DON JON (2013)
Judul film ini mengingatkan saya pada nama Don Juan, sosok fiktif yang sudah melegenda sejak tahun 1600-an dan kini namanya selalu bersinonim dengan womanizer atau hiperseksual. Dari fakta itupun kita sudah bisa menebak akan bercerita tentang apa film yang menjadi debut penyutradaraan Joseph Gordon-Levitt ini. Menari memang menantikan akan jadi seperti apa debut dari Gordon-Levitt mengingat sebagai aktor ia sudah membuktikan kualitasnya, apalagi disini ia tidak hanya menyutradarai tapi juga menulis naskah dan menjadi aktor utamanya. Jadi bisa dibilang ini adalah panggungnya seorang Joseph Gordon-Levitt untuk membuktikan kapasitasnya sebagai seorang filmmaker. Memilih komedi romantis sebagai genre yang diambil, tentu saja kisah tentang seorang womanizer sekaligus hiperseksual ini tidak lengkap jika tidak diisi sosok aktris yang pas. Untuk itulah ada nama Scarlett Johansson dan Julianne Moore disini. Khusus bagi Scarlett Johansson, jelas akan menarik perhatian kaum pria melihat aksinya di film yang penuh dengan konten seksual seperti ini.
Kisahnya adalah tentang Jon Martello Jr. (Joseph Gordon-Levitt) yang oleh teman-temannya dipanggil Don Jon karena kemampuannya menarik hati para wanita. Cukup mengandalkan lirikan maut, tiap malam ia selalu berhasil membawa pulang wanita-wanita cantik dari klub untuk diajak berhubungan seks. Namun meski bisa dengan mudah berhubungan seks dengan banyak wanita cantik, Jon nyatanya tidak pernah bisa terpuaskan oleh hubungan seks tersebut. Justru kebiasaannya bermasturbasi sambil menonton film porno yang sanggup memuaskan segala hasrat seksual Jon. Menurutnya, seks yang selama ini ia dapat dengan wanita-wanita tersebut masih kalah jauh dibadningkan dengan kepuasan yang ia dapatkan saat mastrubasi ditemani porno-porno favoritnya. Sampai suatu hari ia bertemu dengan Barbara Sugarman (Scarlett Johansson) yang menurutnya adalah wanita bernilai sempurna. Disinilah Jon mulai membangun hubungan asmara yang berbeda dari sebelumnya, lebih dari sekedar one night stand. Akan ada banyak porno, masturbasi, seks dan hal-hal lain yang berkaitan dengan aspek seksual disini. Membungkusnya sebagai komedi-romantis nyatanya tidak membuat Don Jon berakhir sebagai film komedi dewasa yang jorok dan konyol.
Kisah yang ditawarkan oleh film ini mungkin akan mengingatkan pada Shame karya Steve McQueen yang dibintangi oleh Michael Fassbender. Kedua film ini sama-sama berkisah tentang seorang pria yang mempunyai fisik rupawan dan seorang hiperseks yang doyan menonton porno sambil masturbasi meskipun telah banyak menghabiskan waktunya berhubungan seks dengan wanita-wanita yang mereka mau. Nampak serupa dari ide dasarnya, pengemasan kedua film inilah yang pada akhirnya sangat membedakan keduanya. Jika saya ibaratkan Shame adalah merupakan research serius nan mendalam tentang laki-laki yang hidup sebagai hiperseks. Sedangkan Don Jon tidak lebih dari sekedar obrolan santai tentang seks yang dilakukan oleh para pria disaat mereka sedang nongkrong bareng. Ya, meskipun punya potensi menjadi sebuah sajian yang kompleks, kelam dan mendalam, toh pada akhirnya Gordon-Levitt memilih mengemas debut filmnya ini secara lebih santai dan menghibur. Memang ada konflik tentang pria hiperseksual disini seperti bagaimana mereka menghadapi tuntutan sosial yang jelas memandang miring mereka serta adiksi impulsif yang terjadi, namun semuanya dikemas dengan ringan, penuh canda dan jauh dari nuansa kelam.
Tentu saja tidak lengkap membicarakan film yang berkisah tentang hiperseksual tanpa membicarakan seberapa "panas" dan "nakal" adegan-adegan di dalamnya. Untuk itu Don Jon termasuk berhasil menyajikan hal tersebut. Apalagi tentu saja film ini mempunyai sosok Scarlett Johansson yang punya sex appeal luar biasa. Don Jon memang dikemas ringan namun bukan berarti film ini malu-malu untuk menampilkan unsur seksual di dalamnya. Disinlah keberanian Joseph Gordon-Levitt patut diapresiasi. Mungkin bukanlah sebuah tontonan yang amat vulgar, tapi dia tidak takut membuat filmnya dipenuhi hal-hal "nakal" yang jelas membuat filmnya tidak bisa dinikmati semua kalangan umur. Don Jon tidak hanya berkisah tentang pria dengan hiperseksual tapi juga mengemasnya dengan kisah cinta yang bertutur tentang pencarian makna cinta serta bagaimana sebuah hubungan terjalin dengan sehat. Ada Barbara yang menggambarkan sosok wanita yang dari fisik nampak luar biasa, namun dibalik itu semua ada pemikiran romantisme yang banyak dipuja wanita sekarang dimana mereka menganggap seorang pria benar-benar mencintainya jika mereka mau melakukan apapun yang diminta si wanita.
Disisi lain ada Esther yang diperankan Julianne Moore sebagai sosok wanita yang beranggapan bahwa sebuah hubungan akan berjalan sehat jika tidak berjalan secara satu sisi, melainkan secara dua sisi bersamaan hingga akhirnya mereka yang menjalani hubungan saling melengkapi satu sama lain. Ada banyak potensi dalam naskahnya, namun pemilihan jalur komedi romantis membuat potensi itu tidak tergali dan terdalami secara maksimal. Tapi toh Don Joni memang "hanya" ingin menjadi sebuah hiburan. Walaupun begitu saya sangat mengapresiasi Gordon-Levitt yang tetap berani menonjolkan aspek seksual tanpa perlu "malu-malu" hingga membuat filmnya ini tidak berakhir seperti komedi romantis lainnya yang terlalu dangkal. Masih ada kedalaman cerita yang cukup baik di naskahnya. Sebagai sutradara, Gordon-Levitt pun cukup berhasil membuat filmnya menarik dengan editing cepat yang dinamis hingga pemakaian adegan repetitif yang cukup banyak tidaklah terasa membosankan. Adegan demi adegannya beralih dengan begitu cepat dan menarik. Sedangkan sebagai aktor, sosoknya sesuai sebagai seorang womanizer yang mudah menaklukkan hati wanita lengkap dengan perubahan suara yang ia lakukan tanpa harus terasa dipaksakan. Don Jon pada akhirnya merupakan sebuah debut penyutradaran dan penulisan naskah yang memuaskan, menandakan Gordon-Levitt punya masa depan cerah diluar keaktoran.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar