HEATHERS (1988)
Melihat judulnya, posternya, sampai deskripsi singkat di halaman atas Wikipedia membuat saya pada awalnya mengira bahwa Heathers adalah komedi-romatis klasik yang klise dari Hollywood. Dengan mudah saya menduga bahwa film garapan sutradara Michael Lehmann ini berkisah tentang seorang gadis remaja bernama Heather yang harus menghadapi berbagai konfik tentang cinta dan persahabatan. Dugaan itu tidak sepenuhnya salah. Memang benar ini merupakan film klasik atau lebih tepatnya cult classic karena diawal perilisannya film ini tidak terlalu sukses (pendapatan $1.1 juta dari bujet $2 juta). Baru setelah beberapa tahun penggemar film ini semakin bertambah banyak. Karakter utama film ini memang seorang wanita yang harus menghadapi berbagai konflik termasuk cinta dan persahabatan. Tapi Heathers bukanlah komedi romantis, apalagi tontonan klise. Film ini justru banyak mengandung unsur komedi hitam dan satir. Karakter utamanya juga bukan bernama Heather, melainkan Veronica Sawyer yang diperankan oleh Winona Ryder. Satu lagi yang pasti bahwa Heathers ternyata berada jauh diatas ekspektasi saya.
Veronica adalah seorang gadis remaja yang cerdas dengan IQ tinggi, tapi seperti yang ia utarakan kecerdasan tersebut ia korbankan demi mendapatkan popularitas. Caranya adalah berteman dengan tiga orang gadis cantik, kaya dan popular di sekolahnya. Ketiga gadis itu punya nama depan yang sama, yaitu Heather. Mereka adalah Heather Chandler (Kim Walker) sebagai pemimpin, Heather Duke (Shannen Doherty) dan Heather McNamara (Lisanne Falk). Veronica terpaksa harus menuruti keinginan para Heather dan mengikuti semua tingkah laku mereka yang sebenarnya tidaklah ia sukai. Bahkan Veronica sampai terpaksa meninggakan sahabat lamanya, seorang gadis cupu bernama Betty Finn (Renee Estevez). Disaat kesabaran Veronica atas segala tingkah laku teman-temannya itu habis, dia bertemu dengan Jason Dean (Christian Slater). Dengan segala kharisma yang ia miliki, mudah bagi Jason untuk membuat Veronica jatuh hati. Bagi Veronica, Jason adalah pria yang keren dan bisa diandalkan. Suatu hari keduanya berencana membalas perbuatan Heather Chandler yang sudah membuat kesabaran Veronica habis. Tapi ternyata pembalasan dendam itu berujung fatal, dan akhirnya makin berkembang luas menjadi rangkaian tragedi yang penuh kematian dan kegilaan sosial.
Saya menyadari ada yang "tidak beres" pada film ini mulai dari adegan pembukanya saat ketiga Heather berjalan membawa tongkat kriket sambil diiringi lagu "Que Sera Sera" yang dinyanyikan Syd Straw. Terasa ada aura creepy yang tidak mungkin muncul dalam film romcom disitu. Sampai akhirnya muncul adegan saat kepala Veronica terkena bola kriket yang dipukul Heather, saya mulai yakin bahwa film ini bukan sekedar romcom seperti yang saya kira. Heathers merupakan sebuah komedi satir yang disajikan dengan cukup ekstrim mengenai berbagai permasalahan di sosial masyarakat termasuk keluarga, sahabat dan pacar. Namun bagian "masyarakat" itu diwakili oleh lingkungan sekolah. Banyak aspek yang disentil dengan baik dan menghadirkan humor yang sangat lucu. Dalam lingkup persahabatan ada kisah yang saya yakin pernah dialami oleh semua penontonnya. Pasti kita semua pernah memendam rasa benci, tidak suka yang luar biasa pada teman dekat kita sendiri tapi lebih memilih untuk memendamnya entah karena rasa takut atau tidak enak untuk mengungkapkannya karena menghindari konflik. Untuk aspek sosial yang lebih luas pun ada banyak hal yang disinggung. Paling utama tentu saja mengenai bagaimana orang-orang menyikapi rangkaian kejadian tragis dengan cara yang "tidak seharusnya." Hal ini sangat sering ditemui di kehidupan sehari-hari. Saya sering mendapati pasca terjadinya hal tragis, yang muncul pada orang-orang bukanlah rasa simpati atau berduka tapi justru berpendapat miring atau malah memanfaatkan momen tersebut.
Sedangkan hal minor mengenai aspek sosialnya bisa kita lihat pada adegan pemakaman. Saya sendiri sering bertanya-tanya khususnya saat melihat berita kematian di televisi dan ada kerabat yang diwawancarai. Saya bertanya "apakah memang orang ini menganggap almarhum adalah sosok sebaik/sehebat yang ia utarakan?". Hal itu dikemas dengan begitu baik oleh Michael Lehmann menjadi sebuah adegan pemakaman yang (ironisnya) amat lucu. Ya, bahkan Lehmann sanggup bermain-main dengan penontonnya disaat membuat mereka tertawa melihat adegan pemakaman padahal yang tersaji bukanlah adegan komedi yang konyol, melainkan sebuah realita yang memang menggelitik. Sedangkan untuk kisah keluarganya memang lebih minim tapi tetap saja mengena. Perhatikan dua kali interaksi Veronica dengan orang tuanya. Dengan setting waktu yang berbeda, jalannya situasi dan dialognya sama, seolah memperlihatkan begitu repetitif dan membosankannya kondisi sebuah keluarga. Adegan itu juga ditambah sebuah adegan lain saat orang tua Veronica menasehatinya tentang bunuh diri tanpa terlihat benar-benar menasehati dia dengan kepedulian, menyentil bagaimana peran orang tua yang tidak bisa mengambil hati dan memberikan kepedulian pada anak turut berperan serta menghancurkan kehidupan anak tersebut.
Disitulah hebatnya Michael Lehmann dalam menggarap film ini. Semua yang hadir disini adalah hal-hal yang nyata dan realitas sehari-hari yang bahkan masih masuk dengan zaman sekarang. Tapi dengan segala realita tersebut, Lehmann sanggup mengemasnya dengan amat sangat lucu tanpa berlebihan. Memang ada berbagai adegan absurd, tapi itu bukan untuk melebihkan faktanya. Apa yang disindir tetaplah sama, tidak dilebihkan, hanya pengemasannya saja yang gila tapi tetap tidak terasa dipaksakan maupun berlebihan. Heathers memang lucu, tapi beberapa selipan komedi hitam membuat film ini kadang bagaikan sebuah teenage horror yang terasa mencekam. Ada banyak kematian bahkan darah pun ada disini. Hebatnya lagi, sampai akhir film ini tetap konsisten dan masih mempunyai sense of humor. Penampilan para pemainnya pun patut mendapat apresiasi. Christian Slater begitu baik disini. Pada awalnya saya melihatnya sama seperti apa yang dilihat oleh Veronica, seorang laki-laki misterius yang keren dengan coat dan pistolnya. Tapi lama kelamaan Slater berhasil menampilkan kegilaan dari sosok J.D. sampai akhirnya meledak, menjadi seorang psikopat yang mengerikan. Winona Ryder dengan ekspresi dan caranya menghantarkan dialog sanggup memancing tawa berkali-kali. Satu lagi, Winona Ryder yang masih berusia 17 tahun disini terlihat begitu cantik. Overall, Heathers diluar dugaan menjadi tontonan yang tidak hanya lucu, tapi juga cerdas dengan berbagai satir sosial yang masih berlaku sampai hari ini. Lehmann tanpa sadar membuat saya mentertawakan sebuah realita yang begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari. Jenius!
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar