REVIEW - BISMILLAH KUNIKAHI SUAMIMU
Apakah novel Bismillah Kunikahi Suamimu buatan Vyntiana Itari diadaptasi cuma karena judulnya sensasional dan kontroversial? Bisa jadi. Film ini diproduksi MD Pictures yang sebelumnya merilis versi extended dari KKN di Desa penari dengan judul Luwih Dowo Luwih Medeni. Tujuannya jelas demi memancing obrolan. Ditinjau lewat perspektif dagang, dua keputusan tadi tidaklah keliru.
Kalangan yang jadi target pasarnya bakal berurai air mata. Saya bukan salah satu dari mereka, dan sudah bersiap dibuat sakit kepala saat memasuki studio. Mungkin walkout akan jadi pilihan andai keburukannya tak tertahankan.
Ceritanya tentang pasangan suami istri, Malik (Rizky Nazar) dan Hanna (Mikha Tambayong), yang tengah menantikan kelahiran anak pertama. Secara kebetulan, dokter kandungan Hanna adalah Cathy (Syifa Hadju), temannya semasa SMA sekaligus mantan pacar Malik. Ketika Hanna divonis menderita kanker stadium tiga, ia meminta Cathy menikahi sang suami.
Saya batal walkout. Bukan berarti secara luar biasa mengejutkan film ini ternyata bagus. Pengarahan Benni Setiawan cenderung "sinetron-ish", dengan pilihan shot serta teknik komposisi sekuen ala kadarnya hingga lagu pop bernuansa religi mengharu biru untuk mengiringi momen dramatis saat karakternya menangis atau berdoa selepas salat (juga sambil menangis). Naskah yang juga ditulis oleh Benni pun dipenuhi kalimat-kalimat corny.
Bismillah Kunikahi Suamimu dipersenjatai formula khas sinetron. Tapi hanya itu. Tidak ada sudut pandang "berbahaya". Kalaupun ada, semua terpusat pada Malik. Naskah buatan Benni Setiawan menormalisasi saat ia berkencan, bahkan berhubungan seks dengan si istri kedua tatkala istri pertama masih terbaring koma. Memang sah, tapi laki-laki yang melakukan itu dengan enteng tanpa dibarengi rasa bersalah jelas laki-laki miskin nurani.
Kekurangan lain pun mudah ditemukan. Misal konflik Cathy dengan sang ibu (Unique Priscilla) yang menolak puterinya jadi istri kedua. Konflik itu selesai dengan sendirinya tanpa ada proses bertahap. Tapi tidak seperti penokohan Malik, hal itu, dan setumpuk kelemahan lain di 90 menit pertama, bukan persoalan meresahkan, melainkan sebatas keklisean ala sinetron. Sesuatu yang sudah siap saya maklumi ketika memutuskan menonton film ini.
Masalah utama Bismillah Kunikahi Suamimu bukan cara pandang kolot konservatif atau glorifikasi poligami (nanti akan saya bahas), namun fakta bahwa ia kekurangan "bumbu". Sebagai film dengan judul "WOW", Bismillah Kunikahi Suamimu berlangsung datar. Padahal nilai hiburan terbesar "formula sinetron" adalah permasalahan serba berlebih, tapi film ini terlalu main aman.
Akting jajaran pemainnya cukup efektif sebagai obat kantuk. Tidak spesial, tapi meninjau kualitas naskah, apa yang dicapai trio pemain utamanya patut diapresiasi. Di jajaran pendukung, Ruth Marini sebagai Ipah si ART dan Dea Panendra sebagai Sumi si pengasuh berhasil memancing beberapa tawa. Karakterisasi Ipah cenderung stereotipikal (orang Jawa = pembantu), tapi daya hibur dari rutinitas pertengkaran keduanya sulit ditolak. Pondasi humornya lemah, tapi interpretasi Ruth dan Dea meningkatkan kelucuannya berkali-kali lipat.
Memasuki 30 menit terakhir, barulah Bismillah Kunikahi Suamimu mau tampil lebih "liar". Semua berawal dari sebuah twist. Twist bodoh tentu saja, tapi kebodohan semacam inilah "bumbu sinetron" yang harusnya ada sejak awal. Saya tertawa geli, sedangkan beberapa penonton yang sepertinya termasuk target pasarnya, mulai mengeluarkan omelan. Begitulah dampak yang semestinya hadir.
Kemudian di 10 menit terakhir, menu utama yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Bismillah Kunikahi Suamimu menyampaikan sudut pandangnya terhadap poligami lewat sekuen yang coba menggambarkan "keharmonisan cinta", tapi justru berakhir memancing gelak tawa. Kali ini bukan cuma saya. Seisi studio tertawa mendengar kalimat-kalimat menggelikan naskahnya dan cara Benni mengemas adegan. Semakin konyol saat konklusinya memunculkan keraguan. Di satu sisi kisahnya ingin meromantisasi poligami, tapi di sisi lain seperti ragu penonton bakal menerimanya.
Bagi saya yang menolak poligami, Bismillah Kunikahi Suamimu memang mengganggu. Tapi itu nilai yang saya anut. Saya tidak bisa mencelanya karena perbedaan nilai. Pun film ini bukan seperti Argantara misalnya, yang jelas berbahaya ditinjau dari perspektif mana pun. Film ini buruk bukan karena mendukung poligami. Sebaliknya, ia buruk karena tidak tahu hendak menyuarakan apa, serta tampil membosankan di mayoritas durasi.
15 komentar :
Comment Page:Makasih udah nonton filmnya dan bikin review yang enak dibaca kak ^^ dari aku yg samasekali ga ada niatan nonton filmnya hehe.
sudah nonton film Bismillah Kunikahi Suamimu termasuk film slowburn yang eye catching untuk di tonton, skor : 3.5/5
Judul Filmnya Corny alias Norak...!
hari pertama sudah mendapatkan 35.679 penonton ke bioskop menonton film poligami dengan jumlah layar dan jadwal jam semakin bertambah di hari berikutnya, mantap
Ciwi-ciwi pemimpi yg biasanya mantengin sinetron jadi punya alasan untuk masuk bioskop, lalu utk sejenak melupakan kepahitan hidup dg berkhayal punya kekasih setampan Ricky Nazar. Masa bodoh tu cowok single atau tidak.
Efek buy 1 get 1 dan jatah layar yg agak banyakan.
nonton film ini berasa banget dramanya, drama enak di tonton
3x nonton, pengen nonton lagi...
Baca reviewnya bikin saya ketawa ketawa sendiri. Salah satu sisi "positif" dari film Indonesia yang dirating kurang, jelek, atau sangat jelek adalah mendapatkan review yang sangat menghibur dari mas Rasyid. :)
Pas-in jadi 12 donk, biar selusin
Pulangnya dapat piring cantik?
film ini film bagus membuat saya menangis bombay
semakin hari semakin kuat ini film di layar bioskop secara reguler dan tetap jadwal jamnya, mantap film indonesia
Dapet DVD tutorial menikahi suami orang
film keren abis
Posting Komentar