REVIEW - X

4 komentar

Saya tersenyum lebar melihat kepala pecah dan orang-orang bersimbah darah di X, sama seperti saat menonton ratusan slasher lain sebelumnya. Tapi saya tidak langsung mengambil pisau lalu mencincang tetangga di sekitar. Sama sekali berbeda dengan yang ditakutkan para penentang tontonan "tak bermoral".

Horor membuat kita takut atau terhibur tergantung bentuknya, porno membuat kita terangsang, tapi itu sama halnya dengan bagaimana komedi memancing tawa. Tidak lebih, tidak akan merusak psikis atau moral penonton, kecuali bagi mereka yang dasarnya sudah memiliki potensi, misal punya gangguan mental, atau dalam konteks film ini, mengalami represi. 

Texas 1979, Maxine (Mia Goth) berharap membuka kesuksesan karir di industri pornografi kala membintangi film yang diproduksi kekasihnya, Wayne (Martin Henderson). Turut serta di proses tersebut adalah sesama aktor, Bobby-Lynne (Brittany Snow) dan Jackson (Scott Mescudi), juga RJ (Owen Campbell), sutradara yang berambisi melahirkan porno artsy, dan kekasihnya, Lorraine (Jenna Ortega), yang alim dan membenci hal amoral.

Syuting dilakukan di peternakan milik pasangan tua, Howard (Stephen Ure) dan Pearl (Mia Goth dalam balutan prostetik). Peternakan panas di Texas, van sebagai kendaraan, gambar grainy, Ti West selaku sutradara sekaligus penulis naskah jelas tengah memberi homage untuk Texas Chainsaw Massacre (1974) karya Tobe Hooper. 

Tapi tiada psikopat bersenjatakan gergaji mesin yang menampakkan teror sejak menit awal. X baru benar-benar melepaskan kebrutalan menjelang third act. West memaksimalkan durasi guna membahas subteks moralitas sembari pelan-pelan memberi petunjuk soal kengerian apa saja yang nanti bakal ditemui karakternya. 

Di dekat peternakan terdapat danau. West memamerkan kapasitasnya mengolah intensitas kala memperkenalkan salah satu sumber ancaman berupa seekor buaya, yang mengingatkan ke film Tobe Hooper lain, Eaten Alive (1976). Maxine berenang di danau tersebut, sementara si buaya diam-diam mengikutinya. West cerdik memainkan ketegangan melalui kombinasi dua sudut kamera (atas dan depan). Intens, menyeramkan, meski akhirnya tak terjadi apa-apa. 

Howard bersikap kurang ramah, tapi Pearl lebih nampak seperti ancaman sesungguhnya. Melalui Pearl yang terus memperlihatkan kekaguman pada kecantikan Maxine, bahkan mengintip kala sang gadis melakoni adegan seks, kita menyaksikan contoh hasrat yang tertekan akibat hilangnya masa muda. Sedangkan Lorraine sedikit berbeda. Hasratnya ditekan oleh perspektif moralitas dan agama. X menunjukkan ledakan yang terjadi ketika hasrat seksual (atau dorongan apa pun) ditekan secara berlebih. 

Sepanjang durasi, kerap terselip klip seorang evangelis berceramah perihal moralitas, yang tentu saja West pakai sebagai bahan sindiran, termasuk momen menggelitik tentang "divine intervention" di klimaks, sebelum hadirnya sebuah twist yang makin menegaskan poin filmnya mengenai moralitas. Di mana pun latarnya poin tersebut selalu relevan. Bukankah di sini kita kerap mendengar soal anak orang terpandang atau pemuka agama yang jadi bahan gunjingan gara-gara tidak bersikap seperti orang tuanya? Sekali lagi, dampak represi berlebih.

Biarpun mengharuskan penonton menanti cukup lama, presentasi gore dari West nyatanya memuaskan. Brutal, pun kembali membuktikan kepiawaian sang sutradara mengolah intensitas. Contohnya penyuntingan cerdik dalam menggabungkan dua momen terpisah (menyalakan lampu dan menarik garu dari mata) yang menciptakan jump scare tak terduga. Penyuntingan X memang selalu menarik, termasuk pemakaian teknik cross-cutting di beberapa transisi ("cross" berarti "X"). 

Tata riasnya patut mendapat pujian khusus lewat keberhasilannya menyulap sosok Mia Goth dan Stephen Ure (sudah sering muncul dalam balutan riasan prostetik, khususnya di seri The Lord of the Rings dan The Hobbit). Sebagai Peral, Goth tampak mengerikan, sedangkan sebagai Maxine, ia memiliki faktor X. Sosoknya bak magnet tiap kali muncul di layar. Prekuel berjudul Pearl diam-diam sudah West buat, yang siap rilis bulan September. Goth kembali memerankan Pearl, dan menarik ditunggu bagaimana ia mengeksplorasi karakternya lebih jauh. 

(iTunes US)

4 komentar :

Comment Page:
Uhuk uhuk mengatakan...

Adegan paku terbaik setelah a quiet place dan final destination 5. Hhohohho

Anonim mengatakan...

Download di pahe.in lo ya? 🤓

Whore mengatakan...

Mas rasyid turn on gak pas adegan ranjang di akhir ? 🧓👵

Artyo mengatakan...

Karakter Ortega dibuat gitu aka matinya, ya hampir sama sih dgn yg lain. Hanya Maxine yg penokohannya konsisten. Jangan lupa prekuelnya Pearl yang akan kembali dimainkan Mia Goth.