REVIEW - DRIVE MY CAR

6 komentar

Drive My Car karya Ryusuke Hamaguchi, selaku wakil Jepang di ajang Academy Awards 2022, adalah sebuah labirin, dalam usahanya memahami manusia dan kehidupan. Apa alasan di balik perilaku seseorang? Mengapa hidup berjalan ke arah tertentu? Dibuat berdasarkan cerita pendek berjudul sama milik Haruki Murakami, pula merupakan adaptasi "diam-diam" bagi pementasan teater Uncle Vanya buatan Anton Chekhov, filmnya menawarkan jawaban sederhana. Saking sederhananya, justru terkesan rumit.

Yusuke Kafaku (Hidetoshi Nishijima) adalah aktor sekaligus sutradara teater yang dikenal atas gaya multilingual uniknya, di mana dalam satu pertunjukan, para aktor berkomunikasi dengan lebih dari satu bahasa, sesuai asal negara masing-masing. Istrinya, Oto (Reika Kirishima) adalah penulis naskah serial televisi. Pernikahan keduanya tampak harmonis, pun kehidupan seksualnya berjalan baik.

Terkait seks, ada "ritual" unik yang selalu dilakukan. Di tengah seks hingga orgasme, Oto menceritakan ide naskah, yang tak semua bisa dia ingat. Sang suami bertugas sebagai pengingat, lalu menceritakan ulang pada Oto keesokan harinya. Jika demikian, apakah seks bisa disebut ekspresi cinta? Secara lebih general, apakah seks dan cinta (selalu) bersinggungan?

Pasca peristiwa mengejutkan yang kemudian disusul tragedi, kisahnya melompat dua tahun ke depan, menyoroti proses produksi naskah Uncle Vanya karya Chekhov, untuk Yusuke pentaskan di Hiroshima. Aktor-aktor berbagai negara terlibat, termasuk Koji Takatsuki (Masaki Okada), bintang populer Jepang yang mengagumi karya Oto, juga aktris bisu asal Korea bernama Yoon-a (Park Yoo-rim), yang berkomunikasi memakai bahasa isyarat. Keduanya kelak memegang peranan besar dalam perjalanan Yusuke mencari pemaknaan hidup.

Yusuke punya metode khusus guna mendalami naskah, yakni berkeliling mengendarai mobil Saab 900 warna merah miliknya, sembari memutar kaset berisi rekaman suara Oto membaca naskah. Setelah suara Oto terdengar, Yusuke membaca bagiannya, seolah berdialog secara langsung. Ketimbang latihan biasa, semakin ke sini, aktivitas itu nampak seperti katarsis. Di beberapa titik mungkin penonton akan bertanya, apakah Yusuke memang membaca naskah, mengutarakan isi hati, atau keduanya (life imitates art)?

Mobil jadi ruang intim tempat Yusuke bisa bicara apa pun, sambil menyetir ke mana pun ia mau. Ruang kecil itu kadang terasa luas saat kita dibawa menelusuri cerita-cerita yang menyeruak setelah lama terpendam. Tapi kadang amat sempit nan menyesakkan, kala Hamaguchi memamerkan kepiawaian membangun intensitas melalui rahasia-rahasia yang perlahan terkuak.

Bagi Yusuke, memegang kendali atas tiap aspek kehidupan adalah hal penting, sebagaimana ia "menyetir" cast pertunjukannya. Sehingga, begitu satu per satu masalah muncul, menggiring hidupnya berjalan ke arah yang tak diinginkan, Yusuke hilang kendali. Seperti pengendara mobil yang tersesat. Tapi ia kukuh "menyetir" segalanya, termasuk sempat menolak kehadiran Misaki (Toko Miura) yang ditunjuk sebagai sopir selama Yusuke di Hiroshima.

Sederhananya, naskah hasil tulisan Hamaguchi bersama Takamasa Oe menampilkan dinamika dua manusia yang dirundung duka (pula rasa bersalah) melalui hubungan Yusuke dan Misaki. Kenapa saya menulis "sederhananya"? Sebab subteks lain di dalamnya begitu kaya. Kaya akan perenungan, penelusuran, lalu bermuara ke pemahaman. Salah satu perenungan Yusuke adalah terkait alasan sang istri berbuat "sesuatu", yang menurutnya berlawanan dengan cinta mereka. Dari situ, timbul pertanyaan lain: Mengapa hidup sedemikian berat?

Agar bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kita perlu meninjau kisah Uncle Vanya. Drive My Car memang adaptasi cerita Murakami, tapi secara subtil, para penulis turut meleburkan karya Chekhov tersebut ke naskahnya, mengawinkan dua medium (cerita pendek dan naskah teater), guna melahirkan medium ketiga (film).

Uncle Vanya adalah kisah mengenai betapa kita mesti terus bergerak, walau hidup diisi penderitaan. Bukan karena "hidup ini indah" atau pemaknaan-pemaknaan penuh harap lain, melainkan didorong pemikiran "itulah hidup". Mengapa hidup sedemikian berat? Karena begitulah hidup. Kita hanya perlu menjalaninya, sampai tiba waktu "beristirahat". Sama halnya dengan pertanyaan soal perbuatan Oto. Dia melakukannya, karena memang itu yang ia lakukan. Tidak perlu dikaitkan dengan tetek bengek romantika.

Seperti telah saya sebut di atas, sangat sederhana bukan? Tapi takkan semudah itu bisa diterima, baik oleh karakternya ataupun penonton, mengingat kita terbiasa mencari makna, terlebih saat dihimpit masalah. Lalu bagaimana jika tidak ada "makna lebih" di balik masalah itu? Bagaimana jika kita memang hanya perlu terus menyusuri jalanan sampai tiba waktunya beristirahat? Apakah kita cuma bisa pasrah? Mungkin ya, tetapi bukan berarti kita harus selalu "menyetir" sendirian.

Berdurasi 179 menit ditambah tempo lambat tidak membuat Drive My Car tampil melelahkan. Penuturannya sungguh rapi, terdiri atas tahapan-tahapan yang membantu penonton memahami seluk-beluk penokohan dan konflik, sehingga mudah terserap ke dalamnya. Alur mengalir layaknya sedang melintasi jalanan mulus, biarpun agak draggy memasuki menit-menit akhir, sewaktu melankoli memuncak dan tempo lambatnya makin diperlambat.

Bagi saya, presentasi emosi terkuat sekaligus terindah di Drive My Car terjadi saat pementasan Uncle Vanya digelar. Tepatnya pada akhir pertunjukan, ketika Vanya yang diperankan Yusuke, dan Sonya yang diperankan Yoon-a, berinteraksi. Baik Nishijima maupun Yoo-rim sama-sama menampilkan puncak performa lewat tuturan non-verbal, seolah membuktikan bahwa rasa melampaui sekat-sekat bahasa.

(JAFF 2021)

6 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

*spoiler*

Bang saya mau tanya, maksud ending nya yg si Misaki naik mobil merah itu pas lagi covid, itu kyk nunjukin kalo udah move-on atau gmn?
Mnrtmu itu mobil nya dikasih ke misaki atau cuma dipinjemin aja? Soalnya si misaki ny juga pergi ama anjing nya si yoon-a

Rasyidharry mengatakan...

Karena nggak paham soal jenis anjing, jadi nggak bisa mastiin itu, tapi soal mobil, kemungkinan Misaki jadi driver tetap Yusuke. Itu selaras sama pesan filmnya

Anonim mengatakan...

Film bahasa asing favorit saya selain Quo Vadis, Aida? ini bang....

Anonim mengatakan...

Ending film ny knpa plat mobil ny berubah? trus di market si misaki pake bahasa korea ngejawab si kasir. Trus itu anjg di tengah2 durasi film knp bisa ada di mobil ny? Msih bnyk pertanyaan asli

Anonim mengatakan...

Ending film ny knpa plat mobil ny berubah? trus di market si misaki pake bahasa korea ngejawab si kasir. Trus itu anjg di tengah2 durasi film knp bisa ada di mobil ny? Msih bnyk pertanyaan asli

Jadi mnurut gw ya
Si misaki di kasi mobil oleh yusuke berhubung itu mobil kenang2 an dgn oto trus si yusuke move on trus ngasi kn ke misaki mobil ny krn si misaki kerjany nyopir & dikasi anjg oleh yg istri ny bisu itu berhubung si misaki duduk dgn ajng di sekitar pertengah durasi film & si anjg agak suka ma misaki.
Jadi di ending film itu kmungkinan si misaki ke korea trus jalani hidupny soalny plat mobil ny beda. Klo msih di jpang biar beda plat beda prefektur trus knp si kasir pake b.korea? & Si misaki jwb pake b.korea juga.

Jadi kekny ending ny mreka (yusuke & misaki) berpisah jalani hidup masing2

Rizky mengatakan...

Kan si misaki emg di korea itu. Kliatan dari tulisan di supermarket dan plat nya. Kyknya sih knp doi pindah ke korea karena itu tujuannya deh. Kan dia awalnya mau ke arah barat aja, tapi mobilnya mogok di Hiroshima