HONEYLAND (2019)

4 komentar
Merupakan dokumenter pertama sepanjang sejarah yang meraih nominasi Oscar di kategori Best International Feature Film (perwakilan Makedonia) sekaligus Best Documentary Feature, duo sutradara Tamara Kotevska dan Ljubomir Stefanov awalnya hendak menjadikan Honeyland sebuah dokumenter pendek mengenai lingkungan di sekitar sungai Bregalnica yang didanai oleh pemerintah. Sampai mereka bertemu Hatidže Muratova di lokasi.

Hatidže adalah peternak lebah liar (salah satu yang terakhir di Eropa) yang tinggal di Bekirlija, sebuah desa terpencil tanpa listrik dan sumber air, bersama sang ibu yang berumur 85 tahun dan sudah amat lemah sehingga selama empat tahun terakhir hanya berada di tempat tidur. Fokus Honeyland pun dialihkan ke arah hubungan ibu-anak tersebut, sembari menyoroti keseharian Hatidže beternak lebah. Prinsip Hatidže adalah, “Cukup ambil separuh madu dan tinggalkan separuhnya untuk para lebah”. Tujuannya jelas: keseimbangan ekosistem.

Kotevska dan Stefanov sejatinya tak berniat menambahkan konflik. Jendela bagi penonton mengintip kehidupan yang jarang diekspos jadi tujuan. Lalu datang peternak nomaden bernama Hussein Sam beserta istri dan tujuh anaknya, yang menetap di sana. Awalnya tak banyak perubahan berarti. Kita masih disajikan keseharian normal, diajak mengintip rutinitas keluarga nomaden tersebut, termasuk bagaimana mereka menjalin hubungan harmonis dengan Hatidže. Desa yang sunyi berubah jadi ramai, dan mungkin bagi Hatidže, itu menyemarakkan hidupnya, memberikan warna baru.

Hatidže sendiri merupakan sosok ramah, ceria, juga bertenaga. Kepribadian yang bukan cuma membuatnya disukai anak-anak Hussein, pula menjadikan tangkapan realita di paruh pertama Honeyland tetap menarik disimak, walau ketidakpastian fokus maupun permasalahan cukup menguji kesabaran, meski memang gaya bertutur demikian yang diincar oleh kedua sutradara. Tapi lagi-lagi rencana berubah.

Melihat potensi bisnis jual-beli madu milik Hatidže, Hussein terdorong melakukan hal serupa. Awalnya Hatidže dengan senang hati mengulurkan bantuan. Bisnis pun berjalan mulus. Hingga permintaan pasar meroket, memaksa Hussein mensuplai madu lebih banyak dari yang ia mampu. Prinsip “take half, leave half” perlahan Hussein lupakan tatkala keuntungan— selaku bagian budaya konsumerisme— mulai membutakan. Akibat tiada lagi madu tersisa di sarang, lebah-lebah Hussein menyerang lebah Hatidže. Kerusakan terjadi, dengan harmoni alam, pula sesama manusia (keluarga dan tetangga) menjadi korban.

Beberapa kali perubahan fokus cerita itu, alih-alih mengganggu, justru mampu menangkap esensi realita, di mana seringkali hidup berjalan tak sesuai rencana akibat terjadinya hal-hal di luar perkiraan. Para pembuat filmnya, sebagaimana subjek mereka, dituntut beradaptasi, menciptakan koneksi antara si pembuat karya dengan karyanya.

Kotevska dan Stefanov menerapkan gaya fly on the wall dan cinéma vérité, yang sama-sama bertujuan menelanjangi kebenaran melalui visual. Pertemuan antara kedua gaya di atas dengan perubahan arah narasinya justru saling menguatkan. Tanpa narasi voice over, penonton diposisikan sebagai observer tak kasat mata yang masuk ke ruang intim karakter. Kita bukan dibawa pada studi kasus masa lampau, tapi mengalami langsung lika-liku peristiwanya, termasuk deretan change of event tanpa rekayasa. Baik penonton, kamera, maupun objek, (seolah) menjalaninya secara bersamaan. Andai konflik serupa dituturkan melalui media drama fiktif, dampaknya takkan sebanding karena ketiadaan kesan “right here right now” yang organik.

Pembuatan Honeyland memakan waktu tiga tahun. Stok rekaman sekitar 400 jam berhasil dikumpulkan. Waktu yang cukup untuk membuat jajaran individunya, yang konon awalnya malu-malu di depan kamera, menjadi terbiasa. Mereka tak menahan diri dalam meluapkan isi hati. Mereka melupakan keberadaan kamera, begitu pula kita. Honeyland benar-benar menangkap realita. Sebuah realita yang heartbreaking tatkala (seperti biasa) manusia menginvasi harmoni.


Available on HULU

4 komentar :

Comment Page:
M. ARif Kurniawan mengatakan...

Langganan Hulu di Indonesia gmn? Apakah ada penyedia nya juga seperti netflix?

Rasyidharry mengatakan...

Harus pake vpn US dan donlot aplikasinya di web

Avi mengatakan...

Bayarnya gimana mas? Pusing bgt nyari CC US buat sign up hulu.

Rasyidharry mengatakan...

Wah selain pake CC US kurang tahu