SABYAN MENJEMPUT MIMPI (2019)
Rasyidharry
Juni 29, 2019
Ade Firman Hakim
,
Alim Ishaq
,
Aquino Umar
,
Biography
,
Cici Tegal
,
Diky Chandra
,
Fuad Idris
,
Indonesian Film
,
Kanaya Gleadys
,
Kurang
,
Meni Agus Nori
,
Nissa Sabyan
,
Novia Faizal
,
REVIEW
,
Shandy William
12 komentar
Saya tidak tahu siapa Sabyan Gambus
sebelum mendengar kabar perilisan film ini. Penasaran, saya pun membuka halaman
YouTube mereka dan terkejut melihat jumlah subscribers
sebesar 5,6 juta. Semakin terkejut saat mendapati video Ya Habibal Qolbi telah ditonton 305 juta
kali. Sebagai perbandingan, video klip Gee
milik Girls’ Generation yang legendaris itu “cuma” punya 232 juta penonton.
A-Pop (Arab Pop) is more popular
than K-Pop I guess?
Statistik di atas mendorong saya
untuk menonton Sabyan Menjemput Mimpi,
yang rupanya menampilkan para personel Sabyan memerankan diri mereka sendiri.
Kisah dibuka kala mereka tengah gugup sebelum menjalani proses pengambilan
gambar video klip bersama musisi luar negeri. Tiba-tiba, tanpa diduga tanpa
dinyana, obrolan soal kegugupan berbelok ke arah mengenang masa lalu, dan
filmnya pun mendadak memasuki fase flashback.
Apabila hendak menonton film ini,
anda mesti mempersiapkan diri dengan gaya penulisan Novia Faizal (Something in Between, Calon Bini) yang
menerapkan penuturan maju-mundur tanpa esensi pasti. Tanpa harus kembali ke
masa kini tiap beberapa waktu sekali pun, alurnya bisa berjalan. Bahkan lebih
mulus, karena peristiwa masa kini seringkali miskin korelasi dengan adegan masa
lalu, atau hanya bertindak selaku rekap.
Melalui flashback, kita melihat perjalanan Sabyan, khususnya Nissa, yang
hidup sederhana di rumah susun bersama kedua orang tua (Diky Chandra dan Cici
Tegal) dan kakaknya, Iin (Aquino Umar). Ada kesemarakan di sana. Ketimbang
menggambarkan kemiskinan, Sabyan
Menjemput Mimpi menjadikan komplek rumah susun sebagai ruang penuh
interaksi hangat antara penghuni.
Tapi serupa kondisi rumah susun,
film ini terasa penuh sesak akibat subplot dengan dosis berlebih. Selain
perjuangan Sabyan, ada cinta monyet antara Nissa dengan Dimas (Shandy William),
kesulitan ekonomi keluarga Nissa, kerinduan anak kecil dari rumah sebelah
bernama Nurul (Kanaya Gleadys) terhadap sang ibu, hingga perjalanan Bilal
(Chandra Wahyu Aji) si penggemar Sabyan yang memiliki cacat fisik untuk
menonton konser idolanya.
Begitu banyak cabang, tidak ada
satu pun memperoleh penebusan emosi setimpal. Romansanya diakhiri kesan bahwa
Dimas adalah pria manja sekaligus brengsek yang mengeluh saat wanita pujaannya
sibuk meniti karir, lalu dengan mudah memalingkan hati tak lama setelah
cintanya kandas. Seolah ia berprinsip, “Ah, wanita mana pun boleh, daripada
jomblo”.
Konklusi kisah Bilal tidak kalah mengecewakan.
Filmnya membangun momentum terkait pertemuannya—yang datang ke Garut bersama
Ndut Kece (Meni Agus Nori) si penggemar Sabyan nomor satu—dengan Sabyan, hanya
untuk menutupnya lewat adegan konser medioker. Kenapa pula Alim Ishaq, yang
menjalani debut penyutradaraannya di sini, menutup momen tersebut dengan gerak
lambat dramatis sambil menyoroti wajah Ndut Kece, seolah ia akan meninggal
dunia?
Cara Alim Ishaq menangani adegan
musikal pun sangat lemah. Sabyan
Menjemput Mimpi dikemas mengikuti pakem Bohemian
Rhapsody, alias bagai kompilasi video klip. Tapi, walau bermodalkan biaya
jauh lebih besar, versi layar lebarnya memiliki kualitas tata artistik serta camerawork setara—bahkan di beberapa
bagian lebih buruk—ketimbang video klip yang diunggah di kanal YouTube Sabyan
Gambus. Murahan dan miskin kreativitas.
Beruntung film ini punya dua
elemen, yaitu jajaran pemain mumpuni
dan suara indah Nissa, yang di saat bersamaan mampu mengejutkan lewat
penampilan natural yang acap kali menggelitik. Nissa jelas punya potensi. Saya
bisa membayangkannya mencuri perhatian di film-film komedi. Sedangkan Diky
Chandra tidak kalah luwes menyeimbangkan humor dengan tuturan dramatik.
Kolaborasi kedua elemen di atas
bahkan sempat memproduksi satu adegan emosional. Diceritakan, di seberang rumah
Nissa sekeluarga tinggal pria bernama Saman (Ade Firman Hakim) bersama
puterinya, Nurul, juga Marno, sang ayah (Fuad Idris), yang tidak lagi bisa
melihat. Suatu malam, Marno mendengar lagu Allahumma
Labbaik milik Sabyan diputar di radio. Didorong keinginan besar mengunjungi
tanah suci, tangis Marno pun pecah. Biasanya saya membenci adegan demikian,
tapi karena akting heartbreaking dari
Fuad Idris dan Ade Firman Hakim, ditambah lantunan suara indah Nissa, hati saya
tersentuh.
Benar bahwa Sabyan Menjemput Mimpi mampu menghibur di beberapa titik serta
memiliki hati. Saya sempat menimbang-nimbang untuk memberikan penilaian positif
terhadap film ini, hingga adegan penutupnya tiba. Sebuah adegan yang tidak
sepantasnya disertakan, dan lebih pantas muncul di halaman media sosial sebagai
materi promosi atau sambutan sebelum gala premiere. That’s “the final nail in the coffin” for this movie.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
12 komentar :
Comment Page:"Saya tidak tahu siapa Sabyan Gambus sebelum mendengar kabar perilisan film ini."
edgy banget lu bang wkwkwk
Serius kirain nama orang macem Aisyah atau siapa gitu 😂
Padahal Sabyan ini udah macam Despacito-nya Indonesia loh haha sampe jadi meme juga :v
Asli bang, Lu perlu keluar gua dan liat dunia supaya tersadarkan bahwa sekarang ini bukan lagi jaman nasidaria
Siapa lagi itu nasidaria???? Kalo qosidah & gambus diriku tolol 😂
Bagaimana dengan Kendede dan manis manja
Tau sih nissa sabyan, kirain emang nama orangnya
Hahahaha ternyata bkn cm saya yang ngira nama Sabyan itu dikira nama orang.
njir ada yg bawa nasidaria pulak
hahaha
bahkan hmm nya nissa sabyan ini ampe ada yg 10 jam di youtube
isinya hmm... hm... hmm.. dia doang
Apa pulaaa itu hmm hmm video??
coba aja dicari
Sabyan makin tenar :)
Posting Komentar