MAMA MAMA JAGOAN (2018)
Rasyidharry
November 23, 2018
Cok Simbara
,
Comedy
,
Enggong Supardi
,
Indonesian Film
,
Kurang
,
Lolox
,
Niniek L. Karim
,
Ratna Riantiarno
,
REVIEW
,
Sidi Saleh
,
Tian Pranyoto Gafar
,
Widyawati Sophiaan
2 komentar
Tidak semua usaha “goes (more) mainstream” oleh sineas yang berangkat dari akar skena
alternatif berujung kesuksesan. Ismail Basbeth melalui Talak 3 (2016, disutradarai bersama Hanung Bramantyo) dan Edwin
melalui dua karya terakhirnya merupakan segelintir contoh keberhasilan.
Sayangnya, Mama Mama Jagoan termasuk
salah satu yang gagal. Bukan bencana besar, namun filmnya mempunyai dua wajah
berbeda yang urung bersatu padu. Sementara bagi sutradara Sidi Saleh, pasca
kegagalan Pai Kau (dari segi kualitas
maupun perolehan penonton) pada Februari lalu, ini adalah lampu kuning.
Paruh pertamanya bagai usaha Sidi
memindahkan drama panggung ke layar lebar. Mayoritas berlokasi di penjara
tempat mendekamnya tiga mama: Dayu (Widyawati), Myrna (Niniek L. Karim), dan
Hasnah (Ratna Riantiarno). Ketiganya ditangkap akibat kesalahpahman, disangka
terlibat jual-beli narkoba sewaktu polisi menggerebek sebuah kelab malam di
Bali, sewatu sedang mencari putera tunggul Myrna, Monang (Lolox), yang telah
lama menolak pulang. Di dalam penjara, mereka terus bertengkar, memperdebatkan
apa pun, yang oleh penulis naskah, Tian Pranyoto Gafar (Liburan Seru...!!) dijadikan sarana pembentukan karakter.
Serupa drama panggung, rangkaian
dialog beserta akting pemain jadi suguhan terdepan. Kamera yang diarahkan
Enggong Supardi (Alangkah Lucunya Negeri
Ini, Kentut) jarang mengalami pergerakan dinamis, bahkan sering menerapkan shot statis, membiarkan penampilan tiga
aktrisnya mengambil alih. Ketiga aktris legendaris ini memberi chemistry membara yang mampu mengubah
baris kalimat mana pun terdengar menggelitik, walau kebanyakan materi humornya
gampang ditebak sekaligus minim kreativitas. Khususnya Widyawati sebagai Dayu
yang bengal, berlawanan dengan citra feminin atau keibuan yang lebih identik
dengannya.
Sebagai bagian pembentukan
karakter, kita turut disuguhi beberapa flashback
seputar masa lalu para mama, termasuk awal mula persahabatan mereka. Ini bentuk
kompromi Sidi. Dia bisa saja bertahan pada pendekatan drama panggung, menaruh
seluruh eksposisi dalam dialog, tapi sang sutradara memilih pendekatan lebih
ringan nan menghibur menggunakan visualiasi. Fase ini pun dipakai guna
menekankan sisi “jagoan” ketiga mama, yang mampu menguasai” penjara, membuat
semua pria patuh, dari sesama tahanan hingga polisi.Tidak bisa disangkal, ketiganya
adalah wanita tangguh, namun bukan berarti masalah terkait pria dapat
disingkirkan dari hidup mereka.
Myrna sempat terguncang jiwanya
pasca sang suami (Cok Simbara) meninggal, belum lagi kerinduan akan sang putera
yang tak kunjung pulang; Hasnah merupakan model bikini yang bangga akan
fisiknya sewaktu muda, sebelum pernikahan memaksanya menjadi pelayan suami yang
patuh; sementara Dayu menolak terikat pernikahan dengan alasan ingin bebas,
meski kedua rekannya yakin, patah hati akibat ditinggal kawin oleh cintanya
dahulu termasuk salah satu penyebab.
Mama Mama Jagoan berpotensi menghadirkan komedi relevan yang mengikat,
tapi begitu trio mama jagoan keluar dari penjara, filmnya kehilangan daya. Setidaknya
hiburan masih mampu diberikan, saat di luar performa para pemeran utama, Sidi
dan Tian tahu cara menyajikan “situasi emak-emak”. Dari sentuhan kecil seperti
menawari lemper di mobil (yang tak mendapat satu pun respon) hingga konflik
besar kala mereka terlibat kekacauan, akan memancing penonton bergumam, “Wah,
emak-emak banget nih”.
Paruh pertama dan kedua milik Mama Mama Jagoan bak berasal dari dua
film berbeda. Paruh keduanya seperti usaha kompromi untuk tampil ringan yang
berujung sebagai paparan roadtrip dangkal,
tatkala pesan bermakna dikalahkan oleh kekonyolan, sementara aspek penceritaan
dikesampingkan. Puncaknya adalah konklusi sarat simplifikasi berupa pemakaian
elemen kebetulan. Mama Mama Jagoan
diakhiri secara mendadak, menyisakan beberapa cabang cerita yang belum
terselesaikan.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
2 komentar :
Comment Page:Mas Rasyid aku koq lumayan terhibur ya nonton Mama2 Rumpis ini, bisa senyum2 liat tingkah polah n denger dialog emak2 ini. Paling gak dari sisi akting ke 3 Ibu kawakan ini tak perlu disangsikan, layar full di kuasai mereka.
Oh kan soal itu sudah dibilang, nggak perlu diragukan lagi. Asyik lihat para legend ngelucu. Tapi arah filmnya sendiri, well....
Posting Komentar