REVIEW - A USEFUL GHOST
Seorang "Academic Ladyboy" (Wisarut Homhuan) mengeluhkan rusaknya alat penyedot debu yang baru ia beli di tengah polusi debu kota yang demikian ganas. Datanglah Krong (Wanlop Rungkumjad) si tukang reparasi, yang meyakini penyedot debut itu sudah dirasuki hantu, sebagaimana banyak benda elektronik di pabrik pembuatannya. Terdengar bak komedi konyol, tapi seiring absurditas lain terungkap, A Useful Ghost perlahan menampakkan wajah memilukan dari sejarah kelam suatu negeri.
Pabrik di atas pernah menelan korban jiwa. Biarpun urusan kebersihan selalu diutamakan, nyatanya seorang buruh pernah kehilangan nyawa, sebelum kembali sebagai arwah penuh dendam dan merasuki beragam peralatan di sana. Si pemilik pabrik, Suman (Apasiri Nitibhon), enggan ambil pusing. Mungkin baginya, buruh hanya satu lagi alat guna mengeruk keuntungan. Sederhananya, budak.
Kemudian kita dibawa mengamati keanehan lain. March (Witsarut Himmarat), putra Suman, mendapati arwah mendiang istrinya, Nat (Davika Hoorne), juga kembali selepas merasuki mesin penyedot debu. Anehnya, cuma March yang bisa melihat sosok asli Nat. Sementara keluarga March yang memang tak pernah menyukai apalagi mengenang Nat, hanya menyaksikan anomali berupa penyedot debu yang bisa bergerak sendiri, bahkan berbicara.
"I know that you can die twice. First comes physical death...to be forgotten is a second death," ungkap Eve Blouin, seorang penulis naskah asal Afrika Tengah. Melalui karya debut penyutradaraannya ini, Ratchapoom Boonbunchachoke (juga selaku penulis) turut menelaah perihal ingatan. Bagaimana kematian sesungguhnya terjadi tatkala kenangan mengenai individu sudah terhapus seutuhnya.
Bahkan dalam sosok manusianya, Nat memiliki tampilan eksentrik. Davika yang mencuatkan kemistisan di performanya, mengenakan baju dalam putih, luaran biru yang mengembang lebar, juga bermahkotakan rambut warna merah. Bukan kebetulan bila ia mirip bendera Thailand berjalan. Alur liar A Useful Ghost yang awalnya hanya seperti kumpulan fragmen sureal acak, mulai disatukan oleh seutas benang merah pasca pertemuan Nat dan Paul (Gandhi Wasuvitchayagit), Perdana Menteri Thailand.
Serupa banyak politikus, awalnya Paul senantiasa memasang muka manis, sembari meyakinkan Nat, bahwa sebagai tanda terima kasih karena pernah meniup debu dari matanya, ia bakal selalu menolongnya. Tapi yang selanjutnya terjadi, bermodalkan kata-kata sarat buaian, Paul (penguasa) justru memanipulasi Nat (bangsa), guna melanggengkan cengkeramannya dengan iming-iming kemakmuran. Bahkan hantu pun diperbudak oleh pemilik modal.
Nat punya kekuatan mengeksorsis hantu yang membayangi mimpi manusia. Paul beserta sekelompok figur politikus dan petinggi militer, memintanya mempraktikkan itu, yang oleh Ratchapoom digunakan untuk melempar isu meresahkan mengenai penghapusan sejarah kelam negaranya, termasuk ingatan tentang para manusia korban persekusi di tangan mereka yang sedemikian takut kehilangan kuasa.
A Useful Ghost memang aneh, tapi keanehan sarat kreativitas tersebut kaya akan alegori yang mengasyikkan untuk dipecahkan, lalu berpotensi mengundang diskursus panjang. Pun rasanya kekejaman nihil nurani para penguasa di dunia nyata jauh lebih aneh. Bagaimana bisa individu bertindak sekejam itu? Aneh. Bodoh. Konyol. Absurd. Itu sebabnya film ini mengajak kita tertawa dalam luka.
(JAFF 2025)


Tidak ada komentar :
Comment Page:Posting Komentar