Tampilkan postingan dengan label Ra Mi-ran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ra Mi-ran. Tampilkan semua postingan

HONEST CANDIDATE (2020)

Honest Candidate merupakan remake dari film Brazil, O Candidato Honesto (2014), yang kisahnya sendiri kurang lebih bisa dideskripsikan sebagai “Liar Liar-nya Jim Carrey, tapi ubah profesi protagonis dari pengacara menjadi politikus”. Ditangani oleh sutradara wanita, Jang Yoo-jeong (Finding Mr. Destiny, The Bros), di atas kertas keputusan mengubah gender tokoh utamanya merupakan pilihan tepat, di mana isu seputar seksisme terhadap kandidat anggota dewan wanita jadi bisa ditambahkan. Masalahnya, Honest Candidate berambisi menambahkan terlalu banyak.

Joo Sang-sook (Ra Mi-ran) sudah tiga kali terpilih sebagai anggota Majelis Nasional, dan kini tengah berkampanye untuk masa jabatan keempat. Adegan pembuka film memperlihatkan video kampanye Sang-sook, yang menjual simpati tentang sepak terjangnya di dunia politik yang terinspirasi kebaikan mendiang neneknya (Na Mon-hee). Sampai kita tahu bahwa nenek Sang-sook belum meninggal, mengasingkan diri di pedalaman, mengubah namanya agar secara hukum tercatat sebagai nenek dari Park Hee-cheol (Kim Moo-yul), asisten pribadi Sang-sook.

Politikus satu ini memang penuh kepalsuan (tapi politikus mana yang tidak?). Demi citra “merakyat”, ia menginjak sepatunya agar terlihat usang, membangun kemesraan palsu bersama sang suami (Yoon Kyung-ho), bahkan pura-pura tinggal di apartemen sempit walau sebenarnya memiliki rumah mewah. Setiap malam, Sang-sook dan suami memakai penyamaran lengkap, lalu diam-diam pulang ke kediaman nyaman mereka. Absurd? Percayalah, banyak politikus bertingkah lebih gila. Apa yang Sang-sook lakukan adalah cerminan relevan.

Proses kampanya berjalan lancar dan sepertinya kemenangan tinggal menunggu waktu, hingga mendadak Sang-sook kehilangan kemampuan berbohong. Mulutnya tak terkontrol, berujung menciptakan kekacauan ketika ia melontarkan pernyataan jujur yang “tidak seharusnya” diucapkan polikus, terlebih di masa kampanye. Tapi jangan harap Honest Candidate menawarkan satir mendalam yang thought-provoking, meski kondisi di atas memberikan bekal memadai.

Naskah buatan Kim Sun dan Heo Sung-Hye (Secret Zoo), seperti sempat saya singgung, berusaha mengolah begitu banyak isu, dari kebohongan politikus yang menghalalkan segala cara demi kemenangan, korupsi menjadi-jadi termasuk di ranah edukasi, peran jurnalisme, konspirasi tingkat tinggi, sampai persoalan gender, di mana Sang-sook mesti menghindari citra “terlalu maskulin”, tapi di sisi lain juga memakai rambut palsu pendek (yang menurut standar kecantikan kerap dipandang kurang feminin) agar tampak sebagai politikus wanita tangguh. Tapi semuanya disatukan paksa, murni didasari ambisi menyuarakan, “Lihat! Politikus kita segila ini!”, ketimbang memilih satu kisah utama, kemudian secara cermat mengembangkannya.

Apakah komedi memerlukan alur solid? Tentu, jika tujuannya melahirkan satir berbobot. Tapi di ranah hiburan ringan pun, itu dibutuhkan, supaya humornya terfokus, dan filmnya sendiri bisa menaruh fokus pada penghantaran humor tersebut alih-alih dibuat kelabakan menggabungkan terlalu banyak cabang.

Honest Candidate terkena getahnya. Konfliknya penuh sesak, ditambah penyuntingan kasar yang membuat pergerakan alur jauh dari kesan nyaman. Belum lagi penyutradaraan yang di beberapa kesempatan menyalahartikan pendekatan bertenaga dengan kekacauan (in a bad way). Penceritaannya berantakan, bahkan kerap membingungkan, yang mana haram hukumnya dalam komedi ringan semacam ini. Sulit bersantai menikmati banyolan-banyolan, sebab pikiran kita rutin terganggu  dengan pertanyaan, “Ada apa? Bagaimana itu terjadi?? Kenapa???”. Tatkala penonton mempertanyakan hal-hal demikian, humornya pun hanya lewat begitu saja. Sedangkan sebagai satir, film ini terlalu menyederhanakan masalah yang sejatinya kompleks, pula begitu nyata. Bagaimana problematika dunia politiknya bergulir dan diakhiri terkesan sarat simplifikasi. Dangkal.

Benar bahwa beberapa kelucuan tetap bisa ditemukan berkat Ra Mi-ran yang berhasil mengalahkan kegilaan eksplorasi naskahnya. Sewaktu kedua penulis menemui jalan buntu dalam memaksimalkan premis kemudian memilih melempar humor yang terlampau jinak, sang aktris seperti biasa tak menahan diri, mengerahkan semua senjata yang dimiliki.


Available on KLIK FILM

MISS & MRS. COPS (2019)

Seperti kebanyakan buddy cop, saya hanya berharap dihibur oleh Miss & Mrs. Cops (memakai judul Girl Cops di Korea Selatan), sehingga terasa mengejutkan saat kisahnya mampu tampil cukup menggigit. Pada masa di mana kasus Seungri masih menjadi topik panas ditambah berita menyedihkan mengenai percobaan bunuh diri Goo Hara, relevansi debut penyutradaraan Jung Da-won ini pun melambung tinggi.

Sudah jadi pengetahuan umum jika Korea Selatan bukanlah surga bagi wanita untuk menjalani hidup. Tengok apa yang menimpa dua tokoh utama film ini. Mi-yeong (Ra Mi-ran) sempat dikenal sebagai detektif berprestasi, sampai ia menikahi pria tak berguna yang gagal menjadi pengacara, memiliki anak, lalu dipaksa pindah ke belakang meja di divisi pelayanan masyarakat. Sementara adik iparnya, Ji-hye (Lee Sung-kyung) mesti bertugas bersama pria-pria yang menganggap pelecehan seksual adalah kasus remeh. Pasca masalah beruntun akibat kegagalannya menahan emosi, Ji-hye dipindahkan ke divisi Mi-yeong. Bersama mereka ada pula Jang-mi (Choi Soo-young), ahli komputer kelas satu yang memakai kemampuannya untuk meretas situs demi mendapatkan tiket konser BTS baris depan.

Keseharian di kantor tampak suram bagi mereka, sampai seorang gadis datang untuk memasukkan laporan. Dia terlihat ketakutan, dipenuhi keraguan, sebelum akhirnya mengurungkan niatnya, lalu secara sengaja menabrakkan diri ke truk yang melaju kencang. Dia koma, tapi berkat Jang-mi, mereka berhasil mendapatkan informasi dari telepon genggam sang gadis, mengungkap bahwa ia merupakan salah satu korban pemerkosaan dan cybercrime yang tengah marak terjadi.

Modus operandi para pelaku selalu sama: Berburu korban di kelab malam, membiusnya, memperkosa sambil merekam tindakan kejam itu, kemudian mengunggah videonya. Banyak korban memilih bunuh diri karena tiada yang mampu dilakukan selain menyalahkan diri sendiri, tatkala kepolisian enggan menanggapi kasus tersebut secara serius. “Kamu ikut emosional karena kamu juga seorang wanita kan?”, begitu kata salah satu rekan Ji-hye.

Tema di atas jelas tergolong kelam di tengah sajian buddy comedy penuh lelucon “bodoh”. Sebuah usaha yang berani dari Jung Da-won selaku penulis naskah, walau seringkali keberanian itu jadi senjata makan tuan tatkala perpindahan antara dua tone yang bertolak belakang berlangsung kurang mulus. Potensi beberapa humor pun terbuang, karena kerap ditempatkan di waktu yang tak sesuai, segera setelah situasi serius bahkan gelap.

Beruntung, soal komedi, Miss & Mrs. Cops punya amunisi lengkap, sehingga tetap mampu memancing banyak tawa, walau keputusan Jung Da-won menerapkan gaya-gaya seperti quick cuts dan split screen guna menghadirkann dinamika justru sering mengganggu aliran penceritaan. Jangkauan humornya cukup luas, dari slapstick, komedi situasi over-the-top, sampai cameo menghibur dari dua aktor besar Korea Selatan. Tapi tiga aktris utamanya tetaplah jiwa film ini.

Mi-ran, Sung-kyung, dan Soo-young punya chemistry solid selaku modal menampilkan interaksi berwarna nan menggelitik yang tidak terbatasi ruang sempit tempat karakter mereka dipaksa berdesakan di kantor. Bahkan lokasi tersebut termasuk faktor penambah kelucuan. Sebagai SONE (fans SNSD), kejenakaan Soo-young tidaklah mengejutkan saya. Sung-kyung pun merupakan aktris berbakat yang bisa membuat penonton tertawa dan tersentuh melalui ekspresi. Sementara Mi-ran membuktikan jika usia hanya angka belaka lewat keberhasilannya memerankan polisi tangguh. Berkat ketiga aktris (plus isu yang diangkat), mudah bagi saya memedulikan nasib karakternya.

Kejahatan seksual terhadap wanita, bagaimana laki-laki memandang remeh kasus tersebut, serta aparat yang sekadar mengutamakan jabatan dan penilaian kerja merupakan beberapa isu penting yang diangkat Miss & Mrs. Cops. Penyampaiannya mungkin tanpa kesubtilan, tapi melihat kondisi terkini, penuturan subtil bukanlah urgensi. Bagaimana membangunkan kesadaran masyarakat adalah hal terpenting.