STIP & PENSIL (2017)
Rasyidharry
April 20, 2017
Ardit Erwandha
,
Ardy Octaviand
,
Arie Kriting
,
Bene Dion
,
Comedy
,
Ernest Prakasa
,
Gita Bhebhita
,
Indah Permatasari
,
Indonesian Film
,
Joko Anwar
,
Lumayan
,
Rangga Azof
,
REVIEW
,
Tatjana Saphira
36 komentar
Negeri ini masih bodoh. Kalau cerdas, mana mungkin masyarakatnya dapat digiring persepsinya melalui pembodohan atas nama agama. Tapi di mana akar permasalahannya? Melalui naskahnya, Joko Anwar menyiratkan bahwa semua berasal dari dasar saat kita masih belajar baca tulis bermodalkan stip dan pensil. Bahwa segala kesempitan akal, kebodohan, rasialisme, pola pikir yang mendahulukan perut daripada otak, disebabkan minimnya ketersediaan pendidikan layak sedari dini. Di tengah banyolan-banyolan, Stip & Pensil coba menghadirkan relevansi atas gambaran negeri kita tercinta ini.
Menarik kala banyak pihak mengatasnamakan hak asasi lalu membela rakyat kecil, menyalahkan orang berduit dan pemerintah, Joko memancing jalannya nalar penonton dalam memandang sebuah kondisi. Bagaimana jika sinisme pada orang kaya menutupi objektivitas kita? Bagaimana jika pemerintah telah melakukan tindakan tepat sesuai hukum tapi kita dibutakan perasaan, begitu saja membela rakyat miskin yang sejatinya juga keliru? Tengok empat protagonis film ini, Toni (Ernest Prakasa), Bubu (Tatjana Saphira), Saras (Indah Permatasari), dan Aghi (Ardit Erwandha), sekelompok siswa SMA kaya yang mengeksklusifkan diri, egois, nihil kepedulian. Setidaknya itu menurut teman-teman satu sekolah mereka.
Kesampingkan setting sekolahnya, terdapat cerminan masyarakat kita secara umum. Edwin (Rangga Azof) dan teman-teman menganggap diri paling benar serta memandang orang lain dari kulit luar. Sementara Richard (Aditya Alkatiri) si YouTuber/jurnalis dadakan bak media yang enggan meninjau fakta, seenak jidat mewartakan cerita. Ingin melenyapkan stigma negatif itu, Toni dan kawan-kawan mengikuti lomba esai nasional bertema "sosial masyarakat", bersaing dengan kelompok Edwin yang menganggap langkah itu bentuk cari muka belaka. Sebaliknya, karena merasa tema Edwin dangkal, keempat protagonis kita memutuskan terjun ke lapangan membangun sekolah darurat untuk anak-anak di perkampugan kumuh, bukti kinerja nyata, bukan omong belaka. Ketika kini topik politik tengah terangkat, tentu anda familiar dengan berbagai penokohan itu.
Sejak dulu Joko Anwar memang ahli mengawinkan aspek-aspek naskahnya (karakter, konflik) dalam porsi kecil sekalipun dengan kondisi negeri ini. Caranya subtil. Sekilas hanya paparan fiktif, namun sesungguhnya cerminan realita. Salah satu yang paling menggelitik sekaligus menampar di sini adalah kala warga kampung bergunjing soal Koko Salim, seorang etnis Cina penjual mie ayam. Di akhir pembicaraan, Mak Rambe (Gita Bhebhita) bertanya pada ketua kampung, Pak Toro (Arie Kriting), apakah Ko Salim merupakan warga setempat. Obrolan tersebut tentu merujuk kepada perdebatan tentang pribumi/pendatang yang belakangan sedang memanas. Stip & Pensil bagai mengandung easter eggs berisi kumpulan isu-isu di Indonesia.
Sindiran-sindirannya komikal, membaur dengan komedi berupa kejenakaan tokoh-tokohnya yang lagi-lagi kerap menyentil sekelompok kalangan tertentu. Turut mendapat kontribusi Ernest Prakasa dan Bene Dion Rajagukguk (Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1), naskahnya cerdik merangkai humor playful berbasis absurditas situasi maupun tingkah karakter. Piawai pula sutradara Ardy Octaviand (3 Dara, Coklat Stroberi) membangun kelucuan, termasuk memaksimalkan penggunaan musik garapan Aghi Narottama seperti saat keempat protagonis berusaha meminta kembali kursi sekolah mereka dari pemilik warung yang diperankan Yati Surachman.
Di jajaran cast, Indah Permatasari dan Tatjana Saphira selaku dua sosok berlawanan mencuri spotlight. Saras paling ekspresif dibandingkan teman-temannya, dan melihat Indah bertingkah "brutal" saat tak ragu menghantam objek amarah dengan kursi serta totalitas ekspresi besar (baca: lebay) guna menyikapi kekonyolan di sekitarnya sungguh memuaskan. Sebaliknya, Bubu adalah "si bodoh" dalam kelompok, kerap terlambat memahami sesuatu, mendadak berbuat aneh semisal bernyanyi Yamko Rambe Yamko, sampai memasang raut clueless. Kepolosan wajah Tatjana sempurna mewakili ciri-ciri tersebut.
Kembali ke naskah, sayangnya Joko gagal menawarkan proses memuaskan menuju konklusi beberapa problematika utama. Stip & Pensil berakhir dengan gambaran ideal masyarakat, tapi lalai menjabarkan proses ke sana. (Spoiler Alert) Selain perubahan sikap instan para antagonis, ada kelemahan soal tuturan tentang relokasi (atau penggusuran terserah pandangan anda). Benar bahwa ada keluhan karakter Yati Surachman soal air, gambaran kampung kumuh, sampai buruknya fasilitas pendidikan, namun semua itu bukan pemicu kesediaan karakter direlokasi. Proses pemahaman warga ditiadakan, langsung melompat ke konklusi, menciptakan pergerakan alur luar biasa kasar. Jika itu bentuk kesengajaan selaku sindiran ("mereka protes karena terlanjur menutup mata dan menolak memahami") terhadap sikap warga antara pra dan pasca relokasi, maka kelemahan terletak pada kurang mampunya Ardy Octaviand merangkai dua sisi kontras itu secara rapi agar mampu menggelitik.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
36 komentar :
Comment Page:Untuk worth to watch, The Guys atau Stip & Pensil bang?
Saya udah nonton ini dan kurang puas pada pendalaman karakter yang.. Seadanya..
1/3 bagian akhir juga aneh. Ada keterpaksaan memasukan unsur "cinta" yang sebenernya nggak kelihatan banget dari awal.
Saya lebih menunggu si ucok dan emaknya serta arie kriting yang tampil ketimbang 4 protagonis utama.
Nyesel? Dikit, karena dibayarin..
Dan penyelesaiannya itu.. Duh..
Lah dari rating-nya aja udah kelihatan kan? Hehe.
Hehe yap, jelas Stip & Pensil
Penutupnya memang kurang oke, tapi ya ada asumsi seperti yang saya tuliskan itu :)
Ketika di setiap bulan yang sama Raditya Dika dan Ernest Prakasa bersaing secara sehat lewat film. Bakalan ngelampauin kayak CTS vs Hangout gak bang ?
Susah. Keduanya paling sama-sama mentok di 500 ribu. Ada Kartini & minggu depan ada GotG 2
Akhir bulan, budget nonton tipis. Penasaran sama film ini tapi pengen nonton Kartini juga. Ada saran bang?
Kalau cuma pilih 1, Kartini. Kalau mau nyicil (1 bulan ini 1 bulan depan), Stip & Pensil dulu yang kemungkinan turun layarnya lebih gede.
Sama-sama susah minimal buat 1 juta penonton ya bang ? Stip & Pensil (Ernest) bakalan ngelampauin The Guys (Radit) gak nih bang ? Ketawa yang saya keluarin lebih banyak di Stip & Pensil dibandingin The Guys, hehehe.
Setelah nonton film Stip & Pensil kok kesannya film ini terburu-buru ya? apalagi dibagian akhir, kaya pingin cepat2 habis durasi. Apakah kali ini Stip & Pensil dan The Guys film terlemah dari masing2 Ernest dan Dika?
Stip & Pensil kan Ernest cuma aktor dan sedikit sumbang insight di bagian komedi. Kalau Ernest as actor banyak yang jauh lebih jelek. Tuh Comic 8. Kalau Dika sebagai penulis naskah doang, Kambing Jantan & Maling Kutang di awal karirnya itu menurut saya paling kurang oke
Mee too, sayangnya susah juga. Beda sama CTS (start di bawah Hangout tapi lebih tahan lama) yang minim pesaing, Stip & Pensil bakal diserbu film-film blockbuster Hollywood dengan basis penonton besar di Indonesia.
Paragraf pertamamu bang, nampol sekali. Memang sangat butuh hiburan selepas hasil pilkada kemaren :(
Draft pertama review ini sebenernya sangat politikal karena filmnya relevan & beberapa orang di belakangnya ada di posisi "menarik". Tapi daripada ngerusak fokus ya sudah :)
Akhir tahun memang bikin film Indonesia laris manis. Mungkin kalau ditayangin pas libur lebaran minimal bisa 1 juta penonton kali ya. Diapit sama FF8 sma GotG 2 sih.
Yah, demi proporsionalitas review timbang memancing debat tak berujung di kolom komentar. Lelah abang ;( . Ntar bolehlah liatin draft awalnya via japri :p
Oh nggak masalah debat panjang di komen, udah sering :D
Sayangnya semua draft selalu langsung hapus hehe
Lebaran tahun ini semoga Sweet 20 bisa sampai sejuta :)
Gk sabar nunggu review A Ghost Story... Hantunya lucu.
AMIN, nah itu remake dari Miss Granny yang ditunggu pas libur lebaran.
Paragraf I nya menohok banget. Memang kmrn itu pilkada paling memuakkan ya..
Yg nulis endingnya bukan Joko Anwar kayaknya mungkin asma Nadia , menurut pengamatan saya mungkin film ini terlalu ambisius utk memasukan semua problematika dan membuat semuanya masalahnya terselesaikan dan itu bukan menjadi penyelesaian yg baik tapi terasa aneh apalagi yg paling akhir
Serem itu, kan hantu cinta masa lalu :D
Sayangnya rasa muak itu sepertinya bakal bertahan melihat dampaknya :(
Hahaha Asma Nadia. Tapi agak ragu sebenarnya Joko miss masalah itu, ada kemungkinan intensinya seperti yang saya tulis, cuma eksekusinya kurang tepat jadi kelihatan kasar
Tolong bikin artikel tentang fil film underatted yang layak tonton bang
Setujuu. Agama akan jadi tameng utk perbuatan2 melanggar hukum & ketertiban.
Bang review film Beth dong...filmnya Ine febriyanti
Ada yang tau gak lagu yang di bagian akhir film itu judulnya apa? Mau cari dimana yaa?? Mohon info.. trims
Barusan aja nonton. Bener kuat di naskah, cuman eksekusi banyak yang timingnya miss. Soal konklusi setuju banget, apa emang ada bagian yang di ilangin atau gimana gatau deh, melihat ernest dan bene (kalo ga salah) juga ikut andil dalam pengembangan naskah.
Ernest & Bene cuma andil di part komedi, itu juga cuma kasih tambahan, bukan tulis keseluruhan
ada yang tau ngk lagu di bagian akir film setip dan pensil. mohon info ny y, Terimakasih!!!
Ada yg tau lagu bagian akhir dari film stip dan pinsil ga.... ???
Ada yg tau lagu bagian akhir dari film stip dan pinsil ga.... ???
UP
Posting Komentar