REVIEW - ELEMENTAL

21 komentar

Jangan mengharapkan penceritaan rumit atau bangunan dunia kaya ala Pixar di sini. Elemental adalah upaya Pixar menyederhanakan formula khas mereka, membawanya ke arah yang lebih ringan.....dan berhasil. 

Menit-menit awalnya "sangat Pixar". Element City tempat empat elemen (api, air, udara, tanah) hidup berdampingan diperkenalkan, menyusul kemudian dua karakternya, Bernie (Ronnie del Carmen) dan Cinder (Shila Ommi), yang berharap memulai hidup baru di sana selepas meninggalkan negara api. Sementara puteri mereka, Ember (Leah Lewis), tumbuh di bawah bimbingan sang ayah, dibesarkan sebagai penerus toko keluarga. 

Hubungan keluarga hangat, proses berlalunya waktu yang membentuk memori, sangat Pixar. Sehingga wajar jika beberapa penonton berharap disuguhi sentilan sosial mendalam, apalagi setelah melihat diskriminasi yang menggerogoti Element City. Warga api dianaktirikan. Mereka tinggal di area pinggiran kota, bahkan dilarang mengunjungi berbagai tempat karena dikhawatirkan bakal merusak. 

Perihal Xenofobia memang melatari kisahnya, namun Elemental lebih tertarik mengupas pokok bahasan yang lebih ringan, yakni romansa. Ember berkenalan dengan Wade (Mamoudou Athie) dari golongan air, cekcok berkembang jadi pertemanan, pertemanan tumbuh menjadi cinta. 

Masalahnya, sebagai air dan api mereka amat berlawanan. Bahkan ayah Ember begitu membenci air yang dianggapnya "ingin memadamkan api". Di situlah Elemental memasang pondasinya. Dia membicarakan reaksi kimia (chemistry), bukan lewat kacamata sains, melainkan percikan asmara yang melibatkan chemistry dua individu. 

Membawa jiwa judul-judul romansa klasik seperti Guess Who's Coming to Dinner (1967) hingga Amélie (2001), naskah buatan John Hoberg, Kat Likkel, dan Brenda Hsueh menyoroti perbedaan dalam konteks asmara. Tatkala perbedaan di lingkup sosial kerap memecah belah, di romansa justru sebaliknya, bisa menghadirkan proses saling melengkapi. 

Ember yang meledak-ledak dan acap kali kesulitan mengontrol emosi walau sesungguhnya memiliki kehangatan, Wade yang luar biasa sensitif sehingga terkesan lembek namun bisa begitu kuat saat berjuang demi orang yang ia cintai, keduanya saling melengkapi. 

Seiring waktu, kisahnya turut merambah persoalan lain di luar cinta, semisal tentang bagaimana tiap individu punya kelebihan masing-masing, dan tentunya, sebuah pesan wajib mengenai kebebasan menentukan impian. Klise, dan Elemental terkesan menyuguhkan semua itu hanya untuk memenuhi obligasi dengan hasil setengah matang. 

Karena sekali lagi, apa yang filmnya benar-benar ingin angkat adalah murni cerita cinta. Presentasi dunianya memanjakan mata, namun visual Elemental selalu mencapai titik terindahnya tiap berfokus pada dinamika dua manusia (atau elemen) yang sedang bertukar rasa. Sang sutradara, Peter Sohn (The Good Dinosaur) pun telah mengasah sensitivitasnya guna memunculkan kesan manis lewat pengadeganan.

Jangan harapakan "the next Inside Out" di Elemental. Tidak semua produksi Pixar harus mendekatkan diri pada kerumitan. Nikmati saja kesederhanaannya, resapi romantika miliknya, dan kalian akan tersentuh menyaksikan keberanian tokoh-tokohnya, yang rela berkorban ketika hati tengah dikuasai oleh cinta yang sedemikian kuat. 

21 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

OMG film Kartun LGBT+ bagus banget ini film anak-anak, ampun

Anonim mengatakan...

film lucu unik absurd nyeleneh

Anonim mengatakan...

Pixar 11 12 sama MCU, semenjak disisipin agenda-agenda nyeleneh sama disney kualitasnya jadi bobrok, dari segi pendapatan juga jauh merosot

Anonim mengatakan...

Caper... Taik Lo...

Anonim mengatakan...

Well emang ini film bukan buat anak-anak, tapi buat yang bilang ini kualitas bobrok, asu, tai, itu sama sekali enggak bahkan cukup lumayan ya kata gw, ceritanya juga dikemas rapih gak tumpang tindih meskipun ada 1 atau 2 yang terasa cukup memaksa overall bagus sih, menurut gw yang bilang animasi lgbt lah, kualitas kek tai kebo eh lu liat lightyear deh sana anjing

Anonim mengatakan...

ngantuk bobo cantik di bioskop, kualitas gambar nya emang tajam parah dan jagoannya water hybrid seksualitas yang bisa menciptakan pelangi indah, menyenangkan hadir di bioskop khusus anak-anak

bagus ini film

Anonim mengatakan...

film yang indah rupawan sedap dipandang mata, skor 9/10...fantastis apik cerita

Anonim mengatakan...

film kehangatan keluarga dari perspektif ras gender seksualitas suku agama, ambil hikmah setelah menonton film ini : "setiap orang punya impian sendiri"

Anonim mengatakan...

film berpondasi lgbt+ pasti menghibur dengan indahnya

film wajib

Anonim mengatakan...

review yang menyenangkan, thanks mas

Anonim mengatakan...

Gemes Lucu

Anonim mengatakan...

nuansa pelangi yang menghibur dan mendidik bagi keluarga

Anonim mengatakan...

terimakasih mas rasyid atas ulasan yang menggoda untuk menonton film keluarga ini

Anonim mengatakan...

komitmen family dream reality, mantap habis ini film

Anonim mengatakan...

nggak ah, lewat

Anonim mengatakan...

film khusus dewasa, nanti aja nontonnya

Anonim mengatakan...

pelangi pelangi alangkah indahmu, keren...

Anonim mengatakan...

thanks mas rasyid

Anonim mengatakan...

thanks mr.rasyid

Anonim mengatakan...

🫡🫡🫡

Anonim mengatakan...

pelangi thanks