SINGLE PART 2 (2019)

24 komentar
Kita berada di tahun 2019 dan Raditya Dika masih berkutat pada banyolan soal menjomlo. Sesungguhnya ia tahu tema tersebut sudah ketinggalan zaman, sehingga memutuskan tampil lebih serius, dewasa, bahkan sesekali berkontemplasi dalam Single Part 2. Tapi Raditya Dika dan kata “serius”, “dewasa”, dan “kontemplasi” tidak eksis dalam satu dunia.

Hasilnya adalah drama-komedi kacau yang tak pernah yakin hendak menuturkan apa serta bagaimana. Dika sama bingung dan ragunya dengan Ebi (karakter yang ia perankan), sehingga makan waktu 128 menit baginya untuk menampilkan usaha seorang pria menyatakan cinta. Single Part 2 merupakan film terpanjang Raditya Dika sejauh ini, dan sayangnya, juga yang terburuk.

Pasca konklusi film pertama, saya pikir Ebi telah memacari Angel (Annisa Rawles) dan lolos dari kehidupan melajang. Rupanya Ebi justru terperangkap dalam status friendzone, meski si gadis pujaan berulang kali menyiratkan adanya kesamaan perasaan. Tapi mulut Ebi membeku tiap hendak menyatakan cinta, dan ketika keberanian berhasil dikumpulkan, penghalang eksternal selalu saja hadir. Entah berupa dampak dari perbuatan dua temannya, Johan (Yoga Arizona) dan Nardi (Ridwan Remin), atau hal-hal trivial yang seharusnya tak mengganggu perjuangan Ebi.

Ditulis oleh Dika bersama Sunil Soraya (Single, The Guys, Suzzanna: Bernapas dalam Kubur) dan Donny Dhirgantoro (5 cm, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, Antologi Rasa), Single Part 2 termasuk suguhan one-trick pony, di mana membuat Ebi gagal menyatakan cinta dijadikan jalan tunggal supaya plot terus berjalan. Mayoritas durasi hanya diisi situasi tersebut, kesan yang dihasilkan perlahan berubah dari menggelitik, menjadi dipaksakan, sebelum akhirnya makin menyebalkan.

Ebi—kembali diperankan Dika lewat gaya biasa, yang di titik ini, sudah kehilangan pesonanya—sama sekali bukan protagonis likeable. Di film pertama ia adalah pria sial yang (sebagaimana kita semua) merindukan cinta, namun kini, ia hanya pria penyia-nyia kesempatan.

Begitulah perspektif Dika perihal presentasi dewasa. Perenungan mengapa di usia 30 tahun, karakternya masih melajang. Tapi menuakan usia karakter, atau menempatkannya di sebuah kelab single berisi pria-pria aneh dan uzur, tidak serta- merta membuat film anda lebih dewasa. Sebaliknya, itu merupakan cara pandang kekanak-kanakan mengenai pendewasaan.

Sulit bersimpati terhadap Ebi, yang tak lagi perlu bersusah-payah “membuka pintu”, sebab pintu tersebut telah terbuka, namun menolak melangkah masuk atau terkadang tidak menyadari terbukanya pintu tersebut. Apalagi ketika pasangannya adalah gadis seperti Angel. Pertama, dia cantik. Kamera Muhammad Firdaus (My Stupid Boss, My Generation, Target) pun gemar mengagumi kecantikannya lewat close-up. Kedua, Annisa punya kapasitas menangani peran utama guna menyedot atensi di tiap kemunculannya.

Naskahnya mengandalkan beberapa selipan kalimat untuk mewujudkan ambisinya terdengar bijaksana, berharap kebijaksanaan tersebut mampu menjadikan film ini drama mendalam. Tapi sukar menganggap serius deretan kalimat bijak itu, tatkala konflik utamanya hanya berputar soal usaha mengungkapkan cinta yang dihalangi hal-hal tak signifikan.

Keseriusan filmnya bahkan menganggu aliran komedi, yang sebenarnya masih mampu memancing segelintir tawa, menunjukkan betapa Dika belum sepenuhnya kehabisan akal terkait cara menyajikan hiburan ringan. Sayangnya, bahkan hingga titik terakhir Dika terus berhasrat menampilkan tontonan bermakna tanpa pernah sepenunya yakin mesti melakukan apa. Ditutupnya Single Part 2 lewat epilog tak berujung tentang bagaimana hidup dipenuhi kejutan. Memang hidup penuh kejutan, seperti saat saya tak menyangka Raditya Dika bakal jatuh serendah ini.

24 komentar :

Comment Page:
Andi Suhendar mengatakan...

Bang, risih gak sih hampir tiap percakapan selalu diakhiri dgn panggilan nama? Bi, njel, fa. Gua risih asli. Oh iya di film ini gue suka adegan Caesar doang, lainnya hampa. Apalgi si Ebi, udah ky ga mau idup :(

Netizen Baik Hati mengatakan...

Jadi... Gak rekomen nih?

Eldwin Muhammad mengatakan...

Yang jadi pertanyaan: Babe sama Pandji ngilang kemana?

VXVX mengatakan...

Babe diculik hantu. Pandji sembunyi dari masalah politik.

dim mukti mengatakan...

ada ngga dialog ngawur terus kemudian dikasih kalimat "tapi intinya bukan itu?" 😂

Rasyidharry mengatakan...

Nggak risih soalnya sama temen-temen saya juga sering gitu hahahah

Rasyidharry mengatakan...

Isn't that obvious? 😅

Rasyidharry mengatakan...

Dijelasin kok kalau itu. Setelah nikah, keduanya lost contact

Rasyidharry mengatakan...

Sejujurnya nggak inget. Udah pengen ilangin felem ini dari ingatan

Unknown mengatakan...

Dari dulu ga pernah suka film2nya raditya dika, jayus dan garing

Umay mengatakan...

Menurut saya film karya radit yang bagus hanyalah marmut merah jambu komedinya pas dan ending nya agak twist walaupun di pertengahan film agak udah ketebak hehe

Albert mengatakan...

Padahal Single 1 itu film Radit yang saya paling suka. Agak kuatir pas dibuat sekuel karena film2 terakhir Radit saya enggak suka. Ternyata benar. Konflik yang diulang2 sepanjang film padahal pintu udah terbuka lebar dan hasil akhirnya juga ga sesuai harapan. Yah agak merusak citra film pertamanya sih. Cuma Angel aja yang terasa tetap cantik kayak dulu.

Rasyidharry mengatakan...

Setuju, Single juga salah satu film Dika favorit saya. Begitu Ebi makin tolol di sini makin kesel lha ceweknya cakep gitu

alien mengatakan...

Maaf oot, mau tanya mas film parasite tayang di cgv tgl brp yak?

Rasyidharry mengatakan...

Bulan ini. Lupa pastinya minggu ketiga apa keempat

Alvin Maulana mengatakan...

Menurut pihak cinemaxx sih, tayangnya tanggal 26 juni. Cgv sepertinya juga sama tanggal tayangnya dengan cinemaxx

Rasyidharry mengatakan...

Yap, berarti tanggal 26 di semua bioskop

susan mengatakan...

Gak review Booksmart min?

Mahfuzd Ahmady mengatakan...

Kok parasite bisa ngalahin filmnya Tarantino di Cannes,mas?

Safri mengatakan...

Bang, maaf oot, ga ada review Dark Phoenix?

Rasyidharry mengatakan...

Karena juri lebih pilih itu. Kemungkinan terbesar ya karena Once Upon a Time in Hollywood bawa nostalgia Hollywood masa lalu yang kurang relatable buat juri yang tahun ini kebanyakan diisi sineas non-Amerika. Parasite juga nawarin banyak elemen baru.

Rasyidharry mengatakan...

Baru tayang Jumat kan. Kemarin midnite nggak nonton

susan mengatakan...

Sory min oot, ga ada review Booksmart ya?

nadhillahhehe mengatakan...

keren artikelnya, kasih review jelas. terimakasih banyak!