MA (2019)
Rasyidharry
Juli 22, 2019
Diana Silvers
,
Kurang
,
Octavia Spencer
,
REVIEW
,
Scotty Landes
,
Tate Taylor
,
Thriller
6 komentar
Sebuah saran: Kalau ingin penonton mendukung karakter pembunuh atau psikopat dalam filmmu, pastikan ia membunuh dan/atau menyiksa korban yang tepat, yang penonton anggap pantas mendapatkannya. Di situlah letak kekeliruan Ma, thriller psikologis yang membuat saya kebingungan mesti merasakan apa, berekasi bagaimana, dan bersimpati kepada siapa.
Andai Scotty Landes selaku penulis naskah memasang target sederhana, Ma bisa menjadi cheap thrills yang sempurna sebagai tontonan seru tengah malam. Bahan bakunya mendukung. Sekelompok remaja termasuk protagonis kita, Maggie (Diana Silvers) yang baru saja pindah, terjebak dalam permainan gila seorang wanita misterius bernama Sue Ann (Octavia Spencer) alias "Ma". Diawali permintaan membelikan minuman keras, Ma justru mengajak mereka berpesta di ruang bawah tanah miliknya.
Di sana mereka bebas menenggak berbotol-botol minuman, menghisap ganja sepuasnya, tanpa takut ditangkap polisi sebagaimana terjadi sebelumnya. Satu-satunya aturan adalah "Dilarang menginjakkan kaki di lantai atas". Suatu larangan yang selalu dilontarkan karakter psikopat. Bocah-bocah ini jelas jarang menonton film.
Ma bisa bertahan di rute mudah, menempatkan fokus hanya pada proses para remaja menyadari adanya ketidakberesan dalam diri Ma, lalu berjuang kabur demi menyelamatkan nyawa mereka. Tapi film ini ingin lebih. Naskah awal Landes tak memiliki latar belakang bagi Ma, menjadikannya sesosok monster keji. Setelah sutradara Tate Taylor (The Help, The Girl on the Train) dan Spencer bergabung, barulah elemen itu dibuat demi terciptanya otentitas karakter, sekaligus menambahkan pesan anti-bullying.
Akhirnya, sesekali kita diajak mengintip masa lalu Ma, yang menjabarkan alasan mengapa ia mengundang remaja-remaja itu (makin lama jumlah "tamunya" makin besar). Alasan yang diharapkan memancing simpati penonton terhadap Ma, namun urung terjadi akibat ia (baca: filmnya) salah memilih korban. Saya memahami kesedihan Ma muda, tapi tak mendukung perbuatannya di masa kini. Apalagi berkat Diana Silvers, Maggie jadi protagonis yang gampang disukai.
Bukan masalah andai Ma sebatas cheap thrills, tapi presentasinya jelas berupa studi karakter yang mengedepankan eksplorasi psikis Ma, sembari membatasi jumlah situasi menegangkan. Sayang, seperti sudah dibahas di atas, filmnya salah memilih korban. Dari situlah Ma mulai terjebak di ketidakpastian dan bisa sepenuhnya tersedot dalam lubang hitam bernama "kemediokeran" kalau bukan karena Spencer. Menghabiskan karir memerankan figur hangat, Spencer bertransformasi memamerkan mood swing sekaligus memanusiakan sosok Ma. Tangisannya mengiris perasaan, sebaliknya, ia mengerikan saat tersenyum sambil merekam video, mengajak para remaja berpesta. Mungkin tetap sulit bersimpati padanya, namun Ma jelas bukan mesin pembunuh berhati hampa.
Klimaksnya menawarkan apa yang mayoritas penonton tunggu dalam wujud situasi singkat tapi menyakitkan tatkala Ma melepaskan segala beban mentalnya. Sayang, penyutradaraan Tate Taylor membuat momen puncaknya ditutup secara menggelikan. Bermaksud membangun kekacauan yang mewakili kondisi "run for your life!", kemasan canggung nihil intensitas dari sang sutradara menghapuskan peluang bagi paruh akhir filmnya menebus dosa-dosa sebelumnya.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
6 komentar :
Comment Page:Padahal film ini jadi salah satu film yg ane tunggu. Tapi kalo ternyata reviewnya mas rasyid jelong, skip aja mungkin kali ya. Nunggu hadir di lapak2 onlen aja dah
Padahal pengen nuntun ini film karena pas baca sinopsisnya menarik..
Tapi setelah baca review Mas Rasyid, mungkin lebih pilih Stuber..
Mas Rasyid,
Stuber mana Stuber?
Semoga film internasional Iko kali ini menghibur..
Stuber mah baru nonton Rabu ini. Nggak kuat double midnight. Udah tua 😅
Bang, Midsommar tayang nggak sih di Indonesia dari kemarin nungguin review bang Rasyid nggak nongol-nongol? :)
Harusnya tayang bulan ini. Tapi sampai sekarang belum didaftarin ke lsf. Mungkin distributornya masih mikir cara ngakalin adegan nude
Seru
Posting Komentar