THE GOOD LIE (2014)
Ada masa dimana Reese Witherspoon berstatus sebagai aktris besar dengan satu Oscar untuk aktris terbaik sekaligus menjadi American Sweetheart yang dicintai semua orang. Tapi memasuki akhir era 2000-an karirnya meredup. Sebagai aktris, film-filmnya lebih banyak dicerca kritikus, kurang berhasil di pasaran dan punya tipe yang sama, yaitu komedi-romantis tentang cinta segitiga. Sosoknya dibalik layar pun tidak jauh beda setelah perceraian dan "amukan" yang rekamannya tersebar luas pada 2013 lalu. Kemudian pada 2014, Witherspoon seolah banting setir mengesampingkan film-film ringan dan berfokus pada film-film "Oscar-worthy". Dia menjadi produser Gone Girl, juga bermain di Wild, Inherent Vice dan The Good Lie. Film yang disebut terakhir adalah karya terbaru Philipper Falardeau (Monsieur Lazhar) dan terinspirasi kisah nyata orang-orang Sudan yang mengungsi ke Amerika.
Pada tahun 1983 terjadi perang sipil antara Sudan Utara dengan Sudan Selatan. Perang tersebut menghancurkan banyak desa dan menewaskan begitu banyak orang, memisahkan anak-anak dengan orang tua mereka. Film ini bercerita tentang sekelompok anak yang demi menyelamatkan diri harus berjalan kaki melewati padang pasir yang luas untuk menuju Ethiopia hingga Kenya. Setelah menempuh ribuan mil dan begitu banyak kematian, mereka tiba di sebuah pengungsian yang ada di Kenya. Disana ribuan pengungsi ditampung, dijanjikan bakal dibawa keluar ke Amerika. Setelah menanti selama 13 tahun, akhirnya Mamere (Arnold Oceng) dan tiga orang lainnya mendapat kesempatan memulai hidup baru yang mereka harap lebih aman dan nyaman di Amerika. Tapi nyatanya kehidupan baru yang didapat tidak semudah itu. Mereka harus menghadapi konflik baru seperti pekerjaan, gegar budaya dan berbagai urusan berbau birokrasi lainnya di Kansas dengan bantuan Carrie (Reese Witherspoon), seorang agen pencari pekerjaan dari sebuah lembaga amal.
Hal apa yang mencemari manusia dari kemurnian mereka? The Good Lie memperlihatkan ironi disaat apa yang disebut peradaban nyatanya sering menghilangkan kemanusiaan para manusia. Mereka yang hidup di tengah peradaban maju yang katanya lebih berbudaya semakin jauh dari menghargai alam dan menyayangi sesama manusia. Terdengar sebagai sebuah pesan yang standar dalam film, tapi Philipper Falardeau tetap mampu membuatnya menarik. Baik formula penceritaan yang diusung, tema, sampai pesan yang coba disampaikan memang begitu standard/klise. Coba lihat sosok Carrie. Seorang wanita dengan kehidupan dan gaya seenaknya, seolah tidak punya kepedulian pada awalnya yang mengalami transformasi jadi seseorang dengan "hati emas" dan kepedulian tinggi setelah pertemuan dengan karakter lainnya. Memang klise dan begitu kental cita rasa Hollywood yang memuja dramatisasi, tapi Falardeau tahu cara membuat drama klise yang memikat dan tidak dipaksakan.
Tidak dipaksakan adalah disaat karakter Carrie tidak mengalami transformasi yang terlampau ekstrim, karena pada dasarnya dia juga bukanlah seseorang yang sebegitu nyelenehnya. Perubahannya pun jadi mudah diterima. Tidak dipaksakan adalah karena The Good Lie tidak sampai memasukkan sub-plot kurang penting yang bisa mengganggu dinamika cerita, seperti misanya kehidupan romansa Carrie dengan Jack (Corey Stoll) yang cukup hanya di-tease daripada dieksplorasi lebih banyak. Tetap ada sedikit pendalaman tentang Carrie, tapi hanya sekilas hingga tidak mengganggu kisah persaudaraa empat tokoh utamanya (atau lima jika menghitung Theo). Teman togetherness yang diusung cukup kuat meski tidak terlalu "wah" ataupun menyentuh, namun memancarkan kehangatan. If you wanna go fast, go alone. If you wanna go far, go together. Sebuah ungkapan dari Afrika tersebut memang mampu menggambarkan film ini dengan sempurna.
Beberapa sentuhan komedi lewat adegan menggelikan yang menampilkan kepolosan serta benturan budaya yang dialami para Lost Boys juga amat menghibur. Chemistry kuat antara Arnold Oceng, Ger Duany dan Emmanuel Jalk menguatkan drama, menambah kesolidan film ini, membuat segala interaksi begitu nikmat diikuti. Tidak hanya lucu, momen-momen itu juga terasa menjadi sebuah sindiran tentang budaya disaat bersamaan. Sebagai sebuah drama tentang sejarah nyata yang dibungkus kemasan Hollywood kuat, The Good Lie tidaklah jatuh menjadi film over-dramatic yang memuakkan. Sebagai salah satu film yang (diharapkan) menjadi titik balik karir seorang Rese Witherspoon film ini juga berhasil melakukan itu meski peran Witherspoon tidaklah sebesar yang saya perkirakan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar