COCO BEFORE CHANEL (2009)

Tidak ada komentar
Awal 1900 adalah era dimana para wanita masih identik dengan korset dan segala bentuk pakaian yang menyiksa mereka. Untuk menambah kesan feminin pun mereka gemar menambahkan begitu macam aksesoris pada tiap sisi gaun. Pemandangan tersebut begitu mendominasi hingga kehadiran Gabrielle "Coco" Chanel yang "membebaskan" mereka. Coco menjadi salah satu desainer paling besar bukan saja karena kejeniusannya merancang baju, tapi juga karena keberaniannya untuk membuat perbedaan. Sebagai orang yang tidak begitu memahami dunia fashion, nama seorang Coco Chanel merupakan salah satu sosok yang paling saya kenal. Bukan saja karena merk "Chanel" masih jadi salah satu brand paling tenar saat ini, tapi juga karena berbagai kalimat yang diucapkan Coco masih sangat quotable bahkan hingga kini. Berikut beberapa diantaranya:

"Keep your heels, head and standards high"
"In order to be irreplaceable one must always be different"
"I don't care what you think about me. I don't think about you at all"


Kalimat-kalimat tersebut menunjukkan begitu kuat dan mandiri seorang Coco khususnya sebagai wanita pada masa itu yang tidak lebih dari pelayan dan barang milik laki-laki. Kita memang sudah tahu bahwa dia kuat dan mampu "berdiri sendiri", tapi film ini melakukan ekplorasi lebih dalam. Coco Before Chanel menunjukkan bagaimana ia menjadi Coco Chanel yang dikenal orang saat ini, dan terlebih penting lagi adalah penellusuran tentang apa yang terjadi di balik segala sisi kuat itu. Apa yang ada di benaknya, apa yang ia rasakan. Tentu ia kuat, film ini tidak pernah menyangkal itu. Tapi seperti yang dikatakan karakter Etienne Balsan (Benoit Poelvoorder), Coco juga rapuh walau mungkin hal itu tak pernah ia sadari.
Coco (Audrey Tautou) punya kehidupan masa lalu yang berat. Saat masih kecil ia dibuang oleh sang ayah di sebuah panti asuhan. Setelah beranjak dewasa ia sempat bekerja di sebuah bar kecil sebagai penyanyi hingga bertemu dengan Balsan. Keduanya menjalani suatu hubungan yang rumit. Awalnya bertemu sebagai teman dekat, kerumitan itu muncul saat Coco memutuskan tinggal di rumah mewah milik Balsan. Pada awalnya Coco mengagumi kepintaran Balsan, caranya berbicara, serta relasinya yang luas sebelum akhirnya timbul kekecewaan. Perasaan kecewa hadir saat sang pria mulai posesif dan sering melarang Coco untuk keluar kamar apalagi bertemu dengan teman-teman bangsawannya. Hubungan mereka berdua dikemas begitu menarik oleh sutradara Anne Fontaine dengan menonjolkan kompleksitas yang hadir. Ada ketergantungan besar yang mereka rasakan satu sama lain, tapi benturan kepribadian keduanya menghalangi romansa sempurna yang selalu jadi impian.
Hal itu berlanjut hingga kehadiran Arthur Capel (Alessandro Nivola) dalam kehidupan Coco. Capel adalah rekan bisnis Balsan, sekaligus seorang pria Inggris muda yang begitu tampan. Dia dan Coco pun dengan cepat saling jatuh cinta. Capel adalah cinta sejati Coco, begitu pula sebaliknya. Namun bukan berarti situasi menjadi mudah. Kita tahu bahwa hingga saat kematiannya Coco tidak pernah menikah, dan sepanjang film pun beberapa kali ia bersumpah tidak akan menjadi istria pria manapun. Coco Before Chanel tidak hanya bertutur "kenapa" tapi juga membuat kita sebagai penonton memahami kenapa Coco meilih jalan tersebut. Inilah kisah tentang seorang wanita kuat yang sesungguhnya begitu rapuh karena rasa sakit yang coba ie pendam sedalam mungkin. Caranya adalah dengan mengalihkan fokus pada hal lain untuk mengenang segala memori romansa indah yang menyakitkan itu. Dari situlah segala kesuksesan Coco Chanel bermula.

Saya menyukai bagaimana Anne Fontaine yang juga menulis naskahnya bersama Camille Fontaine tidak berusaha menyajikan kehidpan berat karakternya sebagai suatu melodrama. Sekali lagi Coco wanita kuat apapun yang terjadi, dan film ini bergerak dengan bentuk serupa. Begitu banyak kesedihan hadir namun tidak banyak air mata yang mengalir. Menghadirkan kepedihan memang tidak selalu harus diledakkan secara gamblang. Penonton pun tetap bisa "tenggelam" dalam segala rasa yang muncul tanpa harus merasa terganggu atau dieksploitasi. Dikemas dengan indah dalam segala momen, termasuk scene terakhir yang amat saya sukai disaat para model dan penonton fashion show memberikan standing ovation dan Coco hanya duduk dalam diam sebelum tersenyum haru juga penuh bahagia. What about Audrey Tautou? Sempurna! Dia bisa menangkap tiap kekuatan Coco, ketegasannya, namun disisi lain ada kerapuhan dalam tiap tatapan. Paling penting, Tautou mampu nampak elegan. Kombinasi sempurna antara performa dan kemiripan sosok dengan tokoh yang dimainkan.

Verdict: Coco Before Chanel adalah biopic yang dikemas sederhana namun elegan layaknya fashion style dari seorang Gabrielle "Coco" Chanel.

Tidak ada komentar :

Comment Page: