REVIEW - KETIKA BERHENTI DI SINI

21 komentar

Dua tahun lalu Umay bercerita tentang debut penyutradaraannya. Tentu saya ragu. Ketika nama-nama senior saja masih kesulitan menuturkan tema kesehatan mental secara serius dan tepat, apakah dia yang waktu itu belum genap berkepala dua mampu? Nyatanya demikian. Meski jauh dari luar biasa, Kukira Kau Rumah adalah awal perjalanan yang patut diapresiasi. Kali ini, melalui Ketika Berhenti di Sini, Umay menelurkan karya sophomore penuh kepercayaan diri, yang membuktikan bahwa usia memang hanyalah angka. 

Dita (Prilly Latuconsina) menemukan kebahagiaan dalam hubungannya dengan Ed (Bryan Domani). Kebahagiaan yang ia kira tiada lagi selepas kepergian sang ayah (Indra Brasco). Kebahagiaan yang tak didapatkan di rumah karena hubungan yang renggang dengan sang ibu (Cut Mini Theo). Kebahagiaan yang melebihi kenyamanan kala bersama para sahabatnya: Untari (Lutesha), Awan (Sal Priadi), dan Ifan (Refal Hady). Nama yang disebut terakhir diam-diam memendam rasa kepada Dita. 

Dita pun menjalin kedekatan dengan keluarga sang kekasih. Selain kunjungan rutin tiap perayaan ulang tahun, Dita juga menjadi kawan bagi nenek Ed (Widyawati). Sebagaimana selalu hadir dalam tiap film yang menyertakan namanya, Widyawati dapat menyentuh hati bahkan di momen kasual sekalipun. Setiap kata dari mulutnya memiliki rasa. 

Lalu datanglah akhir kebahagiaan. Kematian Ed mendorong Dita jatuh ke dalam jurang duka. Di tengah upayanya bangkit, Dita justru menemukan cara untuk memeluk kembali hal yang telah hilang. Sebuah kacamata sanggup menghidupkan lagi sosok Ed, meski hanya sebagai artificial intelligence berwujud hologram. 

Di situlah letak kepercayaan diri pertama filmnya. Menulis naskahnya bersama Alim Sudio, Umay bisa saja merangkai cerita semacam ini lewat jalur aman. Tapi ia memilih mengutak-atik pakem genre, menyelipkan elemen science fiction sebagai jalan karakternya melestarikan memori.

Kalau Eternal Sunshine of the Spotless Mind (2004) selaku salah satu sumber inspirasi terbesarnya bicara tentang penghapusan memori demi menghapus luka, maka Ketika Berhenti di Sini adalah soal luka yang memunculkan penolakan individu untuk beranjak dari memori. 

Penerapan unsur science fiction di penceritaannya mungkin belum sepenuhnya mulus. Perlu suspension of disbelief yang cukup besar guna menerima fakta bahwa seorang tukang servis iPad mampu meretas kacamata langka nan canggih. Tapi sekali lagi, kesediaan mengeksplorasi genre di tengah keragaman tema sinema tanah air adalah bentuk kepercayaan diri yang mengagumkan. Sinematografi garapan Anggi Frisca yang membangun kesan futuristik berbekal permainan warna pun turut mempercantik presentasi. 

Memasuki pertengahan durasi, layaknya Dita yang terjebak dalam ilusi kehadiran Ed, alurnya sedikit kebingungan menentukan arah eksplorasi. Ada stagnasi, sementara di saat bersamaan naskahnya luput menjadikan Ifan "pengganti" yang meyakinkan (Apa yang Ifan dapat berikan namun Ed tidak?), sedangkan ketiadaan resolusi bagi luka hati ibu Dita, yang dibawakan secara kuat oleh Cut Mini, agak disayangkan.

Beruntung, di fase itu pula Prilly berkesempatan memamerkan dinamika rasa kelas satu. Di balik kamera, Umay yang merumuskan adegan dengan penuh sensitivitas, sepenuhnya percaya pada sang aktris. Kolaborasi keduanya melahirkan banyak titik emosional, termasuk pemandangan menggetarkan ketika Dita mendengar kabar kematian Ed.

Walau didominasi kesedihan, sejatinya Ketika Berhenti di Sini bukan cuma soal satu kondisi itu. Dia membicarakan kehidupan secara utuh. Seperti prinsip Mandala yang terlukis di tas Dita, hidup adalah soal keseimbangan. Ada emosi positif, ada emosi negatif. Ada pertemuan, ada perpisahan. Ada saatnya kita mulai berjalan, hingga kelak tiba waktunya untuk berhenti. Begitulah lingkaran kehidupan.

21 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

Film ini ada kemungkinan potensi masuk FFI ga bang???

Anonim mengatakan...

SKIP

Anonim mengatakan...

easter egg ada tim mencuri raden saleh....yesssss....beraksi

Anonim mengatakan...

kok mirip dengan film....apa itu ya, gue lupa pakai ai juga, film indonesia

Anonim mengatakan...

busyet dah bikin banjir air mata penonton, gila loe ndro umay

Anonim mengatakan...

maaf nggak dulu jelek banget

Anonim mengatakan...

serem banget ini film umay

Yodi mengatakan...

Ketika seseorang pernah merasakan kehilangan yg disayang , bakal paham kenapa banyak penonton meninggalkan kursi sinema dengan mata basah. Kolaborasi ke 2 Umay dan Prilly yg dibuat pakai hati.

Anonim mengatakan...

joko anwar lewat, umay keren garap film horror yang bikin banjir air mata

Anonim mengatakan...

adegan ketika dengar ed meninggal...keren paraah...smp gemetaraan gitu..natural...

Anonim mengatakan...

Filmnya bagus gan insurance

Anonim mengatakan...

Filmnya bagus gan mantap insurance

Anonim mengatakan...

tim film mencuri raden saleh muncul sedang rapat merencanakan aksi lanjutan, plot twist

Anonim mengatakan...

film paling anjir

Anonim mengatakan...

hati hati bisa bikin trigger suicide, bijaklah dalam pendampingan untuk menonton

Irfan mengatakan...

Prilly layak lah udah saatnya dia dapat nominasi pemeran utama perempuan Terbaik

Anonim mengatakan...

banned this movie, so painfull

Anonim mengatakan...

film bergenre slowburn, lumayan menarik

Anonim mengatakan...

terlalu batin terluka, maaf nggak dulu

Anonim mengatakan...

film full lebay di tahun 2023 bahkan sepanjang masa perfilman indonesia

Anonim mengatakan...

tissue, please...