FAULTS (2014)
Debut penyutradaraan Riley Stearns (suami Mary Elizabeth Winstead) ini adalah contoh bagaimana sebuah twist justru mengurangi kualitas sebuah film alih-alih memberikan kejutan menyenangkan. Saya mendapati usaha Stearns untuk memecahkan misteri yang telah ia tebar dalam filmnya, berusaha merasionalkan semua itu. Tapi tidak semua misteri harus memiliki jawaban. Tidak peduli seaneh apapun, beberapa pertanyaan memang sebaiknya dibiarkan tanpa jawaban, karena tidak semua dalam hidup kita selalu memiliki jawaban pasti. Faults memulai kisahnya dengan begitu baik, begitu mencengkeram, menjadikan 90 menit terasa begitu cepat. Filmnya dimulai dengan suasana ala komedi hitam Coen Brothers yang menggelitik lewat situasi tak nyaman dan karakter dengan perilaku unik. Karakter itu bernama Ansel Roth (Leland Orser).
Ansel adalah seorang aktivis, pembicara, penulis buku, atau apapun itu yang ia kerjakan. Tapi fokus utamanya adalah membicarakan kelompok cult. Ansel berpengalaman membebaskan seorang gadis dari suatu kelompok meski akhirnya sang gadis justru bunuh diri setelah pulang ke rumah. Dari kejadian itulah ia mulai kehilangan segalanya. Uang, pekerjaan, popularitas, bahkan sang istri. Ansel selalu menegaskan tentang "free will", bahwa manusia sudah selayaknya hidup bebas tanpa diatur pola pikir serta tindakannya seperti mereka para anggota cult. Walau begitu Ansel jutru nampak sebaliknya. Dia hidup terkekang khususnya oleh hutangnya kepada sang manajer. Disaat menyuarakan kebebasan Ansel justru hidup jauh dari kata tersebut. Bahkan ia sempat mencoba bunuh diri dengan menghirup asap knalpot mobil. Ironi dan ketidak berdayan Ansel. Dari situlah mayoritas komedi hitamnya berasal.
Mereka dengan kontrol dan yang dikontrol. Kedua belah pihak itu jadi identitas tokoh-tokoh film ini. Semakin kuat setelah masuknya karakter Claire (Mary Elizabeth Winstead). Claire merupakan anggota sebuah cult bernama "Faults". Kedua orang tuanya mendekati Ansel untuk meminta tolong supaya sang puteri bisa kembali lagi pada mereka. Terlihat jelas Ansel sudah tidak ingin melakukan praktek semacam itu lagi, tapi tuntutan untuk membayar hutang memaksanya menerima tawaran itu. Ya, satu lagi bentuk ironi disaat Ansel bertindak diluar kemauannya. Rangkaian "sesi" selama beberapa hari yang ia lakukan untuk menyembuhkan Claire menggali lebih dalam role play tentang kontrol tadi. Pada awalnya dan seperti yang seharusnya, Ansel memegang kontrol saat ia membawa paksa Claire. Si gadis pun tidak berdaya saat harus dikurung dalam kamar hotel. Dia berada di bawah kontrol.
Tapi perlahan semua itu berubah. Kita mulai melihat bagaimana Ansel makin tidak yakin dengan yang ia lakukan, makin tersudut, nampak lemah. Sedangkan Claire yang tadinya tak berdaya justru terlihat semakin mantap, makin memiliki keyakinan dan kekuatan. Kekuatan akting Leland Orser dan Mary Elizabeth Winstead berperan besar dalam terciptanya dinamikat antar kedua karakter. Dari Leland Orser kita bisa melihat kelemahan yang berusaha ia sembunyikan. Terlihat jelas dari usahanya untuk tidak pernah tampak menyedihkan atau gagal meski sebenarnya itu yang terjadi. Ada harga diri tinggi diperlihatkan Orser, namun disaat bersamaan sisi lemah tak berdaya pun begitu jelas. Sedangkan Mary Elizabeth Winstead memancarkan sisi misterius. Meski awalnya nampak rapuh, seiring berjalannya waktu ada tatapan tajam yang menunjukkan keyakinan disitu. Interaksi antara dua sisi berlawanan inilah yang membuat filmnya dinamis.
Semuanya berjalan lancar, bahkan luar biasa karena Riley Stearns pada awalnya nampak begitu berani memberikan sudut pandang lain tentang cult. "Bagaimana jika keberadaan seseorang dalam kelompok itu memberikan kehidupan yang lebih baik? Memberikan kebahagiaan bahkan kebebasan lebih dari yang ia dapat bersama keluarga." Kita bisa melihat itu dari konflik antara Claire dengan sang ayah. Sebuah sudut pandang unik yang berani, karena mayoritas film serupa biasanya cenderung menempatkan cult layaknya iblis, sesat tanpa melihat perspektif lain. Kemudian muncul twist pertama. Sebuah twist yang membawa Faults ke tingkatan abstrak lebih tinggi. Semakin kompleks, sedikit mistis dan terasa unexplainable. Layaknya film-film Coen Brothers seperti Barton Fink, ada kesan abstrak yang menyentuh ranah horror. Saya sangat menyukainya, bahkan sudah bersiap menjadikan Faults salah satu kandidat film terbaik tahun ini. Sampai datang twist kedua.
Inilah sebuah twist yang merusak segala keunikan di atas. Kejutan ini bagaikan usaha Stearns untuk merasionalkan segala keanehan tersebut, yang mana itu tidak perlu. Jawaban itu tidak meninggalkan ruang bagi pertanyaan tak terjawab yang menghantui benak penonton. Justru perasaan semacam itu yang membuat satu film terasa lebih mengesankan. Tapi yang lebih fatal, twist kedua turut mengembalikan perspektif film ini tentang cult kearah lebih umum dan normal. Mengembalikan karakter cult-nya pada posisi yang lebih hitam. Saya tidak sedang mencoba membela kelompok-kelompok cult disini. Saya hanya beranggapan bahwa memandang suatu isu dari perspektif lain untuk menggalinya secara lebih dalam akan memberikan pemahaman yang lebih luas pada isu tersebut.
Verdict: Faults sempat punya segalanya untuk menjadi klasik seperti karya-karya Coen Brothers lewat semua keunikan baik dari sudut pandang cerita maupun alur sebelum twist-nya meruntuhkan potensi tersebut. Tapi diluar itu film ini masih punya kelucuan, keanehan, serta sentuhan drama kuat.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:Twist kedua yang mana maksudnya nih? Waktu ternyata si orangtua Claire ternyata anggota sekte juga? Kok bagiku twist kedua ini justru makin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dan aku ga ngerasa keberatan sama twistnya sih... hehe
Nah itu dia, karena pemaparan jawabannya terlalu gamblang, jadi terlalu jelas. Cult itu misteri beberapa malah mythical, jadi lebih asyik kalau konklusinya ngasih space buat beberapa misteri itu. Jawaban sih cukup dengan clue clue dikit aja
Ahh.. paham aku maksudnya. Iya, twistnya kalo dipikir-pikir sedikit terlalu obvious, justru melunturkan kesan misterius yang susah-susah dibangun yaaa..
Yak, itu dia maksudnya. Konklusinya cuma berasa jadi cerita cult biasa aja
Posting Komentar