REVIEW - JOSÉE

1 komentar

Selepas sukses besar memerankan Nam Do-san si tikus got tidak tahu terimakasih di Start-Up, Nam Joo-hyuk bereuni dengan Han Ji-min, di mana keduanya pernah berduet di salah satu drama Korea tersukses sekaligus terbaik sepanjang masa, The Light in Your Eyes. Merupakan remake dari film Jepang Josee, the Tiger and the Fish (2003) yang diadaptasi dari buku berjudul sama karya Seiko Tanabe, Josée adalah romansa yang membicarakan tentang kebebasan, dan tentu saja cinta. Cinta yang cukup dirasakan, tidak perlu dimengerti, pula tidak membutuhkan alasan.

Lee Young-seok (Nam Joo-hyuk) adalah mahasiswa yang tak pernah menetap di satu hati. Dari junior hingga dosen, semua berakhir di ranjang. Suatu hari ia menolong seorang wanita (Han Ji-min) yang terjatuh dari kursi roda. Dibawalah wanita itu ke rumahnya. Sebuah rumah kumuh tempatnya tinggal bersama sang nenek. Wanita itu memperkenalkan diri dengan nama Josée, yang kelak Young-seok tahu, diambil dari nama karakter novel buatan Françoise Sagan, Wonderful Clouds. Young-seok mulai rutin berkunjung untuk makan gratis dan perlahan menaruh rasa kepada Josée.

Di bawah pengarahan sutradara Kim Jong-kwan yang turut menulis naskahnya, Josée mungkin bakal mengejutkan bagi penonton yang datang demi melihat Nam Do-san 2.0 atau suguhan melodrama mengharu biru. Filmnya mengalun lembut, dengan kesenduan yang diperkuat oleh latar bersalju d beberapa bagian, juga musik berbasis dentingan piano dan petikan gitar gubahan Narae. Ditambah lagi, Josée selalu berbicara lirih, cenderung berbisik.

Orientasi Josée adalah rasa yang dibangun melalui mood situasi. Melalui keheningan, melalui dinginnya salju di luar rumah, melalui semburat cahaya matahari yang menembus masuk dari jendela, melalui tatapan-tatapan, melalui cinta yang mengawang-awang di udara alih-alih diutarakan secara meledak-ledak. Gaya yang rasanya takkan sesuai untuk semua penonton, namun jika bisa menerimanya, anda akan terhanyut, dan secara tidak sadar sudah tenggelam di tengah cinta kedua tokoh utama.

Kekuatan terbesar Nam Joo-hyuk adalah membuat karakter problematik menjadi likeable. Prestasi itu telah ia tunjukkan di Start-Up, dan mampu diulanginya di sini. Anda bakal menganggap tendensi Young-seok berganti-ganti pasangan sebagai kebodohan, tapi takkan membencinya. Sedangkan Han Ji-min melahirkan sosok penuh kesepian yang menolak merasa sepi. Sosok penuh keterbatasan yang menolak dibatasi. Sosok misterius yang terus mengundang rasa penasaran penonton untuk lebih memahaminya.

Pertanyaan (dan mungkin keluhan) sepertinya bakal banyak ditujukan terhadap konklusi filmnya. Selepas timeskip lima tahun, kisahnya memberi titik balik kepada hubungan dua karakter tanpa alasan pasti. Tapi jika diperhatikan, Josée memang bukan soal kepastian. Protagonisnya berbohong tentang nama, pula latar belakang hidupnya. Karena sekali lagi, ini tentang rasa. Tentang cinta. Tidak ada yang bisa menjelaskan alasan pasti mengapa cinta datang dan pergi.

Kekurangan sebenarnya dari Josée justru terkait kurang lantangnya film ini dalam menyuarakan pesan mengenai berbagai wajah dari “kebebasan”. Bahwa apa yang kerap dipandang sebagai kekangan malah mungkin saja merupakan bentuk kebebasan lain. Bahwa sebuah kepedihan yang bagi banyak orang menghancurkan, bagi orang lain bisa saja memberi suntikkan untuk bangkit mengejar kebebasan. Semuanya dipaparkan lewat ambiguitas alegori-alegori (ikan, harimau, dll.) yang tak pernah sepenuhnya meninggalkan kesan.

1 komentar :

Comment Page:
Anas Reza mengatakan...

bang, review film your name engraved herein dooongs :)