SINGLE PART 2 (2019)
Rasyidharry
Juni 07, 2019
Annisa Rawles
,
Comedy
,
Donny Dhirgantoro
,
Indonesian Film
,
Kurang
,
Muhammad Firdaus
,
Raditya Dika
,
REVIEW
,
Ridwan Remin
,
Sunil Soraya
,
Yoga Arizona
24 komentar
Kita berada di tahun 2019 dan
Raditya Dika masih berkutat pada banyolan soal menjomlo. Sesungguhnya ia tahu
tema tersebut sudah ketinggalan zaman, sehingga memutuskan tampil lebih serius,
dewasa, bahkan sesekali berkontemplasi dalam Single Part 2. Tapi Raditya Dika dan kata “serius”, “dewasa”, dan “kontemplasi”
tidak eksis dalam satu dunia.
Hasilnya adalah drama-komedi kacau
yang tak pernah yakin hendak menuturkan apa serta bagaimana. Dika sama bingung
dan ragunya dengan Ebi (karakter yang ia perankan), sehingga makan waktu 128
menit baginya untuk menampilkan usaha seorang pria menyatakan cinta. Single Part 2 merupakan film terpanjang
Raditya Dika sejauh ini, dan sayangnya, juga yang terburuk.
Pasca konklusi film pertama, saya
pikir Ebi telah memacari Angel (Annisa Rawles) dan lolos dari kehidupan
melajang. Rupanya Ebi justru terperangkap dalam status friendzone, meski si gadis pujaan berulang kali menyiratkan adanya
kesamaan perasaan. Tapi mulut Ebi membeku tiap hendak menyatakan cinta, dan
ketika keberanian berhasil dikumpulkan, penghalang eksternal selalu saja hadir.
Entah berupa dampak dari perbuatan dua temannya, Johan (Yoga Arizona) dan Nardi
(Ridwan Remin), atau hal-hal trivial yang seharusnya tak mengganggu perjuangan Ebi.
Ditulis oleh Dika bersama Sunil
Soraya (Single, The Guys, Suzzanna:
Bernapas dalam Kubur) dan Donny Dhirgantoro (5 cm, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk, Antologi Rasa), Single Part 2 termasuk suguhan one-trick pony, di mana membuat Ebi
gagal menyatakan cinta dijadikan jalan tunggal supaya plot terus berjalan.
Mayoritas durasi hanya diisi situasi tersebut, kesan yang dihasilkan perlahan
berubah dari menggelitik, menjadi dipaksakan, sebelum akhirnya makin
menyebalkan.
Ebi—kembali diperankan Dika lewat
gaya biasa, yang di titik ini, sudah kehilangan pesonanya—sama sekali bukan
protagonis likeable. Di film pertama
ia adalah pria sial yang (sebagaimana kita semua) merindukan cinta, namun kini,
ia hanya pria penyia-nyia kesempatan.
Begitulah perspektif Dika perihal
presentasi dewasa. Perenungan mengapa di usia 30 tahun, karakternya masih
melajang. Tapi menuakan usia karakter, atau menempatkannya di sebuah kelab single berisi pria-pria aneh dan uzur,
tidak serta- merta membuat film anda lebih dewasa. Sebaliknya, itu merupakan
cara pandang kekanak-kanakan mengenai pendewasaan.
Sulit bersimpati terhadap Ebi, yang
tak lagi perlu bersusah-payah “membuka pintu”, sebab pintu tersebut telah
terbuka, namun menolak melangkah masuk atau terkadang tidak menyadari
terbukanya pintu tersebut. Apalagi ketika pasangannya adalah gadis seperti
Angel. Pertama, dia cantik. Kamera Muhammad Firdaus (My Stupid Boss, My Generation, Target) pun gemar mengagumi
kecantikannya lewat close-up. Kedua,
Annisa punya kapasitas menangani peran utama guna menyedot atensi di tiap
kemunculannya.
Naskahnya mengandalkan beberapa
selipan kalimat untuk mewujudkan ambisinya terdengar bijaksana, berharap
kebijaksanaan tersebut mampu menjadikan film ini drama mendalam. Tapi sukar
menganggap serius deretan kalimat bijak itu, tatkala konflik utamanya hanya
berputar soal usaha mengungkapkan cinta yang dihalangi hal-hal tak signifikan.
Keseriusan filmnya bahkan menganggu
aliran komedi, yang sebenarnya masih mampu memancing segelintir tawa, menunjukkan
betapa Dika belum sepenuhnya kehabisan akal terkait cara menyajikan hiburan
ringan. Sayangnya, bahkan hingga titik terakhir Dika terus berhasrat
menampilkan tontonan bermakna tanpa pernah sepenunya yakin mesti melakukan apa.
Ditutupnya Single Part 2 lewat epilog
tak berujung tentang bagaimana hidup dipenuhi kejutan. Memang hidup penuh
kejutan, seperti saat saya tak menyangka Raditya Dika bakal jatuh serendah ini.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
24 komentar :
Comment Page:Bang, risih gak sih hampir tiap percakapan selalu diakhiri dgn panggilan nama? Bi, njel, fa. Gua risih asli. Oh iya di film ini gue suka adegan Caesar doang, lainnya hampa. Apalgi si Ebi, udah ky ga mau idup :(
Jadi... Gak rekomen nih?
Yang jadi pertanyaan: Babe sama Pandji ngilang kemana?
Babe diculik hantu. Pandji sembunyi dari masalah politik.
ada ngga dialog ngawur terus kemudian dikasih kalimat "tapi intinya bukan itu?" 😂
Nggak risih soalnya sama temen-temen saya juga sering gitu hahahah
Isn't that obvious? 😅
Dijelasin kok kalau itu. Setelah nikah, keduanya lost contact
Sejujurnya nggak inget. Udah pengen ilangin felem ini dari ingatan
Dari dulu ga pernah suka film2nya raditya dika, jayus dan garing
Menurut saya film karya radit yang bagus hanyalah marmut merah jambu komedinya pas dan ending nya agak twist walaupun di pertengahan film agak udah ketebak hehe
Padahal Single 1 itu film Radit yang saya paling suka. Agak kuatir pas dibuat sekuel karena film2 terakhir Radit saya enggak suka. Ternyata benar. Konflik yang diulang2 sepanjang film padahal pintu udah terbuka lebar dan hasil akhirnya juga ga sesuai harapan. Yah agak merusak citra film pertamanya sih. Cuma Angel aja yang terasa tetap cantik kayak dulu.
Setuju, Single juga salah satu film Dika favorit saya. Begitu Ebi makin tolol di sini makin kesel lha ceweknya cakep gitu
Maaf oot, mau tanya mas film parasite tayang di cgv tgl brp yak?
Bulan ini. Lupa pastinya minggu ketiga apa keempat
Menurut pihak cinemaxx sih, tayangnya tanggal 26 juni. Cgv sepertinya juga sama tanggal tayangnya dengan cinemaxx
Yap, berarti tanggal 26 di semua bioskop
Gak review Booksmart min?
Kok parasite bisa ngalahin filmnya Tarantino di Cannes,mas?
Bang, maaf oot, ga ada review Dark Phoenix?
Karena juri lebih pilih itu. Kemungkinan terbesar ya karena Once Upon a Time in Hollywood bawa nostalgia Hollywood masa lalu yang kurang relatable buat juri yang tahun ini kebanyakan diisi sineas non-Amerika. Parasite juga nawarin banyak elemen baru.
Baru tayang Jumat kan. Kemarin midnite nggak nonton
Sory min oot, ga ada review Booksmart ya?
keren artikelnya, kasih review jelas. terimakasih banyak!
Posting Komentar