TUSUK JELANGKUNG: DI LUBANG BUAYA (2018)
Rasyidharry
Desember 11, 2018
Annya Geraldie
,
Erwin Arnada
,
horror
,
Indonesian Film
,
Nina Kozok
,
Rayn Wijaya
,
REVIEW
,
Sangat Jelek
,
Sigit
16 komentar
Welcome to another episode of “The Unlucky, Ugly, Very Very Gloomy Day of
Rasyid Harry”. Setelah semesta sempat berpihak sehingga saya berkesempatan
melewatkan Arwah Tumbal Nyai: Part Nyai
dan Wengi: Anak Mayit, niatan untuk
tidak menonton Tusuk Jelangkung: Di Lubang Buaya pun timbul karena saya
ingin fokus memanjakan diri dengan JAFF dan JCW. Sayang seribu sayang bisikan
iblis datang lagi, kali ini dalam wujud Josep Sibuea (Postingan Biasa), yang
didorong kemurahan hatinya, berbagi voucher agar saya bersedia (dengan amat
sangat terpaksa) menonton horor memabukkan ini. “Biar lo bisa ikut ngetawain”,
begitu katanya.
Tapi saya orangnya optimistis.
Mustahil film ini—yang menurut sutradara Erwin Arnada (Guru Ngaji, Nini Thowok) bukan sekuel atau remake Tusuk Jelangkung
(2002) melainkan revitalisasi—seburuk itu. Benar saja, optimisme saya terbukti.
Tusuk Jelangkung: Di Lubang Buaya
memang suguhan inovatif. Didorong keinginan tampil beda, sebagaimana Tommy
Wiseau menciptakan drama yang berbeda lewat The
Room, berbagai formula didobrak, pemahaman baru pun dimunculkan.
Mungkin cuma alur dalam naskah tulisan
Sigit saja yang formulaik, yakni tentang kenekatan kakak-beradik vlogger, Sisi
(Nina Kozok) dan Arik (Rayn Wijaya), menyatroni daerah angker Taman Lubang
Buaya demi memuaskan satu juta subscribers
mereka. Tentu setibanya di lokasi, mereka mendapati diri tidak berdaya di
hadapan para hantu. Apalagi saat boneka jelangkung yang akhirnya lepas dari
kebotakan menahun turut ambil bagian.
Erwin menolak memperlihatkan riasan
bubur basi khas horor murahan negeri ini. Saya mengapresiasi itu, walau salah
satu wajah hantu jelas meniru Smiley (2012);
satu hantu bayi CGI sukses membuat perempuan di belakang saya berujar, “Yah,
nggak jadi takut deh...”; dan sosok misterius bertanduk selaku antagonis utama
nampak bak cosplayer prajurit Viking
yang tersesat di alam gaib. Bukan masalah, sebab terpenting adalah niat TAMPIL
BEDA.
Pada dinding kamar protagonisnya,
terpasang beberapa target lokasi angker untuk dikunjungi serta hasil-hasil
riset. Terpampang pula foto Slenderman dilengkapi tulisan “Hantu Kepala Buntung”.
Saya baru tahu dua mitologi tersebut berkaitan. Saya pun baru tahu kalau hantu
kepala buntung rupanya kepalanya tidak buntung. Terima kasih Tusuk Jelangkung: Di Rumah Buaya, saya
yang amatir soal ilmu perdemitan ini jadi tercerahkan.
Seperti judulnya, Tusuk Jelangkung: Di Lubang Buaya—atau demi
mempermudah kita sebut saja Tusuk Lubang—berlokasi
di lubang buaya. Tapi ingat, ini film inovatif, sehingga lubang buaya yang
dimaksud pun bukan terletak di Jakarta, melainkan Bali. Menurut Erwin, Taman
Lubang Buaya di bali dahulu dipakai untuk melatih buaya sebelum ditinggalkan dan
kini dianggap angker. Saya tidak menemukan hasil pencarian untuk tempat
tersebut di Google, tapi mungkin saja karena letaknya amat tersembunyi. Sebab
mustahil kalau pembuat film ini hanya mengarang cerita kan? Iya kan???
Menariknya, ada salah satu tokoh
pendukung, yakni Kepala Desa setempat yang diperankan Slamet Ambari. Dari Turah (2016), kita tahu bahwa Slamet
berlogat ngapak, dan di sini, logat
itu terdengar begitu kental. Mari beri tepuk tangan bagi Tusuk Lubang yang berpartisipasi menegakkan diversity. Memang kenapa kalau orang berlogat ngapak jadi Kades di Bali? Itu hak semua WNI, bung! Saya hanya
kecewa ia tidak diberi dialog,”Bli, nyong
kencot kiye, nganti mumet endhase lah, tulung”.
Kecewa, sebab tokoh lain memperoleh
banyak dialog ajaib yang tak terdengar seperti interaksi antara manusia. Satu
lain poin menarik terkait penulisan naskah adalah mantra Jelangkung yang
kembali diganti. Setidaknya, “Datang untuk dimainkan, hilang untuk ditemukan”
lebih enak didengar ketimbang “Datang gendong, pulang bopong”. Hebatnya, mantra
itu segera dimodifikasi lagi oleh Nina Kozok, menjadi “Datang untuk dimainkan, please help me find something”. Terima
kasih Tusuk Lubang, saya yang amatir
soal ilmu perdemitan ini jadi tahu bahwasanya hantu sekarang sudah mengikuti
tren multilingualisme.
Tusuk Lubang nantinya berpuncak pada usaha Arik bersama
kekasihnya, Mayang (Anya Geraldine), menyeamatkan Sisi yang terperangkap di
alam gaib. Saya suka melihat Rayn dan Anya berakting di satu layar. Keduanya
sungguh pemberani. Lihat saja, ketika ada hantu kain terbang, ekspresi mereka
datar-datar saja, seolah itu hanya kain kiloan biasa yang dijual di Mayestik.
Apakah Tusuk Lubang menyeramkan? Tentu tidak. Ingat, ini sajian inovatif,
horor pendobrak batas yannng tujuannya bukan lagi menakut-nakuti penonton,
namun memancing tawa. Erwin paham betul tujuan itu, lalu memilih sudut-sudut
kamera yang sama sekali tidak menstimulus rasa takut. Sungguh jeli sutradara
kita ini! Bahkan hingga akhir, Tusuk
Lubang masih sempat mengutarakan pesan soal penghematan air. Pesan seperti
apa? Saksikan saja sendiri, tapi hati-hati. Menonton film ini memberi sensasi
seolah lubang anda sedang ditusuk-tusuk.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
16 komentar :
Comment Page:Yang paling hebat disini jelangkungnya, ngerti bahasa inggris. Pas si pemerannya baca mantra jelangkung jelangkung help me find something. Njir. Tuh jelangkung kira kira les dimana ya bang Rasyid wk��
Yang bikin ngakak disini adalah hantu jelangkungnya yang kaya boneka sejenis bernie. Apalagi nakutinnya geleng-geleng kepala lagi. Hampir seisi bioskop ketawa ketika kemunculan hantu itu.....
tetep kecewa gak ada review nyai πππ
alhamdulillah... girangnya membaca review jelek (lagi) dari bang rasyid... π€£π€£π€£
nunggu Aquaman nih bang...
kalimat terakhir sungguh menohok, pasti perih
*eh
Lebih Periiiiih buat yg udah ngerogoh kocek beli tiket wk wk wk
@Muhammad Bagus itu, Jelangkung yang terpapar globalisasi namanya
@Ungki Oo semua hantunya bikin ketawa kok π
@Eldwin Saya lagi mau waras!
@Mofan Semoga besok Silam rada bener ya filmnya haha
@Teguh Iyalah, lubang hidung ditusuk kan perih π
@Okiyadi Semoga mereka yang rogoh kocek dapat pahala setimpal
Anya Geraldine itu siapa sih? Oh seleb dunia yang dulu suka bikin sensasi itu ya?
Kasian ya aktris2 lulusan jurusan teater macam Ana Pinem yang mentok di sinetron, atau aktris2 lain yang jam terbangnya sudah tinggi macam Ghea D'Syawal yang mandeg di FTV azab2an atau berkah2an. Pintu gerbang dunia film tertutup buat mereka yang memang basicnya sebagai pemeran, tapi sangat terbuka buat mereka yang mengawali "karier" lewat hal2 bombastis. Bisnis? :)
Maaf OOT komennya. BTW saya selalu menantikan review2nya ^_^
@Vian Alasannya beragam. Paling sering memang soal bisnis. Bahkan saat pemilihan bukan didasarkan sensasi, kan ada pertimbangan lain, khususnya tampang. Ya kalau di film komersil, cuma modal akting aja ya nggak jalan. Harus enak dilihat. Lain cerita di film alternatif.
Tapi bisa juga di pemainnya sendiri. Karena proses syuting FTV itu jauh lebih cepat & gampang. Dibayar sekitar 3-5 juta (bisa lebih kalau nama udah besar) buat akting ala kadarnya selama max 3 hari ya gimana nggak ketagihan?
Karena tahun ini udah mau abis, saya jadi ngebandingin penilaian bang Rasyid film2 Indo tahun ini ama tahun lalu.
Top 15 bang Rasyid tahun lalu ada 4 film Sangat Bagus (Marlina, Sweet 20, Posesif, Critical Eleven), 5 film Bagus (Bala Sinema, Pengabdi Setan, Banda, Nyai, Mobil Bekas) dan 6 film Lumayan yang masuk list (Night Bus, Kartini, Bid'ah Cinta, Dear Nathan, Ziarah, Galih & Ratna). Tahun ini cuma ada 1 film Sangat Bagus (Teman Tapi Menikah), apakah bakal langsung shoo in jadi film #1 nya bang Rasyid tahun ini?
Tahun ini film Bagus lebih banyak, ada 7 (Kucumbu Tubuh Indahku, Keluarga Cemara, 27 Steps of May, The Night Comes for Us, Menunggu Pagi, Sebelum Iblis Menjemput, Ku Lari Ke Pantai). Kalo saya mau prediksi, kayaknya top 5 film Indo bang Rasyid tahun ini:
5. Sebelum Iblis Menjemput
4. 27 Steps of May
3. Ku Lari Ke Pantai
2. Kucumbu Tubuh Indahku
1. Teman Tapi Menikah
Wah makasih lho sudah dibalas, Mas. Saya paham sih sebenarnya, tapi yang masih ngeganjal adalah: Bukankah faktor TAWARAN yang berperan pertama kali, ya, Mas? Aktris TV macam Ghea D'Syawal, Inne Azri, atau Jian Batari (ini dulu padahal cukup laris di film) jarang main film karena memang tidak ada yang menawari, kan? Bukan karena mereka "lebih suka main FTV ketimbang film".
Hehe, saya bukannya sirik sih, tapi lebih ke faktor kurang sreg melihat mereka yang lebih condong ke sensasi dibanding prestasi mendapat lapak yang lebih luas dibanding mereka yang lebih lama berdedikasi (ada yang sampai belasan bahkan puluhan tahun) tapi underrated. Saya pribadi percaya bila mereka diberi panggung yang lebih besar (minimal lebih merata-lah), mereka juga bisa unjuk gigi. Buktinya Ajeng Kartika bisa main di film 22 Menit.
Nice blog Mas Rasyid
BTW mau koreksi komen saya yang pertama, maksudnya "seleb dunia maya"
Vian
@Joe Wow, that prediction's pretty close. Tapi (kemungkinan besar) Keluarga Cemara bakal masuk 2019, karena udah dapat tanggal tayang pasti. Tinggal nentuin nomor satu. Ada dua film yang masih dipertimbangkan.
@Vian Nggak bisa memastikan karena tiap orang pasti kondisi & alasannya beda, tapi bisa juga begitu. Mungkin juga dari si aktor sendiri yang nggak coba ikut casting film.
Tapi nggak semua casting mentingin sensasi kok. Bisa kita lihat dari film-film oke, pemilihan pemain juga nggak asal. Misal, kita nggak akan lihat selebgram tanpa talenta di film-film Joko, Mouly, Angga, dsb. Di konteks aktor panggung, banyak juga yang dapat kesempatan. Putri Ayudya misalnya.
Dari Marlina jadi Teman Tapi Menikah, film2 Indo memang agak downhill tahun ini.
Oh ya, ga post tentang FFI tahun ini bang? My summary untuk FFI tahun ini:
Pros: Marlina borong, Gading menang, Ayu Laksmi is flawless as always
Cons: Acara boring as hell, production berantakan, Nicholas Saputra ga dateng
Yah, harus diakui sayangnya begitu, biarpun overall masih memuaskan. Nanti ada 15 film di daftar terbaik 2018, dan cuma peringkat 1 yang sama sekali nihil hal yang ngganjel. Bahkan nomor 2 & 3 pun ada yang "mengganggu".
Nope, not interested. Senang Marlina bisa borong (udah seharusnya), tapi masih banyak momen "huh???" baik dari sistem sampai pelaksanaan.
Posting Komentar