REVIEW - TANPA AMPUN

14 komentar

Bagaimana bisa ada orang membaca naskah Tanpa Ampun lalu berkata, "Ya, ini layak diproduksi"? Sebuah naskah film aksi tanpa kreativitas dalam rumusan aksinya. Lebih mendasar lagi, sebuah naskah yang tak mampu menentukan sudut pandang penceritaan. 

Bagaimana bisa naskah seburuk itu merupakan hasil tulisan seorang M. Yusuf? Benar bahwa beberapa tahun terakhir kurang bersahabat baginya. Setelah dikenal sebagai salah satu sutradara horor paling underrated pada awal hingga pertengahan 2010-an, The Curse (2017) menandai penurunan bertahap dalam kualitas karyanya. Tapi tetap sulit dipercaya ia membidani karya seburuk Tanpa Ampun. Film ini adalah titik nadir. 

Kisahnya terinspirasi dari kasus perampokan money changer oleh warga negara Rusia di Bali pada tahun 2019. Bisa ditebak, Tanpa Ampun punya tujuan menggambarkan heroisme kepolisian. Tapi tugas sederhana itu gagal dilakukan. Saya dibuat bertanya-tanya, "Siapa protagonis film ini?". Sungguh aneh saat pertanyaan tersebut sampai muncul pada kisah dengan sisi "hitam-putih" sejelas ini. 

Sepanjang 90 menit durasinya, Tanpa Ampun malah lebih sering mengajak penonton menghabiskan waktu bersama keempat perampok, menyaksikan mereka berpesta, menari dengan konyol, sembari membicarakan uang, uang, dan uang. Menurut hasil penyelidikan polisi, para perampok jarang berkumpul demi menghindari kecurigaan, namun lucunya mereka selalu bersama di tiap kemunculannya. 

Sedangkan dari pihak kepolisian ada sebuah tim yang terususun atas lima sahabat, masing-masing tanpa kepribadian jelas, bahkan mengingat nama mereka pun sulit. Kita melihat mereka berlatih sekali, merayakan ulang tahun salah satu anggota yang secara tidak langsung meneriakkan, "Look, the birthday boy's gonna die!", lalu kelimanya lebih banyak absen dari penceritaan. 

Jangankan mengenali apalagi menjalin ikatan emosi, sebatas membuat lima karakter utamanya tidak nampak bodoh saja naskahnya kesulitan. Menurut jajaran "prajurit spesial" ini, pelaku perampokannya amat cerdas. Alasannya? Tidak ada sidik jari tertinggal di TKP. Bukankah itu prinsip dasar kejahatan terencana? 

Barisan kalimat di naskah M. Yusuf memang luar biasa ajaib. Didukung akting kaku para aktor, otak saya pun makin berguncang hebat. Kenapa pula memberi jatah kalimat terbanyak, termasuk monolog panjang di sebuah adegan pengarahan misi, untuk si kapten yang bukan diperankan aktor sungguhan (Endang Tri Purwanto adalah Kasubdit Polda Bali)? 

Tapi kesampingkan kekacauan penceritaan. Tanpa Ampun dijual sebagai sajian laga seru. Selama poin itu berhasil dicapai, filmnya bakal baik-baik saja. Sayangnya, bersama duo sinematografernya, Didi Komaladi dan Satya Ginong (langganan sang sutradara), M. Yusuf melahirkan deretan aksi dengan tata kamera canggung sekaligus koreografi yang seolah asal jadi. Belum lagi membahas kualitas CGI mentah untuk membuat luka tembak, juga beberapa upaya tampil stylish yang tidak pada tempatnya (apa fungsi lens flare di tengah latihan tinju?). 

Perlukah saya meneruskan catatan keburukan aksinya? Perlukah saya membahas secara detail sekuen perampokannya yang lebih banyak menampilkan teriakan "Come on! Let's go!" ketimbang bangunan intensitas memadai? Bagaimana dengan banyaknya pejalan kaki dan pengendara motor yang begitu santai melintasi jalanan padahal baku tembak tengah berlangsung? Atau klimaks berisi kejar-kejaran repetitif yang disusun secara acak? 

Rasanya tidak perlu. Kalian pasti sudah menangkap poinnya. Setidanya pujian pantas disematkan bagi Franky Darmawan dan Verdy Bhawanta, yang berkat pengalaman tinggi keduanya melakoni laga, berhasil tampil meyakinkan kala beradu jotos. Selain itu, Tanpa Ampun benar-benar minta ampun jeleknya. 

14 komentar :

Comment Page:
Playboy Cap Gayung mengatakan...

Thanks sdh mewakili...
Saya makin yakin untuk tdk menonton film ini di bioskop,Takut migrain kambuh...!

Anonim mengatakan...

wah tumben sekali bang rasyid nonton film berlabel "SANGAT JELEK" 2 kali beruntun.. wkwkwkwk

Anonim mengatakan...

film layak disejajarkan dengan film film absurd, keren abis banget film ini lho sampai semua bioskop tayang dengan jam tayang reguler full days. Ketika saya menonton saya hanya bisa diam & mematung sambil mengutuk diri sendiri, ngapain ya gue nonton ini film sambil tertawa lihat aksi penjahat yang sempurna

Anonim mengatakan...

ga usah nonton...polisinya kyk ga paham SOP penindakan,
hasil tembak2an penuh dengan stiker,, mobil rental bisa anti peluru, mobil polisi ga anti peluru

Anonim mengatakan...

film dokumenter polisi

minta aja sama bioskop : babak prolog awal..skip skip...skip...babak akhir nah ini lumayan seru....eh endingnya ngegantung super villain nya lolos seperti ada oknum....scene kolam renang big pool jangan di skip lumayan memanjakan mata yang lagi sepet kelilipan layar

jangan lihat filmnya namun film ini menciptakan villain tangguh smart sepanjang sejarah film indonesia

vian mengatakan...

Film2nya M Yusuf sama Asun Mawardi kok rata2 rate-nya kureng ya. Mereka sutradara yg punya "universe" sendiri sprt halnya Joko Anwar dg aktor2 kebanggaannya. Klo mereka berhasil bikin film bagus, bukan ga mungkin aktor2 mereka sprti Verdy Bhawanta, Franki Darmawan, Lia Waode, Ali Syehan ikut terangkat naik

Anonim mengatakan...

super penjahat membunuh cops..banyak banget yang tewas...adegan babak akhir 15% seru banget...yang lain 75% scene jangan di tonton

Anonim mengatakan...

ending film nya tanda tanya, 1 penjahat kabur...cape deh

Anonim mengatakan...

babak ending scene terbaik film indonesia di tahun 2023πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘

Anonim mengatakan...

ini film dokumenter bagus

Erlanggahari88@gmail.com mengatakan...

Saya makin yakin untuk tidak menonton film yang ada embel-embel polisi dan TNI, citra mereka udah gak ketolong buruknya di dunia nyata

Anonim mengatakan...

film dokumenter terbaik di tahun 2023

Anonim mengatakan...

2023 masih ada film bodoh seperti ini sungguh miris

Anonim mengatakan...

babak terakhir dalam film ini benar benar burning out