REVIEW - COCAINE BEAR

8 komentar

Di film dengan premis soal beruang yang mengamuk setelah mengonsumsi kokain, pertanyaan yang semestinya dilontarkan bukanlah "Secerdas apa ceritanya?" atau "Apa akting pemainnya patut diganjar penghargaan?", melainkan "Seberapa gila filmnya?". 

Cocaine Bear dibuka dengan kalimat yang mendeskripsikan cara menyelamatkan diri apabila bertemu beruang hitam.....yang merujuk pada Wikipedia. Sebuah penegasan bahwa perspektif berbasis sains maupun aturan baku pembuatan film tak semestinya dianut oleh penonton.

Jangan pula memikirkan akurasi sejarah. Naskah buatan Jimmy Warden (The Babysitter: Killer Queen) memang terinspirasi dari peristiwa nyata mengenai seekor beruang (dijuluki "Pablo Eskobear") yang mati akibat overdosis kokain pada 1985, namun pengembangannya amat sangat bebas. Tidak seperti Eskobear, beruang di Cocaine Bear bertahan hidup, ketagihan kokain, dan menghabisi satu per satu pengunjung Hutan Nasional Chattahoochee-Oconee yang jadi habitatnya. 

Dikarenakan sederet kebetulan, beberapa orang berkumpul di hutan tersebut secara bersamaan. Sari (Keri Russell) mencari puterinya, Dee Dee (Brooklynn Prince), yang membolos sekolah bersama sahabatnya, Henry (Christian Convery), untuk melukis air terjun di tengah hutan. Pencarian itu turut melibatkan Liz (Margo Martindale) selaku penjaga hutan dan Peter (Jesse Tyler Ferguson) si aktivis lingkungan. 

Di lain pihak, Syd (Ray Liotta) si pemilik kokain mengutus sang putera, Eddie (Alden Ehrenreich), juga anak buahnya, Daveed (O'Shea Jackson Jr.), guna menemukan barang dagangannya itu, tanpa tahu bahwa jejak mereka telah diendus oleh detektif bernama Bob (Isiah Whitlock Jr.). 

Warden mampu menangani karakter sebegitu banyak dengan baik berkat pemahaman akan cara memunculkan daya tarik. Hampir tiap karakter diberi anomali. Penjaga hutan yang merokok kala bertugas dan lebih tertarik menggoda si pujaan hati ketimbang menolong pengunjung, putera pemimpin gembong narkoba yang memutuskan pensiun dan enggan berbuat tindak kriminal, detektif dengan peliharaan seekor anjing menggemaskan, dan lain-lain. Warden ahli mengecoh ekspektasi penonton melalui penokohannya. 

Selain membuat karakternya lebih berwarna sekaligus memorable, keunggulan di atas turut membantu penghantaran komedi. Amunisinya jadi bervariasi. Apalagi jajaran pemainnya jeli menangani komedi. Mereka tahu anomali di penokohan masing-masing sudah memberi kelucuan tersendiri, kemudian memerankannya secara "serius" (tidak melebih-lebihkan kekonyolan). 

Bagaimana dengan pertanyaan utamanya? Seberapa gila Cocaine Bear? Bagi penonton yang telah familiar dengan judul-judul b-movie "sampah", Cocaine Bear mungkin terasa jinak. Ide "amukan beruang pengguna kokain" masih bisa didorong ke ranah yang jauh lebih ekstrim daripada ini. 

Tapi bila disandingkan dengan sesama horor arus utama Hollywood lain, Cocaine Bear tetap menghadirkan keseruan brutal yang menyegarkan. Sebuah slasher di mana pembunuh bertopeng digantikan seekor beruang teler, dengan mayoritas latar adalah siang hari. Unik. Meski pembantaian bukan dilakukan oleh manusia yang lebih berakal, eksplorasi Warden tak terkekang. Berbagai teknik membunuh kreatif berhasil ditampilkan. Jauh lebih kreatif dari kebanyakan slasher modern yang lebih tertarik tampil cerdas ketimbang mengeksplorasi metode menghabisi nyawa.

Di kursi penyutradaraan, akhirnya Elizabeth Banks menghasilkan karya yang benar-benar pantas disebut "bagus", di saat ia diberi kebebasan menjauh sebisa mungkin dari pakem-pakem industri. Kekerasannya tidak muncul secara malu-malu, intensitas pun cenderung konsisten. Sekuen kejar-kejaran antara beruang dan ambulans merupakan set piece aksi terbaik yang pernah Banks buat. Jauh lebih seru dibanding saat ia mengarahkan film aksi sungguhan. 

(iTunes US)

8 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Setuju adegan beruang mengejar Ambulance adalah Scene terbaik,Brutal,Intens dan lucu...!

Anonim mengatakan...

Waaah... Nongol di Oscar nih kemaren...

Anonim mengatakan...

Elizabeth Banks, aktris dan sutradara feminisme yang absolut keren, selalu tampil beda

Anonim mengatakan...

konsep brutal minimalis komedi seolah kita menertawakan adalah konsep update hollywood mengkopi zaman area film hongkong lawas, ini film lucu gemes...

Soang X mengatakan...

Saya malah nguakak baca tulisan sampeyan mas.... "Seberapa gila filmnya!"

Anonim mengatakan...

saya baru kali ini menonton film ketawa terus sepanjang film walaupun film nya brutal serem abis, nggak menutup mata

rian mengatakan...

Pengen liat mbak Banks lebih banyak nyutradarain film kek gini, asik!

Alvi mengatakan...

Ga nyangka trnyata sutradara nya Elizabeth Banks