THE VISIT (2015)
It's been more than a decade since M. Night Shyamalan made a descent movie ("The Village" isn't that bad!). Once hailed as one of the most promising director, nama sang sutradara kini tak ubahnya lelucon pasca membuat empat film yang secara konsisten mengalami degradasi kualitas. Sulit rasanya untuk percaya bahwa kehebatan itu masih dimiliki oleh Shyamalan. Lalu datanglah "The Visit", sebuah horor found footage kecil berbujet hanya $5 juta (film Shyamalan paling murah setelah "Praying with Anger"). Biaya murah berarti skala kecil, tanpa nama besar, dan nihil CGI. Memang penuh kesederhanaan, tapi "The Visit" adalah apa yang sudah lama kita nantikan: Shyamalan return to form! Maybe it's not as good as "The Sixth Sense", but definitely his best movie since "Signs". Dia kembali menebar rasa takut, ketegangan, dan pastinya twist ending yang telah menjadi signature-nya.
Filmnya berkisah tentang dua bersaudara, Rebecca (Olivia DeJonge) dan Tyler (Ed Oxenbould) yang akan mengunjungi kakek dan nenek mereka untuk pertama kali. Keduanya berniat tinggal selama satu minggu sementara sang ibu (Kathryn Hahn) berlibur bersama kekasihnya. Salah satu tujuan kedatangan mereka adalah membuat dokumenter guna mengeratkan kembali hubungan sang ibu dengan orang tuanya yang terpecah semenjak ia kawin lari belasan tahun lalu. John (Peter McRobbie) dan Doris (Deanna Dunagan) pun menyambut hangat kedatangan cucu-cucu mereka. Tapi hanya butuh satu malam bagi Rebecca dan Tyler untuk mendapati keanehan dalam diri kakek dan nenek mereka. Keanehan pertama adalah saat keduanya mendapati sang nenek berjalan sambil muntah-muntah di malam hari. Shyamalan mengemas adegan tersebut dalam balutan atmosfer mencekam plus efek kejut yang mengingatkan pada kemunculan pertama alien dalam "Signs", seolah pertanda sang sutradara telah mendapat sentuhan lamanya lagi.
M. Night Shyamalan tampak menyadari segala keburukan yang menghancurkan karirnya beberapa tahun belakangan. Saat menggarap horor/thriller, ia terlalu berfokus pada konsep tinggi tapi lupa menyuntikkan rasa takut pada penonton. Berbagai twist ending pun bagai parodi atas dirinya sendiri dengan satu-satunya tujuan hanya sebagai efek kejut tanpa memperhatikan koherensi dengan alur. Sedangkan pada genre lain, ia terlalu mementingkan spectacle serta kemegahan CGI (yang bahkan sering tampak murah). Naskah yang lemah cenderung konyol turut diperparah dengan kengototan Shyamalan menyajikan tontonan gritty. Tapi seperti yang saya sebutkan, kali ini dia sudah insyaf. Dengan bujet rendah, mau tak mau ia berfokus pada penghantaran atmosfer serta kekuatan narasi. "The Visit" adalah film yang mengerikan. Suasana mencekam dan kesan disturbing menyengat kuat hasil dari tindak tanduk aneh John dan Doris. .
Ketegangan yang membuat tangan saya menggenggam erat, atmosfer tak menyenangkan yang menyesakkan, hingga scare jump efektif yang membuat saya berulang kali berteriak kencang. Teknik found footage juga dimanfaatkan dengan baik, dimana beberapa pengunaan kamera statis yang menyorot ruangan terbukti efektif membangun rasa cemas dan efektifitas scare jump. Dalam bertutur, Shyamalan akhirnya kembali memperhatikan detail untuk menebar clue, sehingga twist ending-nya tidak membuat penonton merasa ditipu. Kali ini twist-nya tidak sulit ditebak, tapi hal itu semata-mata karena Shyamalan sudah menebar banyak petunjuk. Bahkan jika tidak menyadari clue tersebut, saat jawaban misteri terungkap anda akan bergumam "oh, pantesan tadi..." Ada usaha memasukkan unsur drama keluarga yang meski tak berujung emosional, sudah cukup memberi pondasi supaya karakternya tidak one-dimensional. Akting Olivia DeJonge dan Ed Oxenbould turut membantu. Chemistry kuat membuat keduanya seperti saudara kandung sungguhan. Ed Oxenbould yang baru 14 tahun diluar dugaan memunculkan akting penuh kedewasaan, membuat tokoh anak tak terasa annoying seperti dalam banyak film horor.
One of the most surprising aspect in this movie is the comedy. Ya, film ini memberikan beberapa tawa bagi penonton. Semuanya berawal dari kesulitan Shyamalan membangun tone saat editing. Setelah beberapa percobaan, ia putuskan untuk mengkombinasi horor dan komedi. Tidak hanya menggelitik, sentuhan komedi otomatis menjadikan "The Visit" bukan film yang sepenuhnya "serius". Keputusan tepat, karena beberapa aspek film memang konyol, jadi kalau Shyalaman memaksakan filmnya sebagai horor serius, justru kekonyolan unintentional yang muncul. Dengan begini setidaknya penonton lebih permisif jika mendapati kekonyolan, karena toh filmnya memang tidak berusaha terlalu serius. Kredit lebih bagi sang sutradara yang berhasil membuat komedi dan horor saling mengisi. Dalam beberapa bagian, "The Visit" menghadirkan kelucuan sesaat setelah kengerian (pula sebaliknya) tanpa harus merusak tone. It's scary, but also hilarious at the same time.
"The Visit" is also an interesting take about elderly people. Dengan usia yang semakin bertambah, berbagai symptom gangguan psikologis seringkali muncul. Gangguan tersebut (dementia, schizofrenia, etc.) membuat mereka mulai melakukan tindakan-tindakan aneh yang tak jarang membuat orang di sekitar mereka merasa sungkan atau bahkan takut. Teror dalam film ini mengulik aspek tersebut. Deanna Dunagan sebagai Doris sanggup merealisasikan teror tersebut dalam berbagai cara, bahkan lewat senyuman hangat sekalipun. Apakah tindak tanduk aneh John dan Dorris semata-mata karena pengaruh usia tua? Ataukah ada rahasia mengerikan lain? Pertanyaan itu terus mengiringi perjalanan film yang tak pernah surut menghadirkan kesenangan. "The Visit" patut dirayakan sebagai penanda kembalinya M. Night Shyamalan pada performa terbaik. Sudah saatnya ia berfokus membuat horor/thriller berskala kecil yang mengutamakan atmosfer dan narasi seperti ini. Dia ahlinya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
2 komentar :
Comment Page:A welcome return from Shyamalan :)
gak nge-review mockingjay part 2 ya??
Posting Komentar