PALM SPRINGS (2020)

Tidak ada komentar
“Oh, satu lagi film bertema time loop pengekor Groundhog Day?”. Mungkin reaksi bernada skeptis tersebut muncul di benak banyak orang. Wajar, sebab meski melahirkan deretan tontonan menarik, tidak bisa dipungkiri, keunikan lingkaran waktu sebagai plot device sudah mulai luntur. Tapi di tangan Max Barbakow (sutradara) dan Andy Siara (penulis naskah), yang di sini sama-sama menjalani debut layar lebar, Palm Springs jadi tontonan yang menyegarkan kembali konsep itu.

Awalnya, semua berjalan seperti biasa. Nyles (Andy Samberg) terbangun pada pagi hari tanggal 9 November, menghadiri resepsi pernikahan di mana kekasihnya, Misty (Meredith Hagner), menjadi salah satu bridesmaids, lalu berkenalan dengan kakak mempelai wanita, Sarah (Cristin Milioti), yang nampak tak menikmati hari bahagia sang adik.

Sampai di sini, semua terlihat normal. Penonton, termasuk saya, bakal beranggapan bahwa beberapa menit awalnya tak lebih dari prolog basa-basi sebelum kekacauan time loop bermula. Ternyata tidak. Saat hendak berhubungan seks, Nyles dan Sarah dikejutkan oleh kedatangan Roy (J. K. Simmons) yang menembakkan panah ke punggung Nyles, lalu terungkap jika time loop sudah terjadi. Dan Nyles menyadari itu.

Artinya, time loop sudah berlangsung sebelum film dimulai, pun karakternya mengetahui itu sebelum penonton, yang mana memberi keunikan selaku pendobrak pakem film bertema serupa. Menurut Barbakow dan Siara, elemen tersebut berfungsi menjauhkan filmnya dari Groundhog Day (serta judul-judul lain yang mengambil inspirasi darinya), menjadikan Palm Springs bak suatu sekuel bagi film yang tidak pernah eksis.

Situasi makin kompleks selepas Sarah ikut terjebak dalam lingkaran waktu. Mereka akan kembali mengulang hari yang sama jika tertidur, mati, atau memasuki gua misterius yang bagai berfungsi sebagai portal waktu. Menyusul berikutnya adalah kejenakaan dari aktivitas dua protagonis. Entah berupa usaha mereka membebaskan diri dari kurungan waktu, atau bersenang-senang menikmati fakta bahwa keduanya: a) Tidak bisa mati; b) Tidak perlu menjaga sikap, sebab 9 November akan terus terulang.

Meski menyatakan ingin berusaha tampil beda, toh Barbakow dan Siara cukup tertolong dengan keberadaan film-film serupa yang sudah ada sebelumnya. Mereka memiliki acuan tentang bagaimana menangani beberapa situasi, salah satunya montage khas film time loop, tatkala karakternya berulang kali terbangun di hari yang sama. Live, die, repeat. Daya hiburnya pun bertambah melalui kepiawaian Barbakow memoles situasi canggung (masturbasi di depan pacar, diselingkuhi di depan mata, dan lain-lain) jadi humor menggelitik.

Samberg dan Milioti membangun chemistry yang sanggup memancing tawa sekaligus memainkan romansa. Romantis tanpa perlu menjadi cheesy, bagai pasangan yang telah saling kenal begitu lama, hingga tak perlu mengucapkan kata “cinta” guna mengekspresikan cinta, kecuali di momen-momen spesial. Chemistry ini penting, karena di luar persoalan lingkaran waktu, Palm Springs juga membicarakan individualisme dunia modern.

“Apa perlunya hidup kalau hanya untuk menjalani eksistensi?”, tanya Sarah kepada Nyles, yang telah menyerah untuk berusaha lolos dari lingkaran yang terus berulang. Hilangkan elemen time loop, dan kita melihat cerminan individu dunia nyata (bahkan mungkin kita sendiri) dalam diri Nyles. Individu yang menjalani rutinitas repetitif dari hari ke hari, yang seolah selalu sama. Kecuali ada “orang lain”. Orang lain yang menyadarkan, bahwa kita tak harus selalu sendiri. Orang lain yang menyadarkan, bahwa menjalani sesuatu bersama-sama bakal jauh lebih menyenangkan. Dan andai orang itu menghilang, kesepian yang lebih kuat dari sebelumnya tiba-tiba menyergap, menyuntikkan rasa sakit yang membuat kita ingin mati saja. Palm Springs menangkap dinamika itu dengan amat baik.

Sebagai satu lagi pembeda dari Groundhog Day adalah implementasi elemen sci-fi. Bukan high concept, bukan pula berupa sains cerdas. Cenderung bodoh dan tidak logis, yang justru sesuai, mengingat Palm Springs sendiri tidak jauh dari dua hal itu (not in a bad way of course). Terakhir, tontonan macam ini takkan lengkap tanpa misteri tak terpecahkan yang memancing diskusi selepas durasi berakhir: Siapa sesungguhnya Nana (June Squibb)? Biarlah terjawab di (lingkaran) waktu lain.


Available on HULU

Tidak ada komentar :

Comment Page: