THE VANISHING (2018)
Rasyidharry
Mei 01, 2019
Celyn Jones
,
Connor Swindells
,
Cukup
,
Gerard Butler
,
Joe Bone
,
Jørgen Johansson
,
Kristoffer Nyholm
,
Peter Mullan
,
REVIEW
,
Thriller
5 komentar
Didasari kisah nyata menghilangnya
tiga penjaga mercusuar Pulau Flannan, walau mampu mengembangkan tuturan drama
psikologis secara layak, The Vanishing (punya
judul awal Keepers) gagal mencapai
potensinya akibat memilih pendekatan sederhana cenderung klise terhadap kisah
mengenai keserakahan, ketakutan, dan rasa bersalah, yang mendorong karakternya
ke dalam jurang ketidakwarasan.
Perlu saya peringatkan, jangan
mengharapkan thriller menegangkan
beroktan tinggi, sebab The Vanishing
adalah lantunan cerita lambat, khususnnya sebelum konflik utama menerjang. Kita
diperkenalkan pada tiga protagonis: Thomas (Peter Mullan) yang berpengalaman 25
tahun menjaga mercusuar dan baru kehilangan sang istri; James (Gerard Butler)
si pria kuat dengan keluarga bahagia; dan Donald (Connor Swindells) si pekerja
baru. Mereka harus menghabiskan enam minggu tinggal di Pulau Flannan yang
terpencil.
The Vanishing terlebih dahulu memaparkan keseharian di Flannan, yang
menariknya dapat dijadikan satu film tersendiri dengan sentuhan thriller unik, tatkala aktivitas mereka
dipenuhi pekerjaan berbahaya seperti memperbaiki lampu mercusuar, atau
pemandangan tak wajar saat di suatu pagi puluhan bangkai burung camar
bertebaran di luar mercusuar. Hal-hal tersebut merupakan keputusan cermat dari dua
penulis naskah, Celyn Jones (Set Fire to
the Stars) dan Joe Bone, untuk menjaga filmnya tetap berada di koridor thriller sebelum menu utama disajikan.
Sekali waktu kita akan melihat
interaksi kasual ketiga tokoh utama, menunjukkan bahwa kehidupan terisolasi tak
menghalangi pria-pria ini tertawa dan berbuat hal-hal konyol untuk mengisi
waktu. Tapi bagi filmnya itu bukan sekadar pengisi waktu, melainkan aspek penting
guna memandingkan kondisi mental mereka, sebelum dan sesudah “peristiwa”.
Segalanya bermula kala Donald
menemukan sesosok pria terbaring di jurang. Di sebelahnya tergeletak sebuah
peti, yang kela terungkap berisi emas batangan. James dan Donald ingin membaginya
rata, namun Thomas khawatir jika muncul orang lain mencari emas tersebut.
Firasat Thomas terbukti, walau ada satu hal yang ia tidak prediksi. Betapa ancaman
paling berbahaya justru bukan datang dari pihak luar, melainkan dalam: Gejolak
psikis mereka bertiga.
Seperti telah disebutkan, The Vanishing cukup baik membangun drama
psikologis. Tersemat alasan kuat di balik keruntuhan pondasi mental karakternya.
Tapi mempertimbangkan misteri legendaris yang mengelilingi sumber inspirasinya,
film ini telah memilih jalur miskin kreativitas, yang melucuti keseruan proses
mencari jawaban. Begitu The Vanishing mengungkap
perspektifnya, saya kehilangan ketertarikan, terlebih setelah bersabar
mengarungi tempo lambat dengan hanya segelintir momen apik, yang mayoritas
bersumber dari jajaran pemainnya.
Ketiga aktor menampilkan proses degradasi
mental secara meyakinkan, tapi Butler paling menyenangkan disimak. Ketika tampilan
fisik luarnya kokoh seperti biasa, Butler menghembuskan kerapuhan psikis dalam
diri James. Begitu ia seutuhnya “terjatuh”, mata tajam itu berubah kosong,
sedangkan jenggot lebat yang tadinya diasosiasikan dengan kejantanan menjadi
simbol kekacauan hati seorang manusia.
Melakoni debut layar lebar,
penyutradaraan Kristoffer Nyholm sejatinya tidak buruk. Sewaktu tiga penjaga
mercusuar kita pertama kali bertatap muka dengan para tamu tak diundang, Nyholm
mampu menciptakan obrolan intens lewat pemanfaatan close-up serta permainan tempo. Demikian pula sinematografi arahan Jørgen
Johansson (Flame & Citron, Terribly
Happy, Prague) yang memberi kita nuansa atmosferik saat kedua belah pihak,
pasca menyadari intensi masing-masing, saling mengawasi dari kejauhan di antara
kesunyian malam yang mulai menjelang. Sayangnya, lagi-lagi momen-momen memikat
di atas cuma muncul sesekali.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
5 komentar :
Comment Page:Kemarin liat trailernya, and i can feel the atmosphere is so thrilling. Tapi rupanya cuma dapet bintang 3. Apakah minusnya karena kurang thrilling, seperti bang rasyid katakan bahwa momen hanya muncul sesekalo, atau memang pondasi naskah yg ala kadarnya thrilling saja ?
Ya saling berpengaruh itu. Sejago-jago sutradara & dop bikin atmosfer, kalau naskah emang nggak menyediakan momen buat diolah ya percuma. Tapi sekalinya ada, eksekusinya bagus. Makanya kebanyakan review positif tapi nggak glorious
Atmosfer nya dapet kebantu krena performa aktor trutama butler sungguh menghibur waktu dia turning point bagai monster, tapi nonton ini kok berasa critanya sama bgt kaya cold skin tahun lalu bahkan buat misteri dan payoff nya masi mending cold skin apakah sumber mitologinya sama tapi yg dihadapin berbeda apa gimana
Cold Skin? Beda dong. Itu mah sci-fi+horror. Adaptasi novel. Kalau The Vanishing thriller psikologis yang realis, dan bukan dari novel, tapi peristiwa nyata
Oiya baru tau klo dari novel, soalnya kidahnya mirip tentang penjaga mercusuar yang lama"kena degradasi moral cuma lebih memikat aja klo cold skin
Posting Komentar