REVIEW - GUNPOWDER MILKSHAKE

4 komentar

Saat Atomic Blonde (2017) pertama diumumkan, saya mengira bakal mendapat John Wick-esque versi wanita. Seperti kita tahu, hasilnya berbeda (yang mana bukan masalah). Lebih serius, lebih suram, lebih mengedepankan intrik spionase kompleks. Empat tahun berselang, Navot Papushado (Rabies, Big Bad Wolves) menghidupkan harapan itu melalui Gunpowder Milkshake. 

Alurnya sendiiri mengikuti formula yang membuat John Wick populer (selain karena aksinya tentu saja), salah satunya terkait pembangunan mitologi unik dalam dunia kriminal. Diner dan rumah sakit yang mau membuka pintu bagi para pembunuh selama tak membawa pistol, gudang senjata berkedok perpustakaan, dan lain-lain. Hanya saja, tanpa kematian seekor anjing. 

Sam (Karen Gillan) adalah pembunuh bayaran, yang dipekerjakan oleh Nathan (Paul Giamatti), kepala HR untuk perusahaan bernama The Firm. Ibu Sam, Scarlet (Lena Headey), juga melakoni profesi serupa, sebelum mendadak pergi meninggalkannya 15 tahun lalu. Walau handal, Sam dikenal sukar diatur, dan kerap bertindak di luar misi. 

Seperti kala ia memilih menyelamatkan Emily (Chloe Coleman) si bocah berusia 8 ¾ tahun, ketimbang mengembalikan uang milik The Firm sesuai instruksi. Alhasil, Sam berbalik jadi buronan The Firm. Seolah belum cukup bahaya mengancam, nyawanya turut diincar Jim McAlester (Ralph Ineson), bos gangster yang menaruh dendam setelah Sam membunuh puteranya. 

Satu hal yang langsung mencuri perhatian sejak menit pertama adalah visual. Cahaya khas neo(n)-noir yang di satu titik, pantulannya membuat langit malam memancarkan semburat merah muda, sampai perpaduan properti beraneka warna, semua mampu memanjakan mata. Meski banyak baku tembak dan kematian, film ini terlihat cerah, manis, seperti segelas milkshake. 

Sementara naskahnya, yang ditulis oleh Papushado bersama Ehud Lavski, menawarkan pemanis lain melalui dinamika dua tokoh utama. Berkat penampilan Chloe Coleman, Emily jadi tandem yang pas bagi Sam. Sikapnya dewasa, tapi bukan kedewasaan berlebihan yang menghilangkan sisi kanak-kanaknya. Emily dewasa karena dia cerdas dan kuat. Pula kritis, sehingga kerap membuat Sam kehabisan kata-kata untuk merespon perkataan si bocah.

Karen Gillan adalah pilihan tepat bagi sineas yang ingin memunculkan kecanggungan dalam interaksi. She is such a mood. Memakai gaya deadpan andalannya, Gillan bak orang yang mengusung prinsip "fuck my life". Kombinasikan itu dengan kemampuannya menangani adegan aksi, ia sempurna menghidupkan visi sang sutradara. 

Papushado jelas menginginkan keunikan, khususnya terkait aksi. Baginya, sekuen aksi tidak cuma seru, juga harus sesekali menggelitik, dan mementahkan ekspektasi penonton. Karakternya "tidak boleh" asal menusukkan pisau, tapi menghunuskannya melalui sela-sela pelatuk pistol. Kejar-kejaran mobil bukan saja adu kecepatan, pula kecerdikan layaknya bermain petak umpet. 

Tentu sentuhan kekerasan tidak dilupakan, yang lagi-lagi sering muncul dengan cara serta waktu tak terduga. Darah berceceran, tubuh meledak, sementara kepala ada yang terpotong, ada yang remuk. Papushado tahu bagaimana memancing tepuk tangan penonton. Tapi dari semua aksi, pertarungan di perpustakaan adalah yang terbaik, baik di sini maupun di antara seluruh film aksi rilisan 2021 secara menyeluruh. 

Gunpowder Milkshake jadi satu lagi film bertema empowerment. Para jagoan wanita film ini bertugas membereskan kekacauan para pria (The Firm), hanya untuk kemudian dikhianati. Alurnya merupakan proses mereka melepaskan diri dari situasi tersebut, dan sepak terjang trio sisterhood makin memperkuat temanya.

Pada aksi berlatar perpustakaan tadi, Michelle Yeoh tampil bersenjatakan rantai yang menegaskan statusnya sebagai ikon wuxia, Angela Bassett tanpa basa-basi mengayunkan dua martil, dan Carla Gugino  membantai lawan memakai senjata mesin diiringi lagu Piece of My Heart milik Janis Joplin. Tambahkan Karen Gillan dan Lena Headey sebagai ibu-anak yang berbaikan lewat cara ekstrim (baca: membunuh), lalu pengarahan penuh tenaga dengan intensitas yang terjaga begitu rapi, maka terciptalah moviegasm. 


Available on NETFLIX (US)

4 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Bang, review Ayla the daughter of war.. Film yang lagi viral banget di tiktok.. Sedih banget sampe ulu hati😭

Anon mengatakan...

Not so john wick-esque lah menurut saya. Konsep formulanya aja yang sedikit mirip, tapi technically(including sekuen aksi) jauh dibanding john wick. Too many slo-Mo juga, it's like zack snyder as the man behind this flick. 3/5 cukup lah hehehe banyak yang bilang ini selevel john wick, tapi pas saya tonton dengan ekspektasi setara, langsung agak down.

Rasyidharry mengatakan...

Oh iya, kalo teknis aksi, beda. Cuma gagasan soal dunianya itu jelas dibikin buat "ngikutin" John Wick. Kalo di action, John Wick main di koreo gun-fu,Gunpowder lebih ke cool factor (musik, slomo, pemain, dll)

Okta mengatakan...

Adegan ibu - anak bersukacita membantai para bandit mengingatkan sama adegan Bapak - anak di film Nobody. Hahaha.. ibarat klo keluarga normal aktivitas bondingnya mancing, lha kalo mereka nembakin bandit.