VENOM (2018)

29 komentar
Di film ini, Eddie Brock kebingungan saat kerap mendengar sebuah suara yang selalu menyebut “kita”, seolah ia dan suara tersebut merupakan satu kesatuan. Tentu bukan, tapi seiring waktu, keduanya mulai selaras, berbeda dibandingkan filmnya yang justru mengidap krisis identitas lebih besar ketimbang sang protagonis. Terkadang Venom ingin menjadi studi karakter serius dibumbui sentuhan body horror (dengan rating PG-13), namun di lain waktu, film garapan sutradara Rubern Fleischer (Zombieland, Gangster Squad) ini adalah buddy comedy yang aneh.

Unsur buddy comedy memang akhirnya merupakan poin terbaik film ini, atau tepatnya, satu-satunya hal positif yang dapat dibanggakan. Salah satu alasannya, karena sub-genre tersebut cocok dengan sang titular character, karena tidak seperti banyak miskonsepsi publik, Venom adalah “pelindung yang mematikan” (silahkan baca komik Venom: Lethal Protector atau Planet of the Symbiotes selaku inspirasi terbesar filmnya) , bukan pembunuh berantai psikopat yang perlu dibungkus lewat pendekatan brutal, penuh darah, dan rating R.

Kisahnya dibuka melalui perkenalan terhadap Eddie Brock (Tom Hardy), jurnalis idealis yang terlibat masalah, setelah dalam sebuah wawancara tak mampu menahan diri mengonfrontasi Carlton Drake (Riz Ahmed) perihal rahasia kelam yang coba dikubur rapat-rapat oleh perusahaan miliknya, Life Foundation. Carlton sendiri menyimapn agenda rahasia untuk menyatukan entitas alien bernama Symbiote dengan manusia, supaya ia dapat menciptakan spesies hibrida yang diharapkan memberi jalan keluar bagi kondisi Bumi yang tengah sekarat. Eddie mencium aroma mencurigakan, tapi sebelum sempat bertindak, Riz mampu membungkamnya, membuatnya kehilangan pekerjaan, reputasi, juga sang kekasih, Anne Weying (Michelle Williams).

Venom bergerak selama satu jam membangun konflik-konflik di atas, menahan penampakan Symbiote—yang salah satunya berkeliaran mencari inang pasca kabur saat roket milik Life Foundation jatuh—seminimal mungkin. Jangan harap Venom muncul seutuhnya sebelum 60 menit pertama bergulir, yang mana bukan masalah andai naskah buatan Jeff Pinkner (The Amazing Spider-Man 2, Jumanji: Welcome to the Jungle), Scott Rosenberg (Armageddon, Spider-Man), dan Kelly Marcel (Saving Mr. Banks, Fifty Shades of Grey) mampu memaparkan perjalanan menarik. Dialognya nihil kreativitas, pula tidak dibarengi elemen dramatik meyakinkan yang memfasilitasi talenta Tom Hardy. Setidaknya ia lebih beruntung daripada Michelle Williams, yang walau menghibur, dapat digantikan aktris lain tanpa menghadirkan dampak besar.

Awalnya Venom tampil serius, tetapi begitu Eddie memperoleh Symbiote-nya sendiri, filmnya berpindah jalur layaknya pengendara mobil mabuk yang menabrak pembatas jalan sebelum tiba-tiba memutar balik. Eddie mulai bertingkah aneh. Menyulut kekacauan di restoran, berendam di akuarium dan coba memakan lobster hidup. Hardy total berkomitmen dalam melakoni kegilaan Eddie, biarpun tampak jelas, tidak peduli seberapa berbakat sang aktor, komedi bukanlah bakat naturalnya. Hardy seolah masih tenggelam di tengah ilusi bahwa dirinya tidak sedang bermain di sebuah film bodoh.

Unsur buddy comedy menguat tatkala Venom mulai berbicara kepada Eddie, dan keduanya terus-menerus terlibat pertengkaran. Inilah bagian paling menyenangkan, sewaktu Venom bertransformasi  menjadi buddy comedy aneh di mana satu karakternya coba mencegah sang partner memakan kepala orang lain. Terdengar seperti materi sempurna guna mengkreasi tontonan bodoh tapi menyenangkan, dan akhirnya, beberapa tawa memang sukses dihasilkan, meski lagi-lagi penulisannya belum cukup tajam atau kreatif untuk menjaga agar humornya mendarat mantap tepat di sasaran.

Penyutradaraan Fleischer tak ketinggalan mengundang masalah. Sulit dipercaya bahwa orang di balik kesuksesan Zombieland (2009) kelabakan menangani komedi ketika ia acap kali melewatkan timing. Fleisher di sini bak penabuh drum yang sering meleset saat memukul crash cymbal, bahkan kerap ragu-ragu untuk melakukannya sekuat tenaga. Seolah Fleisher takut filmnya berujung terlalu komikal, dan dari situlah inkonsistensi tone Venom bersumber. Penanganannya akan adegan aksi pun cukup lemah. Symbiote, dengan wujud cair sekaligus gerakan dinamis, terlihat layaknya semburan liar dan acak berkaleng-kaleng cat yang sukar disaksikan alih-alih pertarungan 2 monster raksasa intimidatif berkemampuan unik sebagaimana ingin klimaksnya capai.

Venom kebingungan ingin menjadi apa. Bahkan fase buddy comedy—yang mana adalah fase terbaik filmnya—tidak begitu solid. Momen wajib subgenre tersebut, kala dua karakter yang mempunyai sifat berseberangan akhirnya bersatu, mengesampingkan ego pribadi, dipaparkan kurang meyakinkan. Venom ingin meyakinkan penonton jika di antara Eddie dan Venom terjalin persahabatan hangat, namun “perubahan hati” sang monster terjadi mendadak tanpa dasar maupun penjelasan memadahi. What a mess.

29 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Setujuuu, saya bingung ini film arahnya mau kemana, dan saya sama skali gk ketawa liat komedi disini atau selera humor saya rendah(?) Yg paling berkesan malah hubungan michelle williams. ini film apa sihh, dark comedy?๐Ÿ˜‚ dan jgn nunggu 2 kali aftrcredit nya, karena yg kedua gapenting mnurutku, udh nggu lama trnyata . . .

Unknown mengatakan...

Ralat, hubungan michelle williams & tom hardy

Firman mengatakan...

Baca reviewnya,jadi sayang ya,Tom Hardy yg ibarat Katana mahal super tajam cuma buat ngupas pisang,what a mess !

Satria wibawa mengatakan...

liat film ini sebenarnya cuma pengen liat michelle williams.kok kerenan penampakan she venom nya ya hahahah

Unknown mengatakan...

Awal ud salut sm trailer, dan rencana mau nonton, tpi karna liat ratingny jd nggak yakin ๐Ÿ˜‚

aryo mengatakan...

Karna belakangan film superhero selalu not bad sampai really good, wajar berekspektasi tinggi pada Venom. Tapi tanpa ekspektasi apapun tetap aja orang akan bilang jelek. Apalagi yang sudah pasang ekspektasi tinggi2. Dijamin kecewa berat. Saya sendiri sendiri sempat nyesel, harusnya tadi nonton final score aja. Wkwkwk...

Muhammad Faisal Aulia mengatakan...

Yang jelas film Venom lebih baik dari Spiderman "kacrut" Homecoming.

Edogawa mengatakan...

Setuju sih kalo Spider-Man Homecoming itu jelek, tapi menurutku Venom lebih jelek. Kalo Homecoming itu kan ada di area antara "biasa aja" dan "kurang", kalo Venom ini ada di area "Jelek" dan "Ga jelas banget"

Anonim mengatakan...

Film "The Joker" sepertinya ga akan beda jauh sama film ini. Konsep-nya aja udah ga jelas. Maksudnya pengen bikin suatu terobosan yang inovatif dan revolusioner, tapi fail. Kadang-kadang dilema juga. Kalo ngikutin MCU ya bosen juga masa film komik mau gitu-gitu aja sih (Homecoming dan Ant-Man and the Wasp udah jadi bukti kejenuhan penonton pada film superhero formulaik) tapi di lain sisi, DC dan Fox mulai bikin inovasi-inovasi nyeleneh yang jatuhnya malah jadi bodoh. Untuk DEADPOOL dan LOGAN, okelah, itu 2 film superhero revolusioner yang cukup sukses.

Eko Prasetyo mengatakan...

seenggaknya Venom lebih fresh dan menghibur daripada Spider-Man Homecoming yang gitu-gitu aja, we need more movies like Venom (but better of course) rather than another formulaic superhero movies

tegar mengatakan...

menurut sy sih venom masih enak utk di nikmati, sebagai film superhero, masih menghiburlah.cuma memang banyak sekali plot hole yg kebangetan dan menyia2kan potensi besar michelle wiliams dan jenny slate. waktu terlalu terbuang2 percuma di 60 menit pertama. kelebihannya memang di buddy comedy dan beberapa adegan aksinya yg lumayan seru.scoring dan soundtracknya jg bagus kok.

Kasamago mengatakan...

Well.. lumayanlah, agak lebih keren dari Predator..
dan saya jadi tahu Symbiote takut Api..

Alvi mengatakan...

Well, I prefer this than that stupid Ragnarog

Faisal Fais mengatakan...

@Alvi: Setuju bgt, Venom sedikit lebih menarik dan bisa dinikmati daripada Homecoming dan Ant-Man 2 yang bikin tidur atau Ragnarok yang WTF stupid abis.

Muhammad Faisal Aulia mengatakan...

Elu kali yang ga jelas bro, nonton yang bener makanya, jangan kebanyakan mabok sm film MCU aja hahaha

Muhammad Faisal Aulia mengatakan...

Setuju, eh btw awas lho bang rasyid ragnarok lovers bgt soalnya. Ntah selera indomie nya bang rasyid gimana :v

Rasyidharry mengatakan...

Hahaah iya nih saya juga penasaran. Selera indomie saya dan para kritikus lain di luar sana yang lebih suka Ragnarok ketimbang Venon apaan ya?

Anonim mengatakan...

Secara teknis, jelas Spider-Man Homecoming, Ant-Man and the Wasp, sama Ragnarok ada jauh di atas Venom. Tapi secara konsep emang Venom lebih fresh dan unik, dia menawarkan sesuatu yang baru, alhasil lebih menarik untuk diikuti walau teknis-nya berantakan. Sepakat sama Habib Sulaiman bla bla bla itu, kita butuh film superhero/anti-hero dengan konsep yang lebih fresh macam Venom ini, produser harus lebih rajin dan berani utk bereksperimen lah walau risikonya bisa flop dan dapet tomat busuk, ibarat kata Thomas Alva Edison, coba terus sesuatu yang baru sampai berhasil. Jangan bikin sesuatu yang udah terbukti bakal berhasil.

Oktabor mengatakan...

Nah mending Kaya Thor Ragnarok sekalian.. bodor total. Jelas. Inti dari film ini adalah ketika venom ngomong ke Eddie "di planetku, aku pecundang juga. Sama Kaya kamu".

Erik Flower mengatakan...

Btw, baru liat trailer baru Aquaman, action scenes dan sinematografi-nya tampak 10x lipat lebih EPIC daripada semua action scenes dan sinematografi Infinity War dan Mission Impossible: Fallout digabungkan jadi 1. James Wan emang brengsek!!!! He brings Superhero Movie to another level!!!!

Rizky Yudhistira mengatakan...

udah biasa kali, dari segi action dan visual emang DCEU jauh di atas MCU, tapi naskah dan karakter itu yang selalu jadi masalah DCEU, dan itu juga yg kiranya bakal berhasil dibenahi oleh James Wan

coba dari awal WB tuh nunjuk James Wan, David Sandberg, Matt Reeves, dan Steven Spielberg untuk ngurus DCEU, dijamin 6 film awal DCEU bakal bisa bersaing sama MCU, gara2 si kampret Suck Snyder nih DC jadi bahan bully-an 3 tahun terakhir

Anonim mengatakan...

Untuk "The Joker" saya ga setuju sih, konsep pembuatan filmnya terinspirasi dari komik "The Killing Joke" dimana itu bercerita ttg origin story dari Joker sendiri. Seperti kisah awal mula kenapa bisa ada Joker. Sudah ada animated movienya bisa ditonton kok haha. Selain itu saya rasa film ini akan cukup baik dan semoga tidak fail. Terlalu dini untuk bilang fail dan dilema:) plus film ini tidk akan menggunakan CGI karema budgetnya yg kecil. Hal itu akan berefek pada story, karakter, dll di filmnya.we'll se next year yah. Tapi untuk Logan dan Deadpool saya setuju. Homecoming saya justru suka hehehe karena itu spiderman yg benar benar mirip dengan komik. Ant-Man itu adalah wujud rahasia marketing hebat MCU dan saya tau jawabannya.

Mungkin bang rasyid mau menambahkan?

Intun moon mengatakan...

Pengetahuanku soal Venom cuma bermodal Spiderman 3 nya Tobey M. Dan nonton Venom nya Tom Hardy ini aku jadi ngerasa kalo Venomnya Spidey dulu lebih "jelas" dengan karakter Eddie Brock yang lebih cocok ketika berdiri sendiri pun ketika dirasuki Venom. Lebih dapat horror dan darknya.
Nonton Venom kali ini bikin kaget bin syok karena seorang Tom Hardy dibuat sekonyol dan se loser juga se komedi itu. Kasian dia. Padahal udah dibikinin poster yang waaaw, gw yakin, dari posternya semua orang bakal ngira ini film bakal sangar gahar dark horror. Tapi ternyata... Hahaha. Kasian asli sama Tom Hardy.

Enrico Zaha mengatakan...

@Anonim:

Spider-Man versi Tobey Maguire
Spider-Man versi Andrew Garfield
Spider-Man versi Tom Holland

Semuanya mirip dengan komik kok.

Spider-Man versi Tobey Maguire itu akurat dengan komik original Spider-Man tahun 60-an (Silver Age Spider-Man). Peter Parker udah lumayan dewasa, wataknya serius, mengalami krisis jati diri, dan galau soal pernikahan. Secara fisik digambarkan lumayan berotot sesuai dengan komik Spider-Man era Silver Age.

Spider-Man versi Andrew Garfield itu akurat dengan komik Amazing Spider-Man era modern (1990-sekarang). Peter Parker digambarkan sebagai sosok remaja tanggung dengan tingkah yang tengil. Secara fisik digambarkan berbadan tinggi dan langsing sesuai komik Spider-Man era modern.

Spider-Man versi Tom Holland itu akurat dengan komik Ultimate Spider-Man. Peter Parker digambarkan masih sangat muda. Secara fisik digambarkan pendek dan kecil sesuai komik Ultimate Spider-Man.

Jadi di komik sendiri ada macam2 versi Spider-Man. Tapi yang paling terkenal dan sukses itu komik Amazing Spider-Man era modern yang mirip Andrew Garfield, itu sosok Spider-Man paling definitif dan paling umum dikenal di komik. Baru tahun 2012-an Marvel mulai menonjolkan Ultimate Spider-Man yang menggambarkan Peter Parker sebagai bocah. Jadi kalau bicara akurasi, sebenarnya semua akurat (cuma Tobey doang yang minus web slinger), tapi Andrew Garfield dan Tobey Maguire itu lebih menggambarkan sosok Spider-Man yang asli daripada Tom Holland, Tom Holland itu lebih ke Spider-Man versi Ultimate Spider-Man.

Badminton Battlezone mengatakan...

Bang emang bener ada yg bilang fansnya lady gaga bikin bad review ttg venom,biar a star is born penontonnya lebih banyak?

Saya termasuk penggemar venom nih,kasian aja kl venom merugi trus akhirnya ga dibikin sekuel :(.

menurut saya venom masih menjadi tontonan yang asik,walaupun tidak dipungkiri agak aneh venom sebegitu mudahnya berubah pikiran dan cocok dengan Brock. Tp itu mungkin dijelaskan di 30 menit yang dipotong oleh pihak sony

Rasyidharry mengatakan...

@Badminton Bener, dan di Hollywood sono memang makin sering panas saling serang gitu. Tapi akhirnya nggak pengaruh. Dua-duanya tetep sukses. Soal gosip 30 menit dipotong itu bohong. Tom Hardy cuman bercanda yang dianggap serius sama media & publik.

Badminton Battlezone mengatakan...

Oalahh becanda toh. Makanya gile aja sih 30 menit itu kaya 30% inti crita diambil.

Sip2 thanks infonya bang ๐Ÿ‘

Unknown mengatakan...

Menurutku filmnya okay sih, average. Yang paling ganggu itu komedinya banyak yg miss, plothole banyak, paruh awal agak membosankan. Untung ekspetasiku cuma pengen tau awal mula venom doang haha. Tapi masih berharap ada sekuelnya nih.

Nonton Film Bioskop mengatakan...

nonton film bioskop