IN THE BLOOD (2014)
Film karya sutradara John Stockwell (Dark Tide) ini hanyalah film aksi standar berbujet rendah yang dirilis langsung ke DVD. Secara kualitas pun tampaknya tidak terlalu baik bisa dilihat dari respon para kritikus, dan pastinya jika film ini bagus tidak akan berakhir menjadi straight-to-DVD movie bukan? Jadi kenapa saya mau repot-repot menonton film yang tidak spesial ini? Jawabannya adalah Gina Carano. Kehadiran sosokjuara MMA ini memang menarik perhatian saya untuk menonton In the Blood. Namanya semakin melambung pasca bermain di Fast & Furious 6, tapi Carano benar-benar bersinar saat ia menjadi bintang utama Haywire. Disana dia menunjukkan kebolehannya menjadi sosok female action star yang tangguh dan berkat kemampuannya bertarung sungguhan tiap adegan aksi yang dilakoni Carano jadi terasa makin meyakinkan. Memang penyutradaraan John Stockwell di film ini tidak akan sehebat Steven Soderbergh di Haywire tapi tetap saja menarik melihat aksi Gina Carano sebagai aktris utama. Selain itu film ini juga punya banyak nama-nama terkenal lainnya seperti Cam Gigandet, Luiz Guzman, Stephen Lang, Amaury Nolasco hingga Danny "Machete" Trejo.
Ava (Gina Carano) adalah wanita dengan masa lalu yang keras dimana sang ayah selalu memberikan latihan keras dan menyiksa guna menjadikan Ava wanita tangguh. Tapi baginya semua itu hanyalah masa lalu yang coba ia lupakan khususnya setelah ia menikah dengan Derek (Cam Gigandet). Keduanya memutuskan untuk berbulan madu di kepulauan Karibia tempat keluarga Derek sering berlibur di masa lalu. Awalnya semua begitu membahagiakan bagi mereka berdua, sampai sebuah kecelakaan menimpa Derek saat tengah menggunakan zipline. Derek yang terluka parah pun dibawa dengan ambulans, tapi sesampainya di rumah sakit Ava mendapati sang suami tidak ada disana. Ava pun mulai mencari di rumah sakit dan klinik lainnya tapi Derek masih tetap tidak ditemukan. Pihak kepolisian yang dipimpin oleh Chief Ramon (Luiz Guzman) juga tidak banyak membantu. Karena itulah Ava akhirnya memtusukan untuk mencari sang suami sendirian berbekal kemampuan bela diri dan latihan beratnya selama bertahun-tahun tersebut.
Tentu saja cerita dan naskah film ini sangatlah standar bahkan bisa dibilang buruk. Dasarnya, In the Blood punya premis yang sama dengan Taken, hanya saja gendernya dibalik. Gantikan sosok pria tangguh yang coba menyelamatkan wanita tercintanya dengan seorang wanita kuat yang coba mencari pria yang ia cintai. Dasar cerita yang sudah sangat familiar tersebut dikembangkan lagi dan pada akhirnya menjadi naskah yang buruk disaat duet penulis naskah James Robert Johnston dan Bennett Yellin coba menyelipkan berbagai twist untuk membuat kisahnya lebih kompleks. Tapi apa daya yang terjadi justru bukan membuat In the Blood jadi lebih cerdas tapi justru bodoh. Terasa membingungkan iya, tapi lebih karena jalinan cerita yang buruk dan kejutan yang dipaksakan. Ada dua twist yang dimasukkan dalam film ini, dan keduanya sama-sama terasa bodoh dan dipaksakan. Padahal jika mau memberikan kejutan yang sederhana tapi punya efek yang besar, cukup perlihatkan bahwa pada akhirnya Derek sudah mati, titik. Hal itu niscaya bakal memberikan sentuhan emosional dan sisi tragis terhadap perjuanngan Ava. Tidak perlu menambahkan berbagai tetek bengek konspirasi yang rumit tapi bodoh itu.
Kemudian jika bicara karakterisasi tentu saja In the Blood juga dangkal. Ada usaha memberikan masa lalu kelam bagi Ava yang hanya berakhir jadi tempelan dan memberikan alasan untuk asal muasal kemampuan bela dirinya. Beberapa nama besar dengan peran yang kecil juga tidak bisa dimanfaatkan dengan baik. Luiz Guzman memang cukup baik berperan sebagai polisi antagonis, tapi tetap saja kemampuan terbaiknya adalah komedi. Bukankah lebih menarik jika memberinya peran cameo yang lucu? Sedangkan Danny Trejo tidak mendapat peran super badass. Masih menjadi sosok pria bengis yang kuat, tapi dia adalah Machete! Machete layak untuk tampil lebih gahar dari itu. Pada akhirnya kemunculan nama-nama besar itu hanya memberikan efek "oh itu si A" tanpa memaksimalkan potensi mereka masing-masing.
Tapi mari lupakan segala keburukan cerita dan karakterisasinya. Asalkan potensi Gina Carano bisa dimaksimalkan saya tidak masalah. Memang aspek terbaik In the Blood pada akhirnya adalah Carano, tapi bukan berarti potensinya termaksimalkan. Carano sekali lagi memperlihatkan kemampuan bela dirinya yang luar biasa, tapi John Stockwell mengemasnya dengan mengecewakan. Lebih banyak menggunakan close-up, shaky cam dan pemotongan adegan cepat, aksi Carano tidak terlihat sempurna. Segala hal itu dipakai untuk menutupi aktor/aktris yang tidak jago beradegan aksi, sedangkan Carano tidak membutuhkan itu. Kita cukup memasang kamera yang steady, biarkan Carano beraksi sebebasnya, dan kita sudah mendapatkan adegan aksi yang keren. Porsi drama yang diberikan padanya pun mengecewakan. Gina Carano punya potensi berakting drama, tapi sebagai aktris baru ia membutuhkan sutradara yang lebih baik macam Soderbergh untuk memunculkan porsi ekspresi yang tepat. Menonton Gina Carano masih menyenangkan, karena ia sukses memberikan dimensi baru bagi female action stars. Masih memancarkan keseksian tapi diimbangi kekuatan. Tapi dia butuh film dan sutradara yang lebih dari ini demi kebaikan karirnya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar