URI: THE SURGICAL STRIKE (2019)

Tidak ada komentar
Uri: The Surgical Strike bisa menjadi satu lagi propaganda militer biasa berbentuk tontonan nasionalisme buta, andai tidak dibarengi sentuhan motivasi personal di balik keputusan karakter utamanya terjun dalam misi memberantas gembong teroris. Naskah garapan Aditya Dhar yang juga menjalani debut penyutradaraan mungkin masih tampak hitam-putih, di mana India adalah sekumpulan manusia heroik sedangkan Pakistan diisi sosok-sosok licik dan teledor, namun ada cukup rasa supaya kita setia mendukung si tokoh utama.

Filmnya mendramatisasi peristiwa penyerangan terhadap pangkalan militer India di Uri tahun 2016 yang menelan 19 nyawa prajurit. Tapi, dalam film yang membagi kisahnya menjadi lima babak ini, serangan tersebut baru dipaparkan di babak ketiga. Sebelumnya, Uri: The Surgical Strike berkonsentrasi membangun karakter Mayor Vihaan (Vicky Kaushal) si pemimpin terpercaya yang selalu menyelesaikan misi tanpa korban jiwa, pula sosok anak berbakti. Buktinya, di tengah karir moncernya, Vihaan memilih pindah ke New Delhi, mengambil pekerjaan di balik meja demi merawat sang ibu yang menderita alzheimer.

Singkatnya, Vihaan merupakan prajurit sejati yang mencintai ibu kandung dan ibu pertiwi sama besar. Melalui dua babak awal, kita pun melihat betapa bahagia keluarga Vihaan. Sang adik (Manasi Parekh Gohil) yang menikahi rekan Vihaan, Mayor Karan (Mohit Raina), baru saja mengandung anak kedua. Walau pemahaman dasar berhasil didapat, sukar dipungkiri, fase sebelum penyerangan hadir bak prolog yang terlampau panjang sekaligus penuh, terlebih saat pembangunan karakter untuk Pallavi Sharma (Yami Gautam), intelijen yang diutus berperan sebagai suster guna merawat ibunda Vihaan, coba dilakukan. Tapi, bahkan setelah penyerbuan ke jatung pertahanan teroris dilakukan, peran Pallavi tak pernah terasa signifikan, pun dapat digantikan oleh siapa saja.

Babak ketiga (diberi judul Bleed India With a Thousand Cuts) adalah titik balik. Serangan empat militan bersenjata lengkap kepada basis militer India dieksekusi begitu solid dalam sebuah sekuen intens yang menunjukkan kapasitas Mohit Raina selaku jagoan aksi. Dia menerjang dengan gagah berani, tak gentar meski dihadang desing peluru maupun ledakan. Ditutup lewat kejutan, deretan ketegangan itu disusul oleh pemandangan haru berupa proses pemakaman para korban. Di situ, Vihaan susah payah menahan tangisnya tumpah, tak kuasa menyelesaikan teriakan penghormatan.

Sejak titik ini, saya tidak lagi peduli pada status Uri: The Surgical Strike sebagai propaganda kehebatan militer India. Saya hanya ingin Vihaan berkesempatan menuntaskan hasrat balas dendam. Didukung kebolehan Aditya Dhar mengemas momen “membara” pula kemampuan Vicky Kaushal menghantarkan letupan orasi pembakar semangat, wajar jika banyak penonton berhasil dibuat tersulut. Kalimat “How’s the Josh?!” pun sempat viral bukan tanpa alasan.

Mengambil tajuk Naya Hindustan alias New India, babak keempatnya diisi paparan menarik perihal perencanaan serangan balasan ke markas-markas teroris di beberapa titik di Pakistan. Naskahnya padat, nyaris tidak menyisakan ruang bagi kekosongan berkat beragam intrik, dari pengaturan siasat, penggalian informasi, hingga adu taktik antara India dengan Pakistan. Salah satu titik paling uplifting hadir ketika Govind Bhardwaj (Paresh Rawal) selaku penasehat keamanan negara, menyadari kunci kemenangan India bisa saja terletak di alat buatan Ishaan (Akashdeep Arora), seorang pegawai magang DRDO (Defence Research and Development Organisation). Kalimat klise “You might just win us the war” terbukti masih ampuh menyulut antusiasme bila pemakaiannya tepat.

Peperangan di klimaks sayangnya tak sekuat harapan. Sebagai misi rahasia yang dilangsungkan sewaktu dinihari, kegelapan pun menyelimuti. Tapi dalam debutnya, sang sutradara belum cukup handal mengakali situasi tersebut. Menerapkan shaky cam plus penyuntingan cepat, makin sulit memahami apa yang terjadi di layar. Beruntung, seperti sebelumnya, Aditya masih cakap menghantarkan momen uplifting yang lagi-lagi datang memberikan pertolongan. Saya pun bersorak begitu Vihaan membuka senjata rahasia terakhir militer India, dibarengi lagu Jagga Jiteya yang sempurna mendukung suasana.

Tidak ada komentar :

Comment Page: