CUTIES & THE FAKE (2019)
Rasyidharry
Maret 10, 2020
Araya A. Hargate
,
Comedy
,
Cukup
,
Kittiphak Thongauam
,
Peak Pattarasaya Kreursuwansiri
,
Petch Paopetch Charoensook
,
Pingpong Thongchai Thongkanthom
,
REVIEW
,
Ter Ratthanant Janyajirawong
,
Thai Movie
1 komentar
Kata “tootsie” dipakai di Thailand untuk menyebut pria
gay yang campy, dengan gaya maupun perilaku heboh, berlebihan, dan
mungkin dianggap norak oleh banyak orang. Cuties & The Fake (punya
judul asli Tootsies & The Fake) ibarat perayaan bagi para tootsies,
menjadikan mereka sebagai sosok-sosok lucu tanpa harus mengolok-olok secara ofensif.
Mereka campy, tapi ke-campy-an itu cukup menyenangkan pula
berwarna, sama berwarnanya dengan dandanan tokoh-tokohnya.
Kisahnya menyoroti persahabatan tiga gay, Gus (Petch Paopetch
Charoensook), Golf (Pingpong Thongchai Thongkanthom), dan Kim (Ter Ratthanant
Janyajirawong); plus lesbian bernama Natty (Peak Pattarasaya Kreursuwansiri). Mengadaptasi
serial televisi populer berjudul Diary of Tootsies yang berlangsung
selama dua musim, filmnya menganggap semua penonton sudah menyaksikan
serialnya, saat meniadakan penjelasan terhadap beberapa latar belakang konflik
serta hubungan antar karakter.
Tanpa membaca informasi di internet, penonton awam mungkin
takkan tahu bahwa Natty seorang lesbian. Padahal fakta tersebut berguna memperumit
kondisi ketika sang ibu (Dee Chanana Nutakom), yang lebih mencintai kucing
ketimbang puterinya, menolak membagi warisan bila Natty tidak segera punya
anak. Begitu pula mantan pacar Golf yang memilih jadi biksu, atau terciptanya dilema
cinta segitiga sewaktu Gus, yang kini tinggal bersama kekasihnya, bereuni
dengan sang mantan, Top (JJ Kritsanapoom Pibulsonggram).
Beberapa memang sebatas sempilan, namun tidak sedikit pula yang
berakhir melemahkan kualitas narasi. Apalagi naskahnya memang kurang baik
perihal mengembangkan konflik yang mempunyai banyak cabang. Praktis, amunisi Cuties
& The Fake tinggal menyisakan komedi yang berasal dari rentetan
kekacauan absurd setelah pertemuan Golf dengan selebritis idolanya, Cathy (Araya
A. Hargate).
Seabsurd apa? Simak deskripsi berikut: Suatu hari, Golf, yang
beprofesi sebagai make-up artist, sedang bekerja. Kim turut serta setelah
dipecat dari pekerjaan sebagai pramugara, akibat insiden di pesawat yang tidak
akan saya ungkap demi menjaga elemen kejutan dan kelucuan. Di situlah Golf
bertemu Cathy. Gugup, tubuhnya pun bercucuran keringat (“orang gemuk banyak
berkeringat” merupakan salah satu running joke film ini). Ketika Golf
jatuh dari kursi yang remuk akibat tak kuat menopang bobotnya, Cathy berusaha
membantu, tapi justru terpeleset gara-gara tangan Golf licin oleh keringat. Berkat
kebiasan berlatih yoga, Cathy bisa kayang untuk menopang tubuhnya. Malang, saat
hendak berdiri, kepala Cathy malah terbentur hidung Kim yang mengeras karena
terlalu sering suntik silikon. Cathy pun koma.
Akibat terancam gagal memenuhi kontrak mengisi suatu acara, Cathy
berpotensi dituntut oleh pihak penyelenggara. Sampai muncul ide dari otak gila
Golf dan Kim, untuk mencari “kembaran” sang bintang. Caranya? Mendatangi satu per satu wanita yang pernah mengoperasi wajah mereka agar mirip Cathy. Dari
beberapa kandidat, terpilih Nam, seorang penjual nasi goreng pinggir jalan.
Masalahnya, kepribadian Nam dan Cathy amat berlawanan.
Apabila Cathy dikenal ramah dan manis bak malaikat, maka Nam cenderung kasar
serta melempar sumpah serapah sesering menarik napas. Selain kelucuan,
kehadiran Nam turut memberi panggung bagi Araya memamerkan dualitas akting. Gradasinya
memang belum sempurna, apalagi sewaktu penampilan Nam sudah dipermak, namun menyaksikan
wanita cantik satu ini melakukan hal-hal memalukan adalah hiburan tersendiri.
Film komedi tidak mengenal istilah “terlalu lucu”, tapi lain
cerita dengan “terlalu berusaha lucu”. Cuties & The Fake menerapkan
setumpuk gaya. Permainan kata, humor kentut, humor toilet, humor seks, humor meta,
slapstick, sampai parodi terhadap Pee Mak (2013) yang dari sananya
sudah berbentuk horor-komedi. Beberapa tampil datar, terlebih saat timing enggan
diperhatikan, mengingat ranjau lelucon disebar hampir di tiap sudut. Tapi
sewaktu menemui sasaran, tawa yang dilahirkan tidak main-main.
Di luar kekurangannya, Cuties & The Fake tetap
tontonan crowd pleasure. Sutradara Kittiphak Thongauam punya energi
sekaligus visi mengemas absurditas memadai, didukung totalitas jajaran
pemainnya melakoni karakter-karakter bigger-than-life yang menarik…..kecuali
Gus. Sang protagonis sekaligus narator selaku pemilik buku harian tempatnya
menuliskan seluruh kisah film ini, justru merupakan figure paling membosankan.
Konfliknya gagal dikembangkan, kontribusinya dalam momen-momen komedik emas
pun tergolong minim dibanding duet maut Golf-Kim.
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
1 komentar :
Comment Page:Gue udah nonton seriesnya, dan 3 kata untuk seriesnya: "goblok..goblok..goblok" ����
Posting Komentar