REVIEW - PERSAHABATAN BAGAI KEPOMPONG
Persahabatan Bagai Kepompong bakal membangkitkan kenangan banyak orang. Entah pendengar lagu Kepompong milik Sind3ntosca yang pada mengisi daftar putar remaja-remaja pada masanya, penonton sinetron adaptasinya yang tayang tahun 2008 hingga 2009, maupun penikmat keduanya. Tapi karya penyutradaraan kedua Sentot Sahid yang melakoni debutnya hampir dua dekade lalu lewat Titik Hitam (2002) ini, bukan mengandalkan nostalgia semata. Filmnya mampu berdiri sendiri, bahkan menonjol dibanding kebanyakan drama berlatar sekolah.
Naskah buatan Alim Sudio memberi relasi unik antara film dengan sinetronnya, di mana Kepompong merupakan karya fiksi, tepatnya "sinetron jadul", yang jadi inspirasi di balik pemilihan nama geng karakternya. Sebuah meta sequel. Pendekatan serupa pernah dilakukan oleh New Nightmare (1994), Book of Shadows: Blair Witch 2 (2000), The Human Centipede 2 (2011), sampai Muppets Most Wanted (2014). Di Indonesia, setahu saya baru seri Warkop DKI Reborn yang melakukannya.
Apa pengaruh dari status sebagai meta sequel? Eksplorasi kisahnya lebih bebas. Tentu tribute dan reference tetap diselipkan, baik berupa cameo, juga pemakaian lagu-lagu seperti Gelora Asmara, Tuhan Tolong, dan pastinya Kepompong. Izinkan saya mengapresiasi keputusan memakai lagu Kepompong versi asli (bagi yang aktif di forum-forum internet saat lagunya meledak dulu, tentu tidak asing), yang lebih kental sentuhan rock, dan bisa kalian dengar di kanal YouTube "sind3ntosca".
Cerita berpusat pada siswa SMP bernama Ben Sarjono (Bio One), yang sepeninggal ibunya, mesti pindah dari Bandung ke Jakarta, sementara sang ayah (Gunawan Sudrajat) menjalani dinas ke Papua. Menetap di rumah Om Bimo (Pascal Azhar) dan Tante Indah (Lulu Tobing), Ben pun harus tinggal serumah bersama sepupunya, Isabel (Yasmin Napper), yang selalu mengejeknya sebagai "anak mami".
Keduanya memang berlawanan. Jika Ben termasuk golongan rakyat jelata cupu di sekolah, Isabel merupakan anggota geng Kepompong yang populer. Selain Isabel, ada si lugu Bembi (Shanice Margaretha), si kutu buku Dana (Jihan Safira), dan si sporty Lydia (Thalita Putri Riantani). Tipikal formasi geng cewek di film-film remaja. Tentu Kepompong punya geng saingan, yakni The Fabulous Diva, yang dipimpin Paula (Cut Beby Tsabina). Isabel dan Paula sejatinya bersahabat saat kecil. Keduanya bahkan lahir di rumah sakit dan hari yang sama. Hubungan itu merenggang, lalu berkembang jadi permusuhan, pasca persahabatan ibu mereka kandas akibat kegagalan suatu bisnis.
Persaingan kedua geng memanas, tatkala pihak sekolah mengadakan lomba pembuatan konsep acara perpisahan. Fokus Ben terpecah. Di satu sisi, ia ingin membantu Kepompong, namun di sisi lain, mulai tumbuh benih cinta antara dirinya dan Paula. Masalah tidak berhenti di situ. Sebagai "rakyat jelata", Ben dan temannya, Kimo (Fatih Unru), kerap jadi korban perisakan geng The Mafioso. Siapa ketua geng tersebut? Bobby (Joshua Rundengan), mantan pacar Paula.
Konfliknya begitu ramai, yang mana mewakili kompleksitas sinetron remaja mana pun (tidak cuma Kepompong). Hebatnya, meski hanya punya waktu sekitar 95 menit, naskah buatan Alim Sudio mampu menyatukan segalanya dengan rapi, saling terkait, saling mengisi, tanpa tumpang tindih. Pun terasa menyegarkan, mendapati sebuah drama remaja, di mana kedua tokoh utamanya bukan merupakan pasangan romantis.
Ada satu momen menarik, ketika di kamar, Ben menceritakan patah hati yang ia rasakan kepada tantenya, sementara Isabel mencuri dengar dari luar. Momen sederhana, kalau tidak mau dibilang klise, tetapi keberadaan Isabel yang tampak sedih mendengar penderitaan Ben, betul-betul memperkuat hubungan persaudaraan yang coba dibangun film ini. Semakin emosional momen tersebut, berkat Lulu Tobing beserta afeksi hangat yang ia berikan.
Akting para pemain lumayan memuaskan, meski penampilan mereka diganggu oleh buruknya tata suara. Keputusan Sentot Sahid menyertakan lagu dengan kuantitas cukup banyak, malah jadi bumerang ketika dibenturkan dengan lemahnya penataan suara, yang membuat dialog acap kali tenggelam di balik musik.
Bio One memberi performa memadai, meski tetap aneh rasanya, melihat aktor berumur 23 tahun memerankan siswa SMP. Sebagai perbandingan, Derby Romero baru berumur 18 tahun tatkala menjadi anak SMA di sinetronnya. Sedangkan bagi Yasmin Napper, Persahabatan Bagai Kepompong menegaskan potensi yang ia tunjukkan semasa menjalani debut lewat Imperfect dua tahun lalu. Bagi saya, Yasmin seperti Mawar de Jongh. Bintang muda dengan screen presence kuat, yang mampu membuat penonton jatuh cinta seketika. Terakhir, jangan lupakan pula Fatih Unru dengan akting dramatik mumpuni, yang menandakan kesiapannya melangkah, dari fase "aktor cilik" menuju "aktor remaja".
Persahabatan Bagai Kepompong mungkin punya alur formulaik, namun segala formula tersebut berhasil dikemas secara solid. Termasuk urusan konsistensi. Seperti telah saya sebutkan, naskahnya mampu menyatukan setumpuk konflik agar saling terkait dan mengisi. Semua bermuara pada dua pesan utama: anti-perisakan dan prasangka. Hampir seluruh gesekan antar karakter, timbul akibat prasangka. Akibat kurangnya pemahaman satu sama lain, sehingga kisahnya menjadi proses karakternya belajar membuka diri, untuk kemudian saling terkoneksi.
Available on DISNEY+ HOTSTAR
1 komentar :
Comment Page:jujur saya ragu sama film ini, tapi setelah baca ulasannya Mas Rasyid, saya putuskan untuk nonton.
saya juga sepenuhnya lupa sih sama alur cerita sinetron nya, waktu itu umur 5 kalau nggak 6 tahun saya. Tapi saya ingat banget tiap sore saya sama keluarga mantengin SCTV buat nonton sinetron ini.
BTW nanti Villa 666... Ups maksudnya wandavision bakal di-review Tabang?
Posting Komentar