REVIEW - RESIDENT EVIL: WELCOME TO RACOON CITY

8 komentar

Welcome to Racoon City dijual sebagai reboot layar lebar yang lebih dekat ke gimnya. Memang betul, bila dibandingkan versi Paul W. S. Anderson, baik dari gaya maupun alur, film ini lebih setia, namun sayangnya tidak lebih baik.

Menyutradarai sekaligus menulis naskah, Johannes Roberts (47 Meters Down, The Strangers: Prey At Night) jelas mengenali gimnya. Dia tahu, meski belakangan makin condong ke aksi, nyawa Resident Evil terletak pada elemen survival horror. Masalahnya cuma satu, dan amat sederhana. Dia tidak bisa membuat film survival horror yang bagus.

Kisahnya memadukan alur Resident Evil (1996), mengenai investigasi yang dilakukan Chris Redfield (Robbie Amell), Jill Valentine (Hannah John-Kamen), dan Albert Wesker (Tom Hopper) selaku anggota tim STARS (Special Tactics And Rescue Service), terhadap kematian misterius di Spencer Mansion, dengan Resident Evil 2 (1998), di mana Claire Redfield (Kaya Scodelario) dan Leon S. Kennedy (Avan Jogia) terjebak di markas kepolisian yang dikepung zombie. 

Memecah kisahnya ke dua latar terpisah amat merusak intensitas. Belum sempat satu latar menemukan pijakan, kita sudah diajak melompat ke latar lainnya. Alhasil, ketegangan kontinu pun lenyap. Padahal itu adalah kewajiban jika ingin melahirkan adaptasi Resident Evil yang setia. 

Membawa film Resident Evil ke gedung tua jadi langkah back to basic menyegarkan, pula berpotensi menghadirkan teror atmosferik khas franchise-nya, namun sekali lagi, Roberts tak cukup piawai. Timing bagi jump scare-nya lemah, pemakaian shaky cam di ruang gelap menyulitkan penonton melihat detail peristiwa, pun tak jarang pengadeganan sang sutradara tampak canggung, seolah terjebak di antara dua pilihan: gaya over-the-top seperti Anderson, atau pendekatan serius. 

Strukturnya tidak kalah kacau. Perjalanan mencapai sajian utamanya terlalu panjang (kita baru memasuki Spencer Mansion setelah lebih dari 30 menit), tapi sebaliknya, third act-nya terlampau singkat, buru-buru, dan antiklimaks. Sempat ada secercah harapan bahwa Welcome to Racoon City bakal bergerak serupa gimnya, tatkala Wesker menemukan pintu rahasia pasca memecahkan puzzle di piano, tapi ternyata hanya itu. Kalau mau disebut adaptasi yang benar-benar setia, film ini memerlukan tambahan teka-teki dan elemen survival (sekadar mencari jalan keluar, amunisi, atau obat-obatan saja sudah cukup). 

Bicara soal kesetiaan, dari segi tampilan, Resident Evil: Welcome to Racoon City mempunyai Chris dan Claire yang unggul dibanding versi Anderson (meski kapasitas akting Robbie Amell patut dipertanyakan). Hannah John-Kamen tampil apik (banyak yang menyebut ia lebih pas memerankan Sheva Alomar, tapi unsur stereotipikal dalam figurnya bisa menyulut kontroversi), sedangkan Avan Jogia membuktikan bahwa adaptasi layar lebar Resident Evil masih gagal menangani Leon secara tepat. Artinya, target melahirkan adaptasi setia juga belum sepenuhnya sukses dilakukan. 

8 komentar :

Comment Page:
Gary Lucass mengatakan...

demi tuhan sesusah itukah ngewujudin seorang leon s kennedy versi live action dari sekian banyak film Resident Evil, leon karakter paling badass cool berkharisma selama gua mainin video game dari bocah, ibaratnya jack sparrow di film pirates, dan lagi lagi agak kecewa ngliat versi live action nya :(

Satriya Widayanto mengatakan...

Untuk yang jadi Leon, kayaknya namanya Avan Jogia bang, pake huruf "i", bukan Jogja wkwkwk. But overall setuju banget sama reviewnya, banyak kurangnya

Anonim mengatakan...

Kayaknya dari 3 game dirangkum jadi 1.kebanyakan tokoh.knapa ga cerita kakak beradik Redfield...petualangan Leon atau Jill aja.jadi ruwet dan ga fokus...

Anonim mengatakan...

masnya ada main gamenya kah?

Anonim mengatakan...

Iya bro...re 1 sampe 3 yg di ps 1...tp cuma sampe re code veronica yg di dreamcast(masuk ps 2 jd veronica x kl ga salah).re 4 dst ga main.pusing ama pergerakan leon nya membelakangi...

4rieyunus mengatakan...

Resident evil rasa uwe boll

Unknown mengatakan...

Mungkin film keduanya lebih baik semoga

Indra mengatakan...

Menurut abang, apakah game RE memiliki modal yg cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah film?