SABYAN MENJEMPUT MIMPI (2019)

12 komentar
Saya tidak tahu siapa Sabyan Gambus sebelum mendengar kabar perilisan film ini. Penasaran, saya pun membuka halaman YouTube mereka dan terkejut melihat jumlah subscribers sebesar 5,6 juta. Semakin terkejut saat mendapati video Ya Habibal Qolbi telah ditonton 305 juta kali. Sebagai perbandingan, video klip Gee milik Girls’ Generation yang legendaris itu “cuma” punya 232 juta penonton. A-Pop (Arab Pop) is more popular than K-Pop I guess?

Statistik di atas mendorong saya untuk menonton Sabyan Menjemput Mimpi, yang rupanya menampilkan para personel Sabyan memerankan diri mereka sendiri. Kisah dibuka kala mereka tengah gugup sebelum menjalani proses pengambilan gambar video klip bersama musisi luar negeri. Tiba-tiba, tanpa diduga tanpa dinyana, obrolan soal kegugupan berbelok ke arah mengenang masa lalu, dan filmnya pun mendadak memasuki fase flashback.

Apabila hendak menonton film ini, anda mesti mempersiapkan diri dengan gaya penulisan Novia Faizal (Something in Between, Calon Bini) yang menerapkan penuturan maju-mundur tanpa esensi pasti. Tanpa harus kembali ke masa kini tiap beberapa waktu sekali pun, alurnya bisa berjalan. Bahkan lebih mulus, karena peristiwa masa kini seringkali miskin korelasi dengan adegan masa lalu, atau hanya bertindak selaku rekap.

Melalui flashback, kita melihat perjalanan Sabyan, khususnya Nissa, yang hidup sederhana di rumah susun bersama kedua orang tua (Diky Chandra dan Cici Tegal) dan kakaknya, Iin (Aquino Umar). Ada kesemarakan di sana. Ketimbang menggambarkan kemiskinan, Sabyan Menjemput Mimpi menjadikan komplek rumah susun sebagai ruang penuh interaksi hangat antara penghuni.

Tapi serupa kondisi rumah susun, film ini terasa penuh sesak akibat subplot dengan dosis berlebih. Selain perjuangan Sabyan, ada cinta monyet antara Nissa dengan Dimas (Shandy William), kesulitan ekonomi keluarga Nissa, kerinduan anak kecil dari rumah sebelah bernama Nurul (Kanaya Gleadys) terhadap sang ibu, hingga perjalanan Bilal (Chandra Wahyu Aji) si penggemar Sabyan yang memiliki cacat fisik untuk menonton konser idolanya.

Begitu banyak cabang, tidak ada satu pun memperoleh penebusan emosi setimpal. Romansanya diakhiri kesan bahwa Dimas adalah pria manja sekaligus brengsek yang mengeluh saat wanita pujaannya sibuk meniti karir, lalu dengan mudah memalingkan hati tak lama setelah cintanya kandas. Seolah ia berprinsip, “Ah, wanita mana pun boleh, daripada jomblo”.

Konklusi kisah Bilal tidak kalah mengecewakan. Filmnya membangun momentum terkait pertemuannya—yang datang ke Garut bersama Ndut Kece (Meni Agus Nori) si penggemar Sabyan nomor satu—dengan Sabyan, hanya untuk menutupnya lewat adegan konser medioker. Kenapa pula Alim Ishaq, yang menjalani debut penyutradaraannya di sini, menutup momen tersebut dengan gerak lambat dramatis sambil menyoroti wajah Ndut Kece, seolah ia akan meninggal dunia?

Cara Alim Ishaq menangani adegan musikal pun sangat lemah. Sabyan Menjemput Mimpi dikemas mengikuti pakem Bohemian Rhapsody, alias bagai kompilasi video klip. Tapi, walau bermodalkan biaya jauh lebih besar, versi layar lebarnya memiliki kualitas tata artistik serta camerawork setara—bahkan di beberapa bagian lebih buruk—ketimbang video klip yang diunggah di kanal YouTube Sabyan Gambus. Murahan dan miskin kreativitas.

Beruntung film ini punya dua elemen, yaitu jajaran pemain mumpuni dan suara indah Nissa, yang di saat bersamaan mampu mengejutkan lewat penampilan natural yang acap kali menggelitik. Nissa jelas punya potensi. Saya bisa membayangkannya mencuri perhatian di film-film komedi. Sedangkan Diky Chandra tidak kalah luwes menyeimbangkan humor dengan tuturan dramatik.

Kolaborasi kedua elemen di atas bahkan sempat memproduksi satu adegan emosional. Diceritakan, di seberang rumah Nissa sekeluarga tinggal pria bernama Saman (Ade Firman Hakim) bersama puterinya, Nurul, juga Marno, sang ayah (Fuad Idris), yang tidak lagi bisa melihat. Suatu malam, Marno mendengar lagu Allahumma Labbaik milik Sabyan diputar di radio. Didorong keinginan besar mengunjungi tanah suci, tangis Marno pun pecah. Biasanya saya membenci adegan demikian, tapi karena akting heartbreaking dari Fuad Idris dan Ade Firman Hakim, ditambah lantunan suara indah Nissa, hati saya tersentuh.

Benar bahwa Sabyan Menjemput Mimpi mampu menghibur di beberapa titik serta memiliki hati. Saya sempat menimbang-nimbang untuk memberikan penilaian positif terhadap film ini, hingga adegan penutupnya tiba. Sebuah adegan yang tidak sepantasnya disertakan, dan lebih pantas muncul di halaman media sosial sebagai materi promosi atau sambutan sebelum gala premiere. That’s “the final nail in the coffin” for this movie.

12 komentar :

Comment Page:
Ilham Qodri mengatakan...

"Saya tidak tahu siapa Sabyan Gambus sebelum mendengar kabar perilisan film ini."

edgy banget lu bang wkwkwk

Rasyidharry mengatakan...

Serius kirain nama orang macem Aisyah atau siapa gitu 😂

ERIX mengatakan...

Padahal Sabyan ini udah macam Despacito-nya Indonesia loh haha sampe jadi meme juga :v

Anonim mengatakan...

Asli bang, Lu perlu keluar gua dan liat dunia supaya tersadarkan bahwa sekarang ini bukan lagi jaman nasidaria

Rasyidharry mengatakan...

Siapa lagi itu nasidaria???? Kalo qosidah & gambus diriku tolol 😂

Ulik mengatakan...

Bagaimana dengan Kendede dan manis manja

Andi mengatakan...

Tau sih nissa sabyan, kirain emang nama orangnya

Saat Santoso mengatakan...

Hahahaha ternyata bkn cm saya yang ngira nama Sabyan itu dikira nama orang.

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

njir ada yg bawa nasidaria pulak
hahaha
bahkan hmm nya nissa sabyan ini ampe ada yg 10 jam di youtube
isinya hmm... hm... hmm.. dia doang

Rasyidharry mengatakan...

Apa pulaaa itu hmm hmm video??

Teguh Yudha Gumelar mengatakan...

coba aja dicari

sapu jagat - sabyan mengatakan...

Sabyan makin tenar :)