MY LIFE AS A COURGETTE (2016)
Rasyidharry
Mei 17, 2017
Animated
,
Céline Sciamma
,
Claude Barras
,
European Film
,
Germano Zullo
,
Gilles Paris
,
Morgan Navarro
,
REVIEW
,
Sangat Bagus
,
Sophie Hunger
16 komentar
Menyoroti kehidupan anak-anak yang kurang beruntung, My Life as a Courgette (berjudul lain My Life as a Zucchini) memanfaatkan medium animasi untuk memfasilitasi persinggungan paparan realita kelam dengan keceriaan dunia bocah. Claymation buatan sutradara Claude Barras selaku adaptasi novel Autobiographie d'une Courgette karya Gilles Paris ini jelas ditujukan bagi kalangan penonton dewasa yang telah mampu memahami nasib malang para tokoh di dalamnya, sehingga dapat mengapresiasi betapa bernilai kandungan kisahnya. Sebuah hidden gem yang berhasil menyelinap masuk ke jajaran nominasi Best Animated Feature pada Oscar 2017.
Courgette. Demikian Icare dipanggil oleh sang ibu yang menjadi alkoholik semenjak ditinggal kabur suaminya. Courgette gemar mengurung diri di kamar, entah mencoret-coret dinding, menerbangkan layangan bergambar ayahnya dalam kostum pahlawan super (gambaran ayah ideal setiap anak), atau menyusun kaleng bir sisa ibunya. Sampai suatu peristiwa memaksa Courgette tinggal di panti asuhan bersama anak-anak lain yang juga memiliki orang tua bermasalah, termasuk Camille, anak baru yang memikat hatinya. Persahabatan, cinta, keluarga. Sisi-sisi kehidupan tersebut dihadapi anak-anak dengan kesamaan nasib itu.
Lingkup narasi terbatas di panti asuhan, tersusun atas rangkaian peristiwa yang dialami Courgette, sebutlah jadi korban bully Simon, menjalin kedekatan dengan polisi bernama Raymond, bertemu Camille hingga terlibat lebih jauh dalam seluk beluk kehidupan sang gadis, dan sebagainya. Sekilas cenderung episodik, namun naskah yang dikerjakan keroyokan oleh Celine Sciamma, Claude Barras, Germano Zullo, dan Morgan Navarro bisa merangkai satu kesatuan utuh, menekankan bahwa semua itu adalah proses alamiah dan saling terkait. Bagai tanpa skema besar karena tidak memakai pola narasi standar tiga babak, tapi sesungguhnya kebersamaan anak-anak itulah skema besarnya.
Kesubtilan cerdik turut mengiringi penceritaan. Salah satunya berbentuk eksposisi tersirat melalui baris kalimat soal karakter. Ketersiratan ini mempunyai beragam fungsi. Alasan Raymond sangat perhatian pada Courgette urung dijabarkan gamblang demi menghindari melankoli berlebihan. Ada pula cerita Simon tentang masa lalu Alice, di mana ia menyebut Alice selalu mimpi buruk tiap malam dan ayahnya dipenjara akibat melakukan hal menjijikkan yang tidak Simon pahami. Keputusan tepat sebab berbeda dibanding pencurian, alkoholisme, atau permasalahan orang tua tokoh lain, pelecehan seksual bukan tindak familiar untuk bocah. Menjabarkan gamblang bakal membuat tak selaras dengan perspektif anak yang filmnya pakai.
Terkait kesubtilan, My Life as a Courgette juga menyertakan simbolisme yang mewakili poin narasi maupun gagasan film. Acap kali burung nampak melewati proses membuat sarang, bertelur, lalu merawat anak. Aktivitas penuh kasih sayang terhadap anak, berkebalikan dengan sikap orang tua manusia di sini. Sedangkan di satu kesempatan yang menegaskan pula status filmnya sebagai animasi dewasa, Camille membaca The Metamorphosis karya Franz Kafka, novelet mengenai usaha tokoh utama menyesuaikan diri dengan kondisi barunya (monster serangga) yang mendorong penolakan keluarganya. Kisah itu mencerminkan situasi Camille sendiri.
Meski mengusung tema kelam, My Life as a Courgette enggan bermuram durja. Sebagaimana telah disinggung, medium animasi mewadahi keceriaan anak-anak. Meluncur bahagia di tengah pegunungan bersalju, menari mengikuti musik elektronik menghentak, atau sekedar berpose usil di depan kamera, semua itu cukup memancing tawa, mengingatkan betapa anak-anak tersebut semestinya berkesempatan menikmati kegembiraan murni alih-alih terjebak di tengah ego mencekik orang dewasa. Pilihan ending positif yang menyoroti harapan menegaskan posisi filmnya bukan sebagai eksploitasi kesengsaraan. Makin indah pula filmnya berkat Animasi menawan yang memperhatikan detail warna sekaligus pencahayaan natural ditambah iringan lagu akustik lembut Sophie Hunger.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
16 komentar :
Comment Page:Bang ini bisa ditonton anak-anak SD gak?
Tapi sayangnya karakter anak-anak lain kecuali tokoh utama radah kurang di eksplor hanya sekedar di informasikan lewat obrolan..padahal anak-anak lain nya punya permasalahan yg berbeda yg akan lebih bermakna kalo dijabarkan lebih jauh..
Kalau SD mungkin jangan dulu kecuali benar-benar yakin bisa menjelaskan & mengarahkan soal seks, kekerasan, dll. Mungkin orang tua coba tonton dulu sebelum ajak anak :)
Kita tahu nama, kepribadian & gambaran masalah mereka itu cukup kok. Judulnya aja My Life as a Courgette, jadi bener kalau fokusnya condong ke Courgette. :D
Hehe okedeh bang, tadinya saya mau langsung nobar bareng adek saya, tapi sepertinya memang saya harus nonton duluan 'buat jaga-jaga'. Pernah loh temen saya kecolongan nonton Anomalisa bareng adeknya yang masih SMP. Dia tahu itu bukan kartun untuk anak-anak, tapi tidak menyangka akan ada adegan seksnya. Kalo menurut saya itu bahkan lebih 'dewasa' dibanding Sausage Party.
Ya juga sih kalo melihat dari judul nya ...
Bdw ada niat review film personal shopper gak..
Banyak review blog lain bilang itu film bagus..
Pengen tahu pendapat admin dgn film itu ?
Gampangnya lihat klasifikasi rating dulu. Buat bocah paling aman dikasih rating PG, atau PG-13 macam My Life as a Courgette dengan catatan dapat bimbingan selama menonton. Nah, kalau Anomalisa & Sausage Party karena rating R perlu tes tonton dulu :)
Segera menyusul kalau Personal Shopper :)
Kukira ini film yang akan bikin nyesek, dari waktu itu mau nonton tapi belom jadi-jadi. Thankyou reviewmuu, akan kutonton dalam waktu dekat berarti :3
Wajib! :)
Bang bakalan review the autopsy of jan doe?
Thanks bang, now I know :) Akhirnya tadi malem saya tonton, dan adegan yg paling menyentuh itu saat anak-anak panti lihat seorang anak dicium ibunya pas maen ski. Hmmm terasa emosinya, pengen rasanya langsung rangkul mereka satu persatu (meski kartun, haha). Btw seumur hidup saya lihat kartun, tetep yang membekas di hati itu Toy Story 1&3 :')
Damn that scene. Keheningannya bikin merinding.
Me too. Orang rentang umur pertengahan sampai akhir 20an kemungkinan besar Toy Story paling membekas
Udah kok tapi review pendek bareng beberapa film lain
waduh, tema film seperti ini yang saya suka..
"tentang anak2 yg berbeda"
tapi sayang kok animasinya kayak gitu ya..
"Kayak gitu" gimana? Karena kualitas stop-motion clay-nya bagus, detail cahaya dan warna juga. Kalau soal muka anak-anaknya sih sebatas style animatornya aja :D
Posting Komentar