REVIEW - KUNG FU PANDA 4
Kung Fu Panda 4 menandai kali pertama installment di seri Kung Fu Panda dibuat dengan biaya di bawah 100 juta dollar. Tanpa kehadiran jajaran pengisi suara Furious Five (Angelina Jolie, Jackie Chan, Seth Rogen, David Cross, Lucy Liu) ia memang bagaikan paket hemat. Tidak semua paket hemat punya kualitas inferior, tapi film garapan Mike Mitchell (Shrek Forever After, Trolls, The Lego Movie 2: The Second Part) ini memang yang terlemah dalam franchise-nya, biarpun masih memiliki daya hibur.
Senada dengan tren industri masa kini, filmnya mengusung tema "melempar tongkat estafet". Terlalu dini? Mungkin, mengingat film pertamanya baru berusia 16 tahun. Tapi masalahnya bukan di situ, melainkan bagaimana trio Jonathan Aibel, Glenn Berger, dan Darren Lemke selaku penulis naskah, tidak pernah melakukan eksplorasi memadai untuk tema tersebut.
Masalah apa yang bisa menyulitkan Po (Jack Black) di puncak kejayaannya sebagai Pendekar Naga? Jawabannya bukan lawan pemilik jurus-jurus sakti, tapi keharusan meninggalkan kejayaan tersebut, saat Master Shifu (Dustin Hoffman) mengarahkan Po mengisi posisi pemimpin spiritual. Artinya, Po mesti menanggalkan status Pendekar Naga yang amat berharga baginya, sekaligus menunjuk penerusnya.
Di saat bersamaan, muncul ancaman baru dari penyihir bernama The Chameleon (Viola Davis) yang punya kemampuan berubah wujud. Satu-satunya yang dapat membantu Po mencari keberadaan sang penyihir adalah Zhen (Awkwafina) si pencuri licik.
Kita tahu nantinya Zhen bakal menjadi Pendekar Naga yang baru. Kita tahu Po yang awalnya tak menyukai kelicikan Zhen akan melihat "sesuatu" dalam diri si rubah korsak. Po menuruti petuah Master Shifu untuk mengikuti kata hati, tatkala logika pikir tak membantunya menemukan jawaban.
Wajar Po berpikir demikian, namun para penulis naskah tak semestinya memakai prinsip serupa. Mereka tidak bisa menuntut penonton begitu saja memercayai sesuatu yang sukar dipercaya, atau dalam konteks film ini, meyakini bahwa Zhen pantas meneruskan jejak Po. Alurnya tak pernah memberikan eksplorasi memadai untuk karakternya, sewaktu 94 menit durasi sebatas diisi petualangan generik yang pesonanya cepat memudar (baca: seiring waktu semakin membosankan), juga deretan humor yang hanya memproduksi senyum simpul alih-alih tawa lepas.
Penceritaannya seperti kebingungan menentukan arah akibat banyaknya distraksi. Selain dituntut mengenalkan karakter baru sepenting Zhen dalam waktu singkat, ia masih harus mengolah proses Po berdamai dengan egonya. Belum lagi subplot yang sejatinya tak perlu mengenai dua ayah Po, Mr. Ping (James Hong) dan Li Shan (Bryan Cranston), yang turut terlibat petualangan karena mengkhawatirkan keselamatan putera mereka.
Untunglah visualnya masih tampil solid (walau tetap penurunan dibanding film-film sebelumnya) sehingga cerita medioker tak membuat perjalanan Po sepenuhnya hambar. Warna-warni langit magis yang menjauh dari keklisean gaya animasi arus utama Hollywood, hingga tekstur ala lukisan yang membungkus kilas balik kehidupan Zhen, semuanya menyenangkan untuk dipandang.
Mike Mitchell pun sanggup mengarahkan deretan aksi dengan gerak dinamis, termasuk klimaks yang jadi parade visual memikat. Kemampuan seri Kung Fu Panda menghibur penontonnya mampu film ini pertahankan, biarpun bagi franchise yang memiliki slogan se-exciting "Skadoosh!", Kung Fu Panda 4 kekurangan energi yang membuat tiga judul pertama amat dicintai.
21 komentar :
Comment Page:Paling bagus dari film ini adalah cover lagu Britney Spears, "Baby One More Time" dari Tenacious D (bandnya Jack Black). Itu saja yang menyelamatkan aku untuk apresiasi keberadaan film jni 😂
film para bocil
film anime tembus 1 juta di awal tahun 20024
nggak jelas motif musuhnya
racun sequel gi tu aja terus
film sampah
nggak cerdaskan anak anak
bosen
tegang cuy
elek pisan
nggak worth it
bombastis pelangi perhomoan euy
good point
junkfloop movie
tegang membahana
ssremmmm blas
bersambung lagi deh...
lumayan sambil puasa
sambil tunggu bedug maghrib
jelek film nya, skor : 9/10
Posting Komentar