REVIEW - BLUE BEETLE
Blue Beetle merupakan satu lagi kasus di mana balutan elemen kultural yang diolah dengan tepat dapat menyegarkan sebuah keklisean. Ibarat melukis objek yang familiar di kanvas lama, namun dengan kombinasi warna baru sehingga menjauhkan kesan usang.
Naskah buatan Gareth Dunnet-Alcocer tak memodifikasi formula origin story cerita pahlawan super. Masih soal bagaimana sang protagonis, Jaime Reyes (Xolo Maridueña), menemukan kekuatannya, terlibat perseteruan dengan Victoria (Susan Sarandon) si korporat penindas selaku villain, hingga jatuh cinta pada gadis bernama Jenny (Bruna Marquezine).
Segala elemen cerita khas genrenya bisa ditemukan. Tentunya adegan-adegan wajib seperti saat Jaime kesulitan mengendalikan kekuatan barunya sampai mengacaukan seisi kota juga tidak ketinggalan. Hanya ada satu pembeda: si jagoan berasal dari keluarga latin.
Cuma sebuah pembeda, tetapi dampaknya begitu kentara. Drama keluarganya jadi lebih bermakna. Blue Beetle bukan soal perjuangan individu, melainkan suatu keluarga, atau secara lebih luas, komunitas latin di Amerika Serikat.
Jaime tinggal bersama kedua orang tuanya (Damián Alcázar dan Elpidia Carrillo), nenek (Adriana Barraza), serta sang paman yang eksentrik, Rudy (George Lopez). Eratnya kekeluargaan mereka merupakan hal natural, alih-alih dipaksakan timbul demi pemandangan mengharu biru. Mereka terikat erat karena memang hanya memiliki satu sama lain di tengah kesenjangan sosial akibat keserakahan korporasi.
Benarkah jurang kelas itu merupakan fenomena alami (si kaya sudah sepatutnya bahagia, si miskin merana) yang sebaiknya diterima saja, atau ketidakadilan sistematik yang mesti digugat? Dari situlah si pahlawan super menemukan motivasinya.
Jaime/Blue Beetle berjuang bukan untuk menyelamatkan dunia. Dia bertarung demi keluarga. Musuhnya bukan alien atau monster (meski tetap ada Conrad Carapax yang diperankan Raoul Trujillo sebagai lawan beradu jotos si tokoh utama), tapi pebisnis kulit putih kaya yang menancapkan cengkeramannya sebagai penjajah.
Motivasi yang murni itu memberi filmnya hati. Arah penceritaan yang terlampau setia pada formula bukan lagi permasalahan besar (walau otomatis tetap menghalangi filmnya terbang lebih tinggi). Terlebih jajaran pemainnya mampu menghidupkan koneksi emosional antar anggota keluarga.
Di ranah aksi, pengarahan Ángel Manuel Soto mungkin tak membawa pendekatan revolusioner, namun ia menyuntikkan energi yang perlu dimiliki oleh tontonan superhero menyenangkan semacam ini. Kekuatan unik Blue Beetle yang sanggup mengkreasi senjata apa pun sesuai imajinasinya berhasil dimaksimalkan, dan sebagai daya hibur tambahan, Soto turut menyelipkan berbagai referensi video game (Final Fantasy VII, Mega Man, Injustice 2, Mortal Kombat). Yah, mengakali keklisean memang tak melulu berupa perombakan total.
21 komentar :
Comment Page:Calon flop, DC kan cuma jadi beban WB doang
full isi bioskop
terlalu beraroma kartun, nggak cocok untuk adult
Koq masih canon dgn DCEU, seperti gak ada efek apa2 dengan Flashpoint
wow semesta James Gunn telah di mulai dan benar-benar terhubung dengan DCU James Gunn
OMAC telah di buka, Yesssss
film sejelek ini bikin ngantuk
prank...jangan mau nonton film gatot gagal total
Butut Pisan Ieu Film
drop layar
ending nya nggak paham, jeplek jelek plek kali
bagus banget film nya
skor film ini : 6/10
Garbage Film
filmnya benar-benar “pecah”
akses menuju fail file, ending film
Orang gila.. Itu biasa, tapi orang gila yg caper lewat komentar2 di bawah.. Itu menjijikkan
Kenapa belum bisa di download filmnya..?
gue udah nonton, cocok untuk bocil
endingnya ada 2, paling ujung penutup layar : kartun isyarat semesta DCU terbuka
pahlawan tituler Xolo Mariduena sepi penonton
•
Blue Beetle tayang di platform streaming
Rotten Tomatoes = Tomatometer [76%] & Audience Score [92%]
film akil baliq & pasca parobaya
film nggak jelas, heboh doang
Posting Komentar