yang semakin dalam, ia pun perlahan menyadari bahwa semua hal tersebut sesungguhnya saling berkaitan dan menciptakan misteri horor yang jauh lebih besar.

Memang film-film horor yang dikemas dengan gaya mockumentary memiliki kelebihan dalam menghantarkan terornya pada penonton berkat kesan realistis yang ada, namun ada satu kelemahan besar yang sering saya temui dalam film-film tersebut. Kelemahan tersebut terletak pada alur dan narasinya yang begitu lambat sebelum teror sesungguhnya dimulai. Alur lambat tersebut seringkali makin diperparah oleh jalinan cerita yang sama sekali tidak menarik. Coba tengok seri Paranormal Activity. Sebelum teror malam harinya dimulai, kita hanya akan disuguhi kegiatan sehari-hari yang kurang menarik dari karakternya. Masih untung jika momen tersebut berhasil membuat saya terikat dengan karakternya, masalahnya adalah momen tersebut sama sekali tidak dibuat untuk memperkuat karakterisasi tokoh-tokoh yang ada. Kelemahan itulah yang berhasil ditambal oleh Koji Shiraishi dalam film ini. Meskipun temponya tidak berjalan dengan cepat, namun sedari awal kita sudah disuguhi oleh kepingan-kepingan misteri yang menarik untuk diikuti. Bahkan kita sudah diberikan momen-momen mengerikan yang efektif dari awal film tanpa perlu mengeksploitasi terlalu banyak materi horornya.
Disisi lain, Noroi juga mengandung kelebihan yang dimiliki oleh horor Asia khususnya J-Horror pada umumnya, yakni atmosfer creepy yang bisa membuat jantung saya berdegup kencang meskipun tidak ada penampakan hantu yang eksplisit ataupun efek-efek suara mengejutkan yang sering ditemui dalam film-film horor Hollywood. Hampir semua momen yang ada dalam film ini sanggup menghasilkan atmosfer yang menegangkan, meskipun itu hanya adegan seorang gadis cilik menggambar hal aneh ataupun lewat tulisan-tulisan yang seringkali muncul saat momen blackout. Saya selalu terpaku setiap kali layar film berubah gelap, menanti dengan cemas fakta apa yang akan dipaparkan oleh tulisan yang seringkali muncul pada momen tersebut, entah fakta baru penyelidikan Kobayashi ataupun berita kematian misterius karakter-karakternya. Hebatnya, dari awal film ini terus stabil menyajikan suasana yang mencekam hingga akhirnya sampailah kita pada sebuah klimaks yang begitu menegangkan dan mengerikan. Sayangnya saya agak kurang menyukai bagian ending-nya. Masih terkesan creepy namun sedikit terasa anti-klimaks sebagai sebuah konklusi dari rangkaian misteri yang telah dirangkai dengan baik tersebut. Mungkin hal ini saya rasakan karena sebelum bagian itu film ini baru saja menyuguhkan rangkaian klimaks yang terasa begitu menegangkan.

Selain atmosfernya, Noroi juga berhasil menyajikan rangkaian cerita misteri yang begitu menarik. Hal tersebut memang membuat filmnya terasa lebih rumit dibanding film-film horor kebanyakan khususnya yang memakai format mockumentary, tapi hal tersebut mampu menjaga tensi filmnya terus stabil dan tidak pernah terasa sedikitpun membosankan. Pergerakan kameranya juga nyaman untuk diikuti. Biasanya film mockumentary bermasalah dengan teknik handheld camera yang membuat penonton pusing ataupun tidak mampu menangkap secara keseluruhan apa yang terjadi di layar. Dalam Noroi, hal tersebut tidak terjadi, karena meski pergerakan kameranya dibuat realistis, tidak ada shaky camera berlebihan yang membuat mata saya tidak betah untuk mengikuti apa yang tersaji di layar. 

Untuk makin menguatkan kesan realistis yang dimiliki oleh mockumentary, Koji Shiraishi dengan begitu jeli memasukkan beberapa scene yang seolah diambil dari rekaman televisi entah itu berita ataupun sebuah variety show. Seperti yang saya katakan di awal tulisan ini, Noroi: The Curse terasa bagaikan sebuah episode extended dari acara televisi Jepang yang menampilkan rekaman penampakan-penampakan hantu. Overall Noroi: The Curse adalah tontonan horor yang langka bagi saya. Gabungan sempurna dari sajian horor penuh atmosfer mencekam dengan misteri kompleks yang begitu menarik untuk dirangkai satu per satu jawabannya. Dan meskipun saya merasa konklusinya ada di bawah ekspektasi saya, namun film ini sanggup mempertahankan ciri khas J-Horror yang selalu memasukkan unsur ambiguitas dalam konklusinya. Sebuah keputusan yang tepat, daripada harus menjelaskan semuanya secara gamblang namun malah berakhir dipaksakan seperti yang banyak terjadi pada film-film horor asal Hollywood.

7 komentar :

Comment Page:
krhh mengatakan...

waktu nonton ini gue ngerasa kayak detektif, wkwk

Rasyidharry mengatakan...

Dan saya ngerasa kayak pengecut yg selalu ngerasa takut haha

krhh mengatakan...

Sama dong! Padahal efek suara gitu-gitu aja, tapi tetap ada saat-saat jantungan pas nonton, haha

Anonim mengatakan...

Saya juga lebih menikmati kehororannya sepanjang cerita film dibandingkan klimaksnya :D

SoundOfDarkness mengatakan...

Maaf min blair witch bukan nya taun 99 yah

ResensiFilm.my.id mengatakan...

Horor asal negeri sakura memang memiliki kadar kengerian di tingkat yang berbeda :).

Anonim mengatakan...

Nontonnya dimana?