REVIEW - VENOM: LET THERE BE CARNAGE

5 komentar

Venom: Let There Be Carnage akan lebih banyak diingat dan dibicarakan karena mid-credits scene miliknya, yang signifikansinya mungkin setara dengan kemunculan Nick Fury di Iron Man 13 tahun lalu. Pun nampaknya banyak penonton lebih menantikan adegan tersebut (bocoran telah banyak bertebaran) ketimbang filmnya sendiri, yang seolah sama tidak sabarnya untuk segera mengakhiri penceritaan.

Ditangani Andy Serkis, film ini bergerak secepat pengendara mobil yang mendadak dilanda sakit perut. Kenapa itu bisa terjadi? Bagaimana bisa dari titik A, kita sekarang sudah berada di titik B? Pertanyaan-pertanyaan itu terkadang timbul di benak saya kala menonton.

Setidaknya Venom: Let There Be Carnege adalah peningkatan dibanding pendahulunya. Kuncinya terletak di hubungan antara Venom dan Eddie Brock (Tom Hardy), yang diperkuat elemen bromance-nya oleh naskah buatan Kelly Marcel (Fifty Shades of Grey, Venom, Cruella). Brock ingin menata kembali hidupnya dengan tenang, sedangkan Venom sebaliknya, berhasrat untuk terus menjadi "Letha Protector", guna meringkus (lalu mengunyah kepala) para penjahat.

Interaksi keduanya tersaji menghibur. Komedi memang keunggulan utama filmnya. Hardy punya comic timing mumpuni, baik kala memerankan Eddie Brock yang lelah atas segala kekacauan di sekitarnya, maupun mengisi suara Venom, si symbiote dengan mulut tanpa filter serta selera humor gelap. Peggy Lu kembali menjadi Mrs. Chen sang pemilik toko kelontong, yang meski porsinya minim, berkontribusi melahirkan salah satu momen terlucu. 

Sementara itu, Cletus Kasady (Woody Harrelson), pembunuh berantai yang sedang menanti eksekusi mati, menghubungi Brock, berkata bakal mengungkap seluruh ceritanya, sambil diam-diam mengirim pesan pada kekasihnya, Frances Barrison (Naomie Harris), yang juga dikurung di suatu fasilitas rahasia, karena memiliki kekuatan memanipulasi energi suara. 

Apa yang terjadi berikutnya adalah rentetan kejadian yang sukar diikuti, karena alurnya bergulir sangat buru-buru. Serkis bagai memandang first act-nya tak penting, enggan memedulikan jembatan antar peristiwa, ingin segera merampungkannya agar Kasady dapat segera bertransformasi menjadi Carnage, symbiote buas yang kekuatannya jauh mengungguli Venom. 

Setiap mengetengahkan konflik Brock/Venom dan Kasady/Carnage, yang notabene bernuansa serius, film ini kacau. Lain halnya saat keseriusan itu ditanggalkan, lalu interaksi karakter mengambil alih fokus. Meneruskan kisah sebelumnya, Brock belum berhasil memperbaiki hubungan dengan Anne (Michelle Williams), selepas keduanya putus. Serupa Hardy, Williams pun piawai menangani komedi. 

Tapi selain mereka, ada pasangan lain yang juga putus, yakni Brock dan Venom. Pasca pertengkaran hebat, Venom yang merasa tidak dimengerti, memilih minggat dari rumah. Konfliknya menggelitik, sebab Let There Be Carnage mengemasnya bak sebuah breakup movie, mengenai pasangan yang kesulitan menerima kekurangan satu sama lain, bersikap egois, terjebak masalah komunikasi, berpisah, sebelum akhirnya sadar kalau masih saling cinta. Sebuah keputusan cerdik dari naskahnya.

Seperti film pertama, aksinya menyisakan ketidakpuasan akibat pilihan rating PG-13. Apalagi mengingat keberadaan Carnage, salah satu villain paling brutal di komik Marvel (walau filmnya sempat mengakali aksi sadis Kasady secara kreatif menggunakan sekuen animasi). Untungnya, Serkis bisa memanfaatkan bentrokan dua sosok ikoniknya, guna menciptakan rangkaian imageries keren yang bakal memuaskan para pembaca komik. 

5 komentar :

Comment Page:
Unknown mengatakan...

Kelebihan
- Hubungan venom dan brock seru untuk dilihat serta terasa lebih intim
- di film sebelum nya brock yang lawak untuk sekarang venom nya yang lawak

dah dua itu aja kek nya

Kelemahan
-Plot terburu buru
-development cerita background karakter villain sebenarnya menarik tapi kurang di ceritakan lebih dalam yang mana bisa lebih menarik simpati penonton, apalagi saat scene kasady berkata ke brock " kamu cuma mengangkat hanya 1 sisi cerita tpi tidak menceritakan sisi lainnya dimana ia dilecehkan dll.." entah kenapa seketika saya lebih dukung carnage
-adegan brutal, aksi tergolong minim diabnding film pertama, salah satu scene sadis yang di sampaikan menggunakan animasi sangat kreatif tapi malah mengurangi kesadisannya itu sendiri yang mana lebih jossgandos jika dibuat real, i mean this is carnage broww...

sangat disayangkan lebih banyak kurang nya menurut saya pribadi, soni soni padahal anda punya aset dunia Spiderman loh tapi tidak di pergunakan dengan maksimal

Chan hadinata mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Chan hadinata mengatakan...

Buset ini film.. mungkin jd film dgn editing terburuk tahun ini..
Tiba2 habis aja.. kyk masuk wc bru buka celana mau b*ker sdh ada yg gedor2
Karaktet frances barrison gak penting jg.. kalopun dihilangkan gak ngaruh ke plot jg

Anonim mengatakan...

Pertarungan 2 symbiote mnrt saya kurang asyik sih.dari venom pertama kesannya tanpa emosi.walo sama2 full cgi...saya lbh menikmati juggernaut vs colossus...

Rahmat saban mengatakan...

Durasi film terlalu pendek.