THE SECRET LIFE OF WALTER MITTY (2013)
Pamor Ben Stiller sebagai seorang aktor komedi memang tengah meredup dimana terakhir kali filmnya meraih kesuksesan adalah tdi tahun 2011 lalu dalam The Heist. Namun mungkin banyak yang lupa bahwa komedian satu ini punya bakat lain diluar komedian. Dia membuktikan bahwa dia bisa berakting dengan baik seperti dalam Greenberg. Namun bakatnya yang satu lagi adalah menjadi seorang sutradara dimana sampai sebelum ini dia sudah pernyah menyutradarai empat film. Salah satu yang paling terkenal tentunya adalah Tropic Thunder yang dirilis tahun 2008 lalu dan sukses memberikan Robert Downey Jr. sebuah nominasi Oscar. Kali ini Ben Stiller kembali menjadi sutradara untuk kelima kalinya dalam sebuah adaptasi dari cerita pendek berjudul The Secret Life of Walter Mitty yang ditulis oleh James Thurber dan dipbulikasikan pada tahun 1939. Ya, ini adalah sebuah kisah klasik yang sudah berumur lebih dari 70 tahun dan sebelumnya juga pernah diadaptasi ke layar lebar pada tahun 1947. Film ini sendiri sebelum perilisannya sempat disebut-sebut sebagai salah satu yang akan meramaikan ajang penghargaan tahun ini. Pada akhirnya itu memang tidak terwujud karena tanggapan para kritikus pada film ini terhitung mixed. Namun saya tetap tertarik melihat bagaimana visi seorang Ben Stiller terhadap kisah tentang berpadunya fantasi dan realita kehidupan ini.
Walter Mitty (Ben Stiller) adalah karyawan di majalah Life yang bertugas mengurus negatif sebuah foto yang nantinya akan ditampilkan di majalah termasuk untuk sampulnya.Walter sendiri adalah seorang pria pendiam dan pemalu. Dia sering terdiam dan tenggelam dalam lamunannya tentang berbagai peristiwa luar biasa yang ia alami. Tentu saja semua itu hanyalah khayalan Walter semata karena ia sama sekali tidak punya keberanian untuk melakukan hal-hal tersebut termasuk salah satunya adalah mendekati Cheryl Melhoff (Kristen Wiig), rekan kerjanya yang sudah lama ia sukai. Jangankan untuk berkomunikasi langsung, hanya untuk "menyapa" Cheryl lewat sebuah situs kencan online pun Walter ragu-ragu. Suatu hari datanglah permasalahaan disaat majalah Life akan berganti format menjadi majalah online dan akan segera menerbitkan edisi terakhirnya termasuk melakukan banyak pemecatan terhadap karyawan yang dianggap tidak memberikan kontribusi maksimal bagi perubahan majalah tersebut. Untuk edisi terakhir itulah akan dipakai sebuah foto dari Sean O'Connell (Sean Penn) yang selama ini telah cukup banyak memberikan karyanya pada Life. Namun ternyata negatif foto yang akan dipakai tidak ada dalam paket negatif yang diterima Walter. Kini Walter pun harus berpacu dengan waktu untuk menemukan negatif yang hilang tersebut. Kali ini dia pun harus menjalani sebuah petualangan nyata yang tidak hanya berasal dari imajinasinya belaka.
Ben Stiller menyatakan ini adalah proyeknya yang paling personal dan jika melihat hasilnya saya berani menyatakan bahwa ini juga adalah proyeknya yang paling ambisius. Dengan bujet mencapai $90 juta film ini bukan hanya sekedar sajian komedi gila ala Ben Stiller. Bahkan taraf komedinya berkurang cukup jauh jika dibandingkan film-film lain yang ia buat. Masih ada sentuhan komedi tentu saja, tapi secara kuantitas menurun. Semuanya diganti dengan kisah perjalanan spiritual tentang seorang pria yang mencari keberanian untuk menjalani kehidupannya. Walter selama ini terus menjalani hidupnya dalam ruang lingkup yang sempit dan selalu tenggelam dalam lamunan dan imajinasi liarnya. Film ini mengajak kita untuk menelusuri bagaimana Walter perlahan mulai mencoba menghadapi rasa ragu dan takut yang selalu ia alami dan menghalanginya untuk melangkah lebih jauh dan membuat hal besar dalam hidupnya. Perjalanan itu dirangkum dengan visualisasi yang indah. Dengan balutan CGI yang cukup memukau, penggambaran fantasi liar Walter sampai perjalanannya ke berbagai tempat mulai dari Greenland hingga Afganistan tersaji dengan begitu indah. Sinematografi garapan Stuart Dryburgh memang terasa begitu indah. Belum lagi iringan lagu-lagu serta scoring yang amat berhasil menggambarkan semangat dari filmnya.
Meski disini Ben Stiller mengurangi kadar komedinya tapi saya berhasil terhibur dengan berbagai visualisasi fantasi gila dalam kepala Walter. Mulai dari yang sederhana seperti disapa oleh wanita yang ia sukai sampai yang sangat gila seperti pertarungan antara Walter melawan bosnya yang bagaikan pertempuran superhero dan supervillain yang mampu memporak porandakan kota. Perjalanan yang dilakukan Walter pun selalu berhasil memukau saya dengan gambar-gambar indahnya. Namun sayangnya satu hal vital dari film ini justru terasa kurang, yakni substansi ceritanya. Apa yang harusnya mampu tersaji dalam The Secret Life of Walter Mitty adalah perasaan simpati pada sosok Walter. Kisahnya sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari dimana saya yakin mayoritas orang sering melamun dan membayangkan hal-hal luar biasa dan diluar nalar yang dia lakukan. Saya yakin setiap orang sering takut melangkah dan mengambil resiko untuk hal besar dalam hidupnya. Namun petualangan yang dilakukan oleh Walter tidaklah sebegitu inspiratifnya bagi saya. Bagaimana dia pada akhirnya mampu mengalahkan segala rasa takut tersebut dan mengambil langkah besar dalam hidupnya tidaklah terasa spesial dan kurang mengena. Semuanya memang terlihat indah di mata, namun jika bicara masalah rasa film ini tidaklah seindah itu.
Untungnya meski kurang maksimal dalam menghadirkan kisah inspiratifnya, The Secret Life of Walter Mitty mempunyai sebuah ending yang sempurna. Sebuah adegan romantis yang terasa manis langsung dilanjutkan dengan sebuah penutup tentang jawaban dari pencarian Walter yang terasa begitu mengharukan. Ya, saya dibuat hampir menangis saat mengetahui apa sesungguhnya foto yang akan dipakai untuk mengisi sampul edisi terakhir dari majalah Life tersebut. Akting dari Ben Stiller mungkin tidak istimewa tapi dia berhasil memperlihatkan dengan baik bagaimana transformasi sosok Walter Mitty dari seorang laki-laki pendiam, penuh keraguan dan canggung perlahan menjadi pria yang kuat, penuh keberanian, charming dan tidak lagi pemalu. Mungkin pada akhirnya The Secret Life of Walter Mitty gagal menjadi Life of Pi-nya tahun 2013 akibat kedalaman ceritanya yang kurang. Memang Ben Stiller mengurangi kadar komedinya namun film ini masih terasa terlalu ringan dengan segala kisahnya tentang pencarian arti kehidupan. Namun saya tetaplah menikmati film ini, apalagi dengan segala visualisasi gila tentang fantasi liar Walter lengkap dengan sinematografi indahnya. Jangan hanya bermimpi dan berkhayal, namun wujudkan segala impian serta khayalan liar itu dengan berani melangkah lebih jauh dalam hidup.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:super sekali. perlu nyoba ditonton
sayang ga masuk nominasi oscar untuk film editing
Overall sih berasa film ini emang underrated :)
Sy suka segala aspek film ini, sngat menyenangkn untuk dtonton, mulai dri visulisasi yg bgus, akting kikuk ben stiller, smpe panorama islandia yg mengagumkan..
Posting Komentar