REVIEW - DECIBEL

5 komentar

(Tulisan ini mengandung SPOILER!)

Masalah Decibel adalah, sebagai cerita soal teror bom, demi membangun intensitas dan kesan bombastis, ia bergantung pada ledakan bomnya. Sepanjang kurang lebih 110 menit, bom meledak di beberapa titik, dan hampir tiada korban jiwa. Bukan saya mengharapkan nyawa melayang, tapi di mana letak ancamannya? What's at stake?

Premis Decibel sejatinya amat menarik, yakni soal ancaman bom yang dipicu oleh intensitas suara. Bayangkan Speed (1994), tapi gantikan kecepatan dengan suara. Apakah ada banyak ledakan di Speed? Tidak. Fokusnya adalah upaya karakternya menjinakkan bom. Seberapa dahsyat bom itu, dibiarkan tertinggal di imajinasi penonton. 

Sebuah kapal selam Korea Selatan terkena serangan torpedo dan hilang beberapa hari. Hanya separuh kru berhasil diselamatkan, termasuk sang komandan, Kang Do-young (Kim Rae-won). Setahun berselang, muncul penelepon misterius yang mengaku telah memasang "bom suara" di beberapa tempat, dan memaksa Do-young terlibat dalam permainannya. 

Untungnya Do-young tidak sendiri. Seorang reporter bernama Oh Dae-oh (Jung Sang-hoon sebagai comic relief yang cukup efektif) secara kebetulan ikut terlibat. Sedangkan istri Do-young, Jang Yu-jeong (Lee Sang-hee), yang merupakan anggota tim EOD (Explosive Ordnance Disposal), juga terjun ke lapangan, karena rupanya ada lebih dari satu bom di seisi kota.

Di situ masalah utamanya. Naskah Decibel sebenarnya punya beberapa kelemahan, termasuk kurang mulusnya lompatan antar momen yang kerap menjangkiti first act-nya, namun tidak ada yang lebih fatal daripada persoalan stake sebagaimana telah disinggung di awal tulisan.

Mayoritas bom yang terpasang akhirnya meledak. Hwang in-ho cukup piawai merangkai sekuen bombastis, yang makin ampuh mengguncang jantung penonton saat ditunjang oleh tata suara mumpuni. Tapi semasif apa pun ledakannya jadi percuma, saat tiada urgensi yang dimunculkan. Jangankan korban jiwa, salah satu karakter selamat tanpa perlindungan meski berada di pusat ledakan. Kredibilitas ancamannya pun lenyap. Tidak kalah disayangkan adalah, seiring waktu, premis unik soal "bom suara" justru dikesampingkan. 

Poin terbaik Decibel malah berasal dari drama humanis yang mengisi paruh akhirnya. Walau agak terkesan mendadak (sesekali melempar flashback bakal membantu), konklusinya melempar pertanyaan kompleks soal benturan antara kemanusiaan dan logika, hati dan otak, yang mengiringi proses pengambilan keputusan di situasi genting. Dibarengi pendekatan dramatik khas sinema Korea Selatan, pula penampilan solid Cha Eun-woo sebagai Sersan Jeong Tae-ryeong, konklusinya sanggup memainkan perasaan. Ketika sekuen aksi penutupnya tampil antiklimaks, saya pun berharap filmnya tetap menyoroti kru kapal selam itu saja.

5 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

BOOOOM !!! BOOOOM !!! BOOOOM !!!

anggia mengatakan...

Bagus sih filmnya,tapi lebih dapet lagi kalau istrinya meninggal karena bom dan wartawan terluka parah pas bom di mobil.pasti tambah greget dan emosional

Anonim mengatakan...

nggak akan nyesel nonton film ini, bagus

dududu mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
dududu mengatakan...

Ekspektasi bom yg bisa dipicu dg suara bakal woww.. eh ternyata cupu, dangkal, apalagi pemicu konfliknya pasaran film holiwud dendam anggota militer kapal selam . 😀