REVIEW - ANBIRKINIYAL
Membuat film survival bukan perkara gampang. Sebagaimana tokoh utamanya, sang pembuat mesti cerdik berkreasi, mencari solusi di tengah keterbatasan. Anbirkiniyal menempuh jalan lain. Antara kurang percaya diri dengan elemen survival-nya, atau didorong ambisi tampil lebih besar dari seharusnya, remake versi Tamil dari film Malayalam berjudul Helen (2019) ini, lebih banyak menghabiskan waktu di luar, ketimbang di dalam ruang pendingin tempat protagonisnya terkurung selama sekitar lima jam.
Serupa banyak film Hindi, Anbirkiniyal tidak ragu menghabiskan waktu membangun pondasi, di mana konflik seputar bertahan hidup baru hadir kala durasi menyentuh angka 50 menit (dari total 122 menit). Sebelumnya, penonton diperkenalkan dulu pada Anbirkiniyal alias Anbu (Keerthi Pandian), gadis yang disukai semua orang berkat keramahan dan senyum manis yang selalu ia berikan. Selain bekerja paruh waktu di restoran cepat saji hingga tengah lama, Anbu sedang berjuang mencapai cita-citanya, untuk bekerja di Kanada sebagai perawat.
Alasannya, demi membantu perekonomian keluarga, termasuk hutang ayahnya, Sivam (Arun Pandian). Hubungan keduanya mendominasi sejam pertama, penuh interaksi hangat sekaligus menggelitik, yang dihidupkan oleh kuatnya chemistry dua pemeran utama. Wajar saja, mengingat di dunia nyata, mereka adalah ayah dan anak sungguhan. Faktanya, Arun dan puteri sulungnya, Kavitha, turut bertindak selaku produser.
Di sisi lain, Anbu menyembunyikan hubungannya dengan Charles (Praveen Raja) dari sang ayah, karena kekasihnya itu menganut Kristen. Hingga hubungan itu terungkap pasca peristiwa tak menyenangkan di suatu malam, yang turut menimbulkan konflik antara Anbu dengan Charles dan Sivam. Belum sempat konflik tersebut usai, terjadilah hal tak terduga. Akibat kelalaian beberapa karyawan, Anbu terkurung dalam ruang pendingin di tempatnya bekerja, pada malam hari setelah restoran tutup.
Apakah lamanya waktu yang dihabiskan untuk membangun latar belakang memberi dampak positif? Nyatanya demikian. Selain membantu mengenal tokoh-tokohnya sehingga memudahkan timbulnya simpati, muncul pula pertanyaan, "Bagaimana jika sebuah pertengkaran jadi memori terakhir tentang sosok tercintamu?". Mungkin pertanyaan serupa mengisi kepala Sivam, yang membuat perjuangannya mencari sang puteri semakin emosional.
Tapi tidak seluruh durasi dimanfaatkan secara efektif. Lebih banyak porsi diberikan bagi kampanye anti-rokok berkedok drama keluarga, ketimbang menggali aspek lain, misalnya soal cinta beda golongan antara Anbu dan Charles, yang berakhir sebagai pernak-pernik tanpa dampak berarti. Menghilangkannya pun takkan mempengaruhi apa pun, mengingat kesan buruk yang tertinggal saat Sivam pertama kali bertemu Charles, bukan berasal dari perbedaan tersebut.
Sajian utamanya, yang menampilkan usaha Anbu bertahan hidup dipresentasikan dengan baik. Seiring terus menurunnya suhu ruangan, kita menyaksikan beragam cara ditempuh Anbu, mulai dari membungkus tubuh menggunakan kain, plastik, serta duct tape, sampai membangun "iglo darurat" bermodalkan kardus dan kotak penyimpan makanan. Tidak semua berjalan mulus, di mana beberapa malah memberinya kesulitan (dan cedera) baru.
Intinya, terdapat banyak varian peristiwa, agar ketegangan terus terjaga walau cuma berlatar satu ruangan. Pun setelah menghabiskan separuh awal film sebagai gadis likeable, Keerthi mampu menghidupkan penderitaan-penderitaan Anbu, tanpa harus melemahkan sosoknya. Dia terpojok, terluka, sekarat, berulang kali jatuh, namun enggan menyerah hingga titik darah penghabisan.
Masalahnya, keputusan untuk terus memindahkan fokus dari dalam dan luar ruangan, mengganggu flow penceritaan, biarpun penyutradaraan Gokul sejatinya lumayan efektif perihal membangun intensitas. Di sela-sela perjuangan Anbu, kita juga melihat saat pencarian yang dilakukan Sivam dan Charles menemui banyak rintangan, khususnya dari pihak polisi yang tak bertanggung jawab. Memang benar, kritik soal bagaimana kelalaian aparat berpotensi menghilangkan nyawa manusia menambah relevansi penceritaan. Tapi jika seusai film penonton lebih teringat pada kebusukan polisi (yang menyita lebih banyak durasi) ketimbang survival-nya, berarti Anbirkiniyal bukanlah film survival yang baik.
Available on PRIME VIDEO
Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar