REVIEW - MALAM PENCABUT NYAWA

21 komentar

Bagi pencerita, elemen mistis semestinya jadi media yang membebaskan. Di sana batasan eksplorasi tak lagi dihalangi oleh garis-garis logika yang penuh aturan. Tapi apa daya, tuntutan industri menjadikan dunia tanpa batas tersebut sebagai komoditas. Formula pun dirancang, pola-pola yang mesti diikuti pun mulai mengekang atas nama uang. Begitulah kondisi perfilman horor Indonesia belakangan ini. 

Untunglah beberapa sineas masih berani berpikir liar. Joko Anwar dengan Siksa Kubur beberapa waktu lalu jadi salah satu yang terdepan. Kali ini menyusul Malam Pencabut Nyawa garapan Sidharta Tata, selaku adaptasi novel Respati karya Ragiel JP, yang memperlakukan aspek klenik bukan sebatas alat menakut-nakuti, tapi gerbang pembuka bagi ruang eksplorasi yang lebih luas. 

Respati (Devano Danendra) mengira dirinya hanya menderita insomnia biasa akibat duka selepas kematian kedua orang tuanya. Sekalinya tertidur, ia bermimpi aneh dan melihat banyak orang asing mengalami nasib nahas. Belakangan barulah Respati sadar, ia bukannya bermimpi buruk melainkan masuk ke mimpi orang lain, yang nyawanya tengah terancam oleh kehadiran sosok misterius bernama Sukma (Ratu Felisha).

Satu hal yang langsung nampak sedari menit-menit awal filmnya adalah keunggulan di departemen teknis. Sidharta Tata enggan membuat horor cepat saji. Dibantu Bagoes Tresna Aji selaku penata sinematografi, disusunnya rangkaian gerak kamera stylish, yang makin terasa dinamis ketika penyuntingan dari Ahmad Fesdi Anggoro turut berkontribusi. Banyak transisi unik sekaligus tak terduga muncul di film ini. 

Terkait penceritaan, naskah yang ditulis Sidharta bersama Ambaridzki Ramadhantyo menghadirkan salah satu kisah paling ambisius yang dimiliki horor lokal dalam beberapa waktu terakhir. Formula khas horor dikembangkan ke ranah fantasi yang berpijak pada seluk-beluk dunia mimpi. Seiring penyelidikannya, Respati mempelajari banyak hal, salah satunya adalah, seseorang harus mati bila ingin lepas dari kejaran Sukma di dunia mimpi. Anggaplah Malam Pencabut Nyawa sebagai Inception dengan kearifan Indonesia.

Keputusan untuk menjauh dari pemakaian jumpscare (horor Indonesia rilisan 2024 yang paling anti mengageti penontonnya) sungguh saya apresiasi, biarpun naskahnya belum mampu memaksimalkan kemungkinan tak terbatas yang disediakan oleh konsep mimpi. Beberapa titik penceritaannya masih terasa monoton. 

Paruh akhir menjadi panggung Sidharta dan tim mencurahkan segala kreativitas mereka. Diawali adegan kesurupan yang tersaji intens, lalu dilanjutkan oleh klimaks seru yang dikemas layaknya pertarungan dalam film pahlawan super. Tentunya sang protagonis tidak lupa memamerkan "superhero landing" versinya. 

Di klimaks itu perpaduan apik antara CGI dengan efek praktikal yang sama-sama mumpuni semakin kentara, sehingga menciptakan parade visual cantik. Pengadeganan Sidharta pun seperti biasa hadir penuh gaya, termasuk lewat upaya berani melakukan reka ulang bagi salah satu momen paling ikonik di Inception. 

Tapi di luar segala pameran teknis sarat trik di atas, Malam Pencabut Nyawa juga patut dipuji karena satu hal yang jauh lebih sederhana. Apalagi kalau bukan pemakaian Bahasa Jawa. Tidak ada campuran dipaksakan dengan Bahasa Indonesia, bahkan dialognya cukup banyak memakai kromo. Yah, belakangan ini saya semakin yakin kalau horor kita masih menyimpan masa depan cerah. 

21 komentar :

Comment Page:
Anonim mengatakan...

persisnya reka ulang momen ikonik Inception yg pas adegan mana ya? lali kemarin pas ntn. Klo superhero landing auto keinget Black Widow ha5

Rijalharuskesana mengatakan...

salah satu adegan ikonik inception Adegan 5 menit pertama pas buka pintu langsung jalan raya

Anonim mengatakan...

RESPATI IS BACK

✨️✨️✨️

Anonim mengatakan...

superhero telah tiba untuk mengoyak mistik alam bergabung dengan Marvel Cinematic Universe

Anonim mengatakan...

film bukan untuk para ABG

Anonim mengatakan...

nggak jelas mau di bawa kemana ini film

Anonim mengatakan...

Ngeliat BTS nya, saya duga adegan Inception yg di(tiru)reka adalah waktu joseph levit berantem di lorong yang berputar

vian mengatakan...

- anak selebritis
- komika
- jebolan ajang nyanyi

cast tipikal banget. skiplah

Anonim mengatakan...

Vina Sebelum 7 hari lebih realistis scene nya nggak abal abal daripada film ini

Anonim mengatakan...

tunggu di netflix aja nanti

Anonim mengatakan...

film kacau balau

Anonim mengatakan...

marabunta ngehe

Anonim mengatakan...

bye bye baby

Anonim mengatakan...

gue beri skor ini film : 7.5/10

Anonim mengatakan...

mumet ndas

Anonim mengatakan...

drakor melayu

Anonim mengatakan...

kearifan lokal membumi

Anonim mengatakan...

film komedi banget

Anonim mengatakan...

bak lari marathon

Anonim mengatakan...

layar terbatas, kalah sama nenek nenek

Anonim mengatakan...

disney plus please