REVIEW - HITMAN'S WIFE'S BODYGUARD

4 komentar

Premis mengenai pembunuh yang dikawal oleh seorang bodyguard milik The Hitman's Bodyguard (2017) memang unik, tapi selaras dengan aturan tak tertulis bahwa sekuel wajib tampil "lebih", Hitman's Wife's Bodyguard, sebagaimana bisa disimak dari judulnya, punya premis lebih unik. Lebih nyeleneh. Bagaimana jika kali ini si bodyguard giliran mengawal istri si pembunuh?

Pun filmnya sendiri serba lebih. Tepatnya, lebih bodoh dan absurd, yang mana jadi kekuatan utamanya. Fokusnya masih soal menyiksa fisik dan batin Michael Bryce (Ryan Reynolds), yang selepas peristiwa film pertama, terus dihantui mimpi buruk soal Darius Kincaid (Samuel L. Jackson). Gara-gara melindungi pembunuh, lisensi bodyguard-nya terancam dicabut. 

Kesialan terus menghampiri Bryce. Niatnya berlibur guna mendamaikan pikiran kacau balau, ketika Sonia (Salma Hayek), istri Kincaid, mendadak datang meminta bantuannya menyelamatkan sang suami yang diculik. Tentu prosesnya tak sesederhana itu, apalagi setelah Bobby O'Neill (Frank Grillo) dari Interpol dan mafia asal Yunani bernama Aristotle Papadopoulos (Antonio Banderas), turut terlibat.

Lupakan cerita. Lupakan bahwa di luar keunikan premisnya, naskah karya Tom O'Connor, Brandon Murphy, dan Phillip Murphy tak membawa alurnya keluar dari pakem klise komedi aksi. Hitman's Wife's Bodyguard bukan tentang hal-hal tersebut, melainkan suatu usaha menghibur penonton dengan cara tampil sengawur mungkin. 

Salah satunya tentu lewat humor. Kemunculan "orang ketiga" memang membuat Reynolds dan Jackson tidak berkesempatan saling melempar banter sesering film pertama, namun jadi bukan masalah, sebab Salma Hayek menghadirkan dinamika baru. Sebagai wanita "senggol bacok" bermulut kasar, dialah sumber energi filmnya. Banyak kritikus mengeluh karena duet Hayek-Jackson terlalu mengandalkan teriakan, tapi apa yang mereka harapkan dari pasangan pembunuh dan penipu? Tuturan penuh sopan santun bak aristokrat? 

"I certainly love watching Ryan suffer", demikian ungkap sang sutradara, Patrick Hughes, kala ditanya mengenai kemungkinan adanya film ketiga. Itulah fokus Hitman's Wife's Bodyguard: menyiksa Ryan Reynolds hingga ke titik maksimum, menggunakan humor slapstick. Wujud slapstick-nya cukup ekstrim, termasuk di sebuah rentetan peristiwa yang niscaya bakal membunuh manusia biasa. Tapi tidak dengan Bryce. 

Bryce lebih dekat ke arah karakter Looney Tunes daripada manusia biasa, bukti bahwa keseriusan sudah dibuang jauh-jauh oleh para pembuat film ini. Sehingga jadi selaras, saat trauma masa kecil Bryce, alih-alih ditangani sebagai hal serius, justru dipakai menyajikan humor tergelap (sekaligus terlucu) filmnya, yang masih melanjutkan running gag bertema "sabuk pengaman", yang mendominasi sepanjang durasi. Alhasil, inkonsistensi tone pun dapat dihindari.

Walau belum sekuat film pertama, namun Patrick Hughes tetap piawai melahirkan aksi hard-hitting bertempo tinggi yang tak ragu menumpahkan darah. Cepat, seru, ringan, bodoh. Begitulah Hitman's Wife's Bodyguard. Ditambah ending absurdnya, saya tidak keberatan bila film ketiga benar-benar dibuat.

4 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Liat Bryce sial ditabrak mobil emang kerasa Looney Tunes nya...hahaha

Anonim mengatakan...

nonton yang extended apa theatrical mas?

Rasyidharry mengatakan...

Sebenernya bukan extended & theatrical sih, tapi versi 100 menit buat us, 116 menit buat beberapa negara termasuk Indonesia. Kalo extended cut nanti ada lagi

Anonim mengatakan...

Bagusan mana sama yang pertama bang? Sekalian review satu kalimat deh kalo boleh