THE MAID (2020)
Rasyidharry
Juli 12, 2020
horror
,
Keetapat Pongrue
,
Kurang
,
Lee Thongkham
,
Piyaluk Tuntisrisakul
,
Ploy Sornarin
,
REVIEW
,
Savika Chaiyadej
,
Teerapat Sajjakul
,
Thai Movie
4 komentar
Siapa bilang horor Thailand selalu superior dibanding
Indonesia? The Maid mengingatkan saya
terhadap judul-judul dalam negeri produksi Hitmaker Studios, khususnya garapan
Rocky Soraya. Mulai dari bentuk “horor supernatural formulaik di paruh pertama,
slasher berdarah di paruh kedua”
hingga pilihan twist, tampak serupa.
Bahkan saya bisa membayangkan posisi aktris utama yang diduduki Ploy Sornarin
diserahkan ke Jessica Mila.
Paragraf di atas tentu bukan tuduhan plagiasi (formula tersebut
bukan eksklusif milik Rocky), melainkan sedikit sentilan terhadap anggapan, “Horor
Thailand pasti bagus! Beda sama Indonesia!”. Sungguh keliru. Nyatanya, menonton
The Maid pun bisa menghadirkan dampak
tidak jauh beda dengan horor lokal medioker, termasuk soal jump scare yang membahayakan gendang telinga.
Alkisah, sudah berkali-kali pasangan suami-istri Nirach (Theerapat
Sajakul) dan Uma (Savika Chaiyadej) kehilangan pembantu, yang memilih keluar akibat
tidak kuat menghadapi teror boneka monyet milik puteri mereka, Nid (Keetapat
Pongrue), yang tiap malam berubah jadi siluman (?). Sebelum anda menanyakan
rahasia di balik boneka itu, saya sampaikan lebih dulu, bahwa The Maid takkan menjawab pertanyaan itu.
Karena nantinya, sumber teror beralih ke sosok hantu wanita.
Protagonis kita, Joy (Ploy Sornarin) merupakan pembantu baru
di sana. Dan seiring kedatangan Joy, kita dibawa mempelajari, seberapa kaya dan
disfungsional keluarga ini. Sangat disfungional. Nirach dan Uma bak orang asing
yang tinggal bersama, di mana Uma menganggap suaminya adalah pecundang, yang
cuma bergantung pada bantuan serta harta ayah istrinya. Sedangkan Nid yang
masih bocah, selalu dikurung dalam kamar, dianggap mengalami gangguan jiwa
karena sering mengaku melihat hantu.
Tapi tenang, mereka sangat kaya. Alih-alih kamar kecil di
sudut belakang rumah, sebagai pembantu, Joy diberikan sebuah pondok besar di
seberang rumah utama. Tengok juga bagaimana dandanan Uma. Biarpun lebih banyak
duduk bak permaisuri di sofa empuknya, ia tak pernah absen mengenakan baju
glamor layaknya hendak mendatangi pesta. Mungkin sutradara Lee Thongkham
bersama penulis naskahnya, Piyaluk Tuntisrisakul, berniat menciptakan kesan empowering berupa gambaran wanita yang selalu
tampak cantik nan berkharisma untuk dirinya sendiri, namun presentasinya
berlebihan, cenderung cartoonish dan
menggelikan.
Kemudian, alurnya— yang tanpa alasan jelas dibagi menjadi
beberapa chapter —mengetengahkan teror
yang menimpa Joy. Seperti telah disebutkan, kali ini gangguan bukan berasal
dari siluman monyet, tapi hantu pembantu wanita. Desain si hantu tidak buruk.
Dengan kulit hitam seperti hangus terbakar ditambah senyum menyeringai, ia
nampak creepy di beberapa kemunculan
awal, yang cuma mengharuskan si hantu berdiri diam di sudut gelap ruangan. Sampai
penampakan terus diulang, yang semakin lama semakin berisik. Segelintir jump scare cukup efektif memacu jantung,
tapi mayoritas hanya gempuran suara berisik yang tak memedulikan timing.
Setidaknya, The Maid enggan
sepenuhnya bergantung kepada jump scare,
masih meluangkan usaha merangkai misteri selaku pondasi, meski twist pertama (mengenai identitas si
hantu) sudah bisa tercium sedari awal. Barulah begitu twist kedua muncul, filmnya banting setir ke arah suguhan slasher/revenge flick. Sebenarnya bukan
kejutan berkualitas. Kesan tiba-tiba kental terasa, pun tanpa transisi mulus,
sehingga paruh pertama dan kedua film ini seperti dua film berbeda yang dipaksa
menyatu.
Tapi paruh kedua The
Maid jauh lebih menyenangkan. Di sinilah Lee Thongkham menanggalkan
keseriusan, mengajak penonton bersenang-senang lewat banjir darah, bahkan
menjadikan lagu konyol Ngad Thang Ngad (di
sini mungkin lebih dikenal sebagai lagu “ngatengat tengat tengat”) yang sempat
viral tahun lalu sebagai latar adegan pembantaian. Tentu saja banyak slasher di luar sana yang metode
pembunuhannya lebih kreatif sekaligus lebih berdarah-darah, tapi setelah paruh
pertama yang demikian buruk, paling tidak The
Maid ditutup secara menyenangkan.
Available on NETFLIX
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
4 komentar :
Comment Page:Setidaknya dengan film ini orang2 thailand bakal bilang "film horror indonesia lebih bagus dari horror thailand" :)
Krn selama ini film thai yg masuk yg bagus2 aja.. trus mau dibandingin sm filmnya RA pikcur.. yah jauhhm..
Emang netflix gak milih2 kualitas film yah??
Streaming service, kayak model bisnis lain di industri mana pun, nomor satu ya potensi profit, bukan kualitas. Dan terbukti The Maid jadi trending
Kirain ini remake The Maid-nya Kelvin Tong 2005 silam.
Posting Komentar