REVIEW - JAI BHIM

9 komentar

Jai Bhim menimbulkan kehebohan, saat bulan November lalu, film Tamil ini menjadi judul dengan rating tertinggi di IMDb (film India pertama dengan capaian tersebut). Mengingat IMDb memungkinan semua orang memberi nilai, ada beberapa kemungkinan, termasuk bentuk strategi tim marketing (kerap terjadi). Tapi angka 9,4 dari total 164 ribu pemilih (sekitar 140 ribu di antaranya memberi nilai sempurna) tak semudah itu "direkayasa". 

Pun rasanya fenomena ini bukan semata bukti kualitas, pula cerminan betapa publik merasa terwakili oleh tuturannya. Diangkat dari kisah nyata yang terjadi tahun 1993, naskah buatan sang sutradara, T. J. Gnanavel, menyampaikan isu perihal kasta, yang makin runcing dan rumit kala bersinggungan dengan masalah kebrutalan polisi. Bagaimana diskriminasi mempermulus tendensi aparat bertindak sewenang-wenang. 

Rajakannu (Manikandan) dan Sengeni (Lijomol Jose) adalah suami-istri dari suku Irula, yang sehari-harinya bekerja di ladang milik orang berkasta tinggi. Rajakannu sering menerima panggilan untuk menangkap ular di ladang atau rumah, dan ia melakukannya secara ikhlas tanpa bayaran. Malang, perhiasan si empunya rumah hilang. Tanpa penyelidikan lebih jauh, Rajakannu langsung dijadikan tersangka karena status sosialnya.

Bersama beberapa saudaranya, Rajakannu dikurung di sel kantor polisi, diinterogasi (lebih tepatnya dipaksa mengaku), disiksa fisik dan psikisnya. Berkali-kali kita menyaksikan beragam metode penyiksaan tak manusiawi yang dialami tokoh-tokohnya, hingga membuat Jai Bhim tampil bak torure porn. Bedanya, si pelaku penyiksaan bukanlah psikopat atau pembunuh berantai, melainkan polisi yang (KONON) bertugas melindungi warga.

Berikutnya, Jai Bhim bergerak ke ranah courtroom drama, ketika Sengeni meminta bantuan Chandru (Suriya), seorang pengacara HAM yang aktif mengusut kasus yang memberatkan rakyat kelas bawah. T. J. Gnanavel membawa alurnya bergerak cepat, bahkan agak terlalu cepat, sehingga berisiko membuat penonton tersesat di tengah istilah-istilah persidangan, serta rentetan fakta yang terus mencuat silih berganti.

Di sisi lain, tempo cepat tersebut, ditambah sentuhan misteri (bukan "Apakah Rajakannu memang mencuri?", melainkan "Bagaimana cara polisi merekayasa berbagai bukti?"), menambah nilai hiburan filmnya. Chandru mungkin sedikit terlampau sempurna, namun diperkuat karisma Suriya, ia adalah protagonis yang mudah untuk didukung. 

Chandru ibarat perpanjangan tangan bagi Sengeni yang merupakan hati film ini. Lijomol Jose menangani perannya lewat keseimbangan. Matanya memancarkan perih sekaligus api membara bernama "harga diri" yang membuatnya enggan tunduk begitu saja. 

Pun figur sang pengacara bukan semata perwujudan kesempurnaan kosong, tapi ibarat harapan atas dunia ideal di mata Gnanavel. Kondisi serupa nampak dalam penggambaran polisinya, yang mewakili kegagalan struktural. Bagaimana korup serta minimnya kepedulian para pemangku kekuasaan berkontribusi mendorong, lalu melanggengkan aksi kebrutalan polisi. Aksi berkembang jadi budaya. Budaya dinormalisasi, dianut, dan akhirnya kebusukan pihak atas pun menggerogoti sampai ke akar di bawah. 

Secara individu, apakah masih ada aparat yang baik? Tentu, tapi alih-alih dijadikan alasan untuk tak memandang buruk polisi, kebaikan beberapa individu tersebut Gnanavel pakai untuk menjabarkan solusi. Bahwa para "polisi baik" itu semestinya lebih lebar membuka mata, hati, dan telinga, kemudian memakai kekuatan mereka guna menciptakan perubahan. Sebab urgensinya sudah sedemikian tinggi. Kebaikan pun percuma jika cuma disimpan dalam hati tanpa tindakan pasti.

(Prime Video)

9 komentar :

Comment Page:
Mukhlis mengatakan...

Sorry OOT bang, Nggak minat buat review film the last duwel bang?
Kata orang-orang sih bagus tapi masih agak ragu buat nonton.
Just invo, the last duwel, baru banget ada di disney+ kemaren.

Mukhlis mengatakan...

Thanks atas reviewnya bang, Barusan saya iseng-iseng nyari di Prime video. Terpaksa pakai sub English atau Malay, nggak ada sub Indo ternyata.

Anonim mengatakan...

Apakah film ini bakal masuk Oscars 2022 sebagaimana yang digadang-gadang oleh orang² India (khususnya para fans Suriya)? Sebelumnya dari aktor & produser yg sama, film "Soorarai Pottru" sempat disebut-sebut bakal dapat Oscars 2021, sampe didaftarin ke AMPAS-nya langsung, tapi gagal masuk nominasi. Gimana tuh menurut Bang Rasyid?

Rasyidharry mengatakan...

Respect sama ambisinya, tapi hal kayak gitu nggak akan terjadi dalam waktu dekat

Alvi mengatakan...

Ga review The King's Man bang?

Anonim mengatakan...

Gak heran sih, film India memang suka tinggi skornya di IMDb.

Rasyidharry mengatakan...

Ada tuh

Unknown mengatakan...

Bagusan mana bang dibanding Drishyam (2015)?

Ulik mengatakan...

Setelah syok dengan ending NAYATTU cukup buat senang dengan ending film ini walaupun diaduk2 dia awal