LONE SURVIVOR (2013)
Konflik militer di Afghanistan yang berlangsung dari tahun 2001 dan belum juga usai hingga sekarang. Selama lebih dari satu dekade sudah puluhan bahkan mungkin ratusan ribu nyawa yang menjadi korban peperangan tersebut. Salah satu kisah tragis nan heroik yang muncul dalam peperangan tersebut adalah sebuah kisah mengenai Operation Red Wings. Operasi itu adalah sebuah operasi yang dijalankan di tahun 2005 oleh US Navy SEAL namun akhirnya malah berujung kegagalan tragis. Hanya satu orang yang berhasil selamat dari menjalankan misi tersebut, dia tidak lain adalah Marcus Luttrell yang akhirnya pada tahun 2007 menerbitkan sebuah buku berdasarkan kejadian tersebut yang ia beri judul Lone Survivor. Bukut itu jugalah yang menjadi dasar Peter Berg menulis naskah film ini. Sebenarnya setelah Battleship yang hancur-hancuran, saya sendiri cukup pesimistis Peter Berg dapat menghasilkan sebuah karya yang memikat. Lone Survivor sendiri memiliki beberapa nama besar di dalamnya mulai dari Mark Wahlber, Emilie Hirsch, Ben Foster, Eric Bana, sampai Taylor Kitsch. Untuk nama yang terakhir mungkin Lone Survivor bisa jadi ajang kebangkitannya setelah tahun 2012 lalu adalah momen hero to zero bagi Kitsch. Dari seorang aktor muda yang digadang menjadi the next big thing menjadi rajanya film box office bomb berkualitas mengecewakan seperti John Carter dan Battleship.
Pada 28 Juni 2005, SEAL team 10 yang bertugas di Afghanistan mendapat misi untuk membunuh salah seorang pimpinan Taliban bernama Ahmad Shah. Maka dikirimlah sebuah tim yang dipimpin oleh Michael Murphy (Taylor Kitsch) untuk melakukan penyergapan. Bersama Michael ada tiga orang prajurti lainnya, yakni Marcus Luttrell (Mark Wahlberg), Danny Dietz (Emilie Hirsch) dan Matt 'Axe' Axelson (Ben Foster). Awalnya misi tersebut berjalan lancar dimana mereka berempat masih bisa saling bercengkerama dna bercanda satu sama lain. Namun semuanya berubah disaat sinyal komunikasi mulai menghilang dan terjadi sebuah hal yang tidak mereka perkirakan. Mereka berempat terjebak di sebuah pegunungan terjal sekaligus dikepung oleh pasukan Taliban yang jumlahnya berkali-kali lipat lebih banyak dari mereka. Jelas Lone Survivor berbeda dengan Battleship. Diluar film ini tidak melibatkan alien dan berbujet jauh lebih kecil, pendekatan yang dilakukan pun jelas berbeda dengan tujuan akhir yang berbeda pula. Jika Battleship murni sebuah film hiburan penuh ledakan yang "bodoh", maka Lone Survivor meski tetap punya banyak ledakan, dibuat sebagai bentuk penghormatan pada mereka para prajurit super tangguh Amerika khususnya yang gugur di medan perang. Ya, ini bukan sekedar pameran ledakan dari Peter Berg.
Dibuka dengan sebuah footage latihan yang ditunjukkan diawal, Berg coba menegaskan bahwa mereka para prajurit Navy SEAL yang akan dikisahkan dalam film ini bukanlah prajurit biasa. Mereka sudah melewati berbagai latihan penuh siksaan berat yang tidak jarang mengancam nyawa mereka. Mereka adalah prajurti yang dilatih supaya bisa melewati batas diri mereka sendiri. Hal itupun tergambar jelas pada saat baku tembak sudah pecah dimana keempat Navy tersebut digambarkan sebagai orang-orang yang terus gigih berjuang sampai titik darah penghabisan dan tetap berusaha mengangkat senjata meskipun fisik mereka sudah benar-benar terluka parah dan rasa takut menyelimuti diri mereka masing-masing. Disinilah usaha Berg untuk memberikan tribute bagi para prajurit ini sangat terasa. Memberikan momen demi momen yang terasa heroik dari para prajurit, untungnya Berg tidak lantas menjadikan mereka berempat sebagai mesin patriotik belaka. Kita masih bisa merasakan bahwa meski telah digembleng sedemikian rupa dan mampu melewati segala batasan fisik, mereka tetaplah manusia biasa yang bisa merasakan takut, cemas dan putus asa. Berkat akting yang cukup baik dari keempat aktor utamanya sisi tersebut berhasil dimaksimalkan.
Tentu saja salah satu kelebihan lain dari Lone Survivor adalah kehebatan Berg mengemas adegan baku tembak yang terjadi. Film ini mempunyai adegan peperangan yang begitu menegangkan. Diawali dengan sebuah momen hening, semuanya terasa begitu intens dan mencekam sesaat setelah desingan peluru terdengar untuk pertama kalinya. Dilengkapi dengan pengemasan tata suara yang memikat, berbagai desingan peluru, ledakan bom dan kehancuran dimana-mana menjadi terasa makin menegangkan. Tidak heran film ini mendapat dua nominasi Oscar untuk tata suaranya, yakni Best Sound Mixing dan Best Sound Editing. Tidak hanya menegangkan, beberapa adegan juga terasa menyesakkan bahkan menyakitkan. Sebagai contoh adalah dua adegan saat keempat prajurit SEAL tersebut jatuh dari tebing dan terus berguling seolah tanpa ujung. Beberapa adegan lain pun sukses membuat saya meringis ngilu saat tanpa sadar diajak membayangkan rasa sakit yang dialami oleh masing-masing karakternya. Jika bicara tentang adegan baku tembak, Lone Survivor memang patut diacungi dua jempol berkat rentetan pertempuran yang terasa begitu intens, menegangkan dan menyesakkan dari awal hingga akhir dengan begitu konsisten.
Sayang jika berbicara adegan diluar pertempuran, Lone Survivor tidaklah sehebat itu. Setiap kali Lone Survivor keluar sedikit saja dari momen baku tembak tensinya menurun. Bahkan paruh akhirnya juga begitu terasa anti-klimaks. Mengatakan Lone Survivor sebagai film aksi tanpa hati juga tidak sepenuhnya tepat. Masih ada beberapa momen penggalian karakter yang dilakukan oleh Peter Berg. Saya sendiri tidak berharap akan ada eksplorasi mendalam tentang masing-masing dari keempat karakter utamanya karena memang fokus utama film ini lebih pada momen peperangan yang terjadi. Hanya saja saya tetap merasa untuk bisa merasakan simpati pada karakternya dibutuhkan pendekatan yang lebih mendalam lagi. Saya akui ending-nya terasa mengharukan, namun itu bukan karena simpati saya pada versi film karakternya tapi lebih karena melihat foto-foto para korban nyata dalam momen penuh kebahagiaan masing-masing. Namun meski terasa kurang mendalam setidaknya Peter Berg sudah memasukkan beberapa pendalaman karakter meski hasil akhirnya kurang maksimal. Secara keseluruhan Lone Survivor adalah film yang begitu menegangkan meski penonton sudah tahu bagaimana akhir filmnya. Film inipun mempunyai karakter pria tangguh yang masih tetap terasa manusia. Bahkan Marcus yang selamat pun bukanlah sosok prajurti super seperti Rambo, dan dia selamat lebih karena faktor-faktor X lainnya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar