102 NOT OUT (2018)
Rasyidharry
Mei 07, 2018
Amitabh Bachchan
,
Bagus
,
Comedy
,
Drama
,
Hindi Movie
,
REVIEW
,
Rishi Kapoor
,
Saumya Joshi
,
Umesh Shukla
16 komentar
Film Indonesia, khususnya melodrama, patut mencontoh
pendekatan sineas-sineas Bollywood belakangan, dalam usaha menguras air mata
penonton. Kecenderungan film lokal (ingat, “kecenderungan”, bukan “semua”)
bakal menempatkan tokoh utama di titik terendah maupun penyakit terparah. Dia
menangis, meratap, terus berjuang, tapi sungguh perjuangan yang teramat berat.
Penonton mesti dibuat merasa betapa menderita perjuangan tersebut. Produk
Bollywood, punya kecenderungan sebaliknya, di mana tokoh utama memilih tersenyum,
mencari sisi positif sembari mencari jalan keluar yang seringkali unik. Bukan
kesedihan karakter yang menyentuh, tapi bagaimana ia enggan berkubang di
kesedihan meski dihantam beragam problematika.
102 Not Out yang diangkat dari pertunjukan panggung
buatan Saumya Joshi (juga merangkap penulis naskah filmnya) menampilkan tokoh
utama seorang kakek berusia 102 tahun yang berjiwa muda. Dattatraya Vakharia (Amitabh
Bachchan) namanya. Kakek ini sedikit “gila”, tapi bukan tipikal tokoh pria tua
mesum macam yang diperankan Robert DeNiro dalam Dirty Grandpa (2016) misalnya. Dattatraya gemar bersenang-senang,
tapi lebih dari itu, ia ingin sang putera, yang juga telah menginjak usia
senja, merasakan kesenangan serupa. Berbanding terbalik dengan sang ayah, Babulal
“Babu” Vakharia (Rishi Kapoor) yang “baru” 75 tahun, hidup dengan kekakuan
rutinitas membosankan.
Pengecekan medis rutin walau tak menderita sakit, menu
makanan sehat, bahkan lama waktu di bawah shower
pun dibatasi tak boleh mencapai 15 menit dengan cara memasang alarm, sebab
lebih dari itu, ia yakin penyakit bakal menyerang. Sudahkah saya menyebut Babu
tidur memakai selimut yang sama selama 60 tahun? Maka tersentaklah ia begitu
sang ayah mengacaukan segala rutinitas itu kala mengumumkan niat memecahkan
rekor dunia sebagai manusia tertua. 118 tahun, alias 16 tahun lagi jadi target.
Di sini kekonyolan mulai mengisi. Meyakini bahwa tinggal bersama kekakuan Babu
bakal membuatnya cepat mati, Dattatraya melakukan hal mengejutkan: mengirim
puteranya sendiri ke panti jompo!
Sutradara Umesh Shukla (All
Is Well, Oh My God) membuka 102 Not
Out dengan sekuen animasi ditemani lagu jazz Kuch Anokhe Rules yang dibawakan Armaan Malik. Kombinasi tersebut
menghasilkan suasana ceria yang menegaskan tone
film secara menyeluruh, meski membahas perihal serius soal masa tua dan
hubungan ayah-anak. Seperti judul lagu di atas yang berarti “beberapa aturan
unik”, Dattatraya memberi berbagai persyaratan tak biasa yang harus dijalankan
Babu supaya ia diperbolehkan tetap tinggal di rumah. Syarat-syarat aneh yang membuat
bukan cuma Babu, tapi penonton pun garuk-garuk kepala, pula berfungsi memancing
tawa di awal. Namun begitu intensi tiap persyaratan itu diungkap, 102 Not Out mulai memancing bentuk emosi
lain: haru.
Tentu ada dramatisasi di situ, namun air mata yang mengalir
di pipi saya (serta banyak penonton lain bahkan setelah lampu teater
dinyalakan) disebabkan hal-hal murni yang mudah membuat penonton terikat karena
amat mungkin terjadi di kehidupan nyata. Sebuah napak tilas masa-masa indah
yang telah lalu tatkala senyum bahagia masih menghiasi bibir karakternya. Rishi
Kapoor menangani masing-masing napak tilas itu dengan sensitivitas tinggi.
Melihatnya, saya ikut terlempar menuju memori atas kenangan-kenangan serupa.
Sedangkan Amitabh Bachchan menyimbangkan absurditas pria 102 tahun penuh energi
dengan paparan kasih sayang seorang ayah. Menjalani reuni setelah terakhir
berkolaborasi di Ajooba pada 1991
(ini kali keenam mereka berduet), keduanya menjalin chemistry ayah-anak solid meski selisih usia mereka cuma 10 tahun
dan belum lama ini terlibat konflik akibat tudingan Rishi Kapoor dalam
otobiografinya bahwa Amitabh tak mengharai para co-star.
Sepanjang 102 menit (kesamaan judul dan durasi yang entah
disengaja atau tidak), intensitas mampu terjaga konsisten berkat permainan
tempo efektif Umesh Shukla yang memaparkan tiap titik seperlunya tanpa perlu
berlarut-larut. Tangis haru kemungkinan besar bakal hadir, tetapi anda takkan
berujar “this is so sad, I want to cry”,
melainkan “what a beautiful relationship,
what a beatiful life”. Keindahan itu yang akan menyajikan haru. Pun twist yang menanti di ujung bukan dipandang
selaku eksploitasi penderitaan, namun satu lagi alasan mengapa hidup wajib
dijalani dan dirayakan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
16 komentar :
Comment Page:Nih tayang di bioskop Indonesia gak yaa bang?
Film-film bollywood makin keren ya bang, semakin berani mengangkat isu sosial dari berbagai aspek kehidupan, disajikan detail tapi menghibur dan punya semacam ‘nyawa’ untuk memberikan emosi terhadap penonton.
@Billy Tayang, dari Jumat kemaren
@Iris Nah itu. Isunya tepat sasaran, dalem, tapi kok ya bisa fun. Itulah kalo bikin film pake hati :)
mantap nih reviewnya ane udah nonton,emang bner2 wonderful...
Berharap tayang di kendari jg. Dulu sy paling anti bollywood namun sekarang sy menggemarinya temanya beragam dan dekat dgn kehidupan sosial di indonesia
Bang rasyd rekomendein dong film. Bolywood yg bagus2
@agoesinema Sayang sih emang, kebanyakan Bollywood, apalagi kalau bukan SRK cuma tayang di Jakarta dan sedikit kota lain.
@Pajri Mulai dari film-film Salman Khan & Aamir Khan dulu coba.
Mas rasyid.. gak ada niatan review "prekuel"nya wiro sableng yg judulnya 212 the power of....?? Wkwk
Ada joged-jogednya ga mas??
Aduh lagi2 gak tayang di Surabaya Kayaknya nih. Pad Man Yg lalu pun nggak tayang di Surabaya.
@Chan Nggak sudi keluar duit buat orang-orang itu :)
@dimas Cuma ada montage dibarengin musik beberapa kali, bukan jadi sekuen musikal tradisional Bollywood tapi.
mau nonton cuman ada di cgv
yg paling deket cgv yg GI
sedih deh tiketnya kemahalan πππ
@Teguh Loh, di Bella Terra kan murah. Nggak sampe sejam dari GI
Berati mirip mirip kal ho naa ho nya SRK ya bang? Ane dari dulu sampai skrg masih suka nonton film2 india, entah kenapa film2nya yg bertema sosial berasa sama dengan keadaan di negeri kita.. Jd selalu ada pertanyaan "kenapa film2 kita gak pernah ada yg kek gitu ya?..
@Imam Eh? Mirip gimana? Kal Ho Naa Ho kan romcom.
Nggak cuma kita, bahkan Hollywood aja nggak sebagus Bollywood soal kombinasi kritik sosial tajam & hiburan. Dan film kita kecenderungannya, kalo bahas kesulitan hidup, karakternya dibikin semenderita dan sesedih mungkin.
kalo mau yg nyindir isu sosial saya memang prefer bollywod,
kalo lg butuh romcom saya tonton korea (series),
butuh yg sedih sedih menyesakan hati nonton korea/asian movie
kalo butuh ketawa terpingkal pingkal nonton thailand movie(komedinya cocok dengan selera saya dan kayanya sama juga dengan kebanyakan orang indo)
Posting Komentar